Jumat, 27 Maret 2015

Warisan Kepemimpinan Model Singapura

Warisan Kepemimpinan Model Singapura

Tirta N Mursitama  ;  Guru Besar Bisnis Internasional,
Departemen Hubungan Internasional, Binus University
KORAN SINDO, 26 Maret 2015

                                                                                                                                     
                                                                                                                                                           

Wafatnya Lee Kuan Yew (LKY), Bapak Singapura, Senin dini hari lalu mendapat perhatian dunia. Paling tidak ada dua hal yang menyebabkannya.

Pertama, faktor pribadi LKY yang dinilai sangat luar biasa dalam mentransformasikan Singapura dari negara seukuran sebuah kota yang hampir tidak dikenal dunia pada tahun 1960-an hingga masuk menjadi jajaran elite negara di percaturan internasional saat ini. Kedua, menyangkut masa depan Singapura setelah wafatnya LKY dan relevansinya bagi negara-negara lain yang sedang membangun, termasuk Indonesia.

Model Pembangunan

Dalam literatur tentang keberhasilan pembangunan di negara-negara Asia Timur dikenal istilah Keajaiban Asia Timur (East Asian Miracle). Singapura menjadi satu dari empat naga Asia yang sukses menggeliat selain Korea Selatan, Taiwan, dan Hong Kong. Di antara berbagai pendekatan yang ada, konsep negara pembangunan (developmental state) banyak disebut mampu menjelaskan keberhasilan empat naga Asia.

Konsep negara pembangunan ini pada intinya mengedepankan intervensi negara secara terstruktur dalam sendi-sendi ekonomi, mengatur regulasi perekonomian, menentukan target industri unggulan, termasuk mengeluarkan kebijakan fiskal dan moneter yang mendukung (favorable) bagi pelaku industri. Dampaknya, bisa ditebak, kinerja ekonomi yang luar biasa.

Namun, konsep ini juga menuai kritik. Kuatnya intervensi negara sering menyebabkan masyarakat lemah tak berdaya menghadapi rezim yang berkuasa. Buku Ekonomi Politik Asia Timur (Wan, 2008) menyebutkan Singapura menjadi satu-satunya negara Asia yang berpendapatan tinggi (high income economies) yang masuk kategori demokrasi otoritarian (authoritarian democracy).

Sementara empat negara lain, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan menjadi negara demokrasi yang matang (consolidated democracy) serta Hong Kong yang di bawah pengaturan administrasi khusus. Fakta ini menunjukkan bagaimana hubungan antara keberhasilan pembangunan ekonomi dengan perubahan politik (rezim kekuasaan) di suatu negara. Hal terakhir ini yang selalu menjadi perdebatan sejauh mana keefektifan konsep negara pembangunan tersebut.

Warisan Kepemimpinan

Dalam khazanah bisnis terdapat cara pandang tentang kepemimpinan yang popular dengan sebutan Interactional Framework (Hughes, Ginnet, Curphy, 2005). Pemikiran ini merupakan pengembangan dari pendekatan kepemimpinan yang dikemukakan oleh Hollander (1978). Menurut pandangan ini, kepemimpinan merupakan hasil interaksi antara pemimpin (leader), pengikut (follower) dan situasi (situation).

Kepemimpinan merupakan proses interaksi dinamis antara pemimpin dan pengikut yang berlangsung dalam suatu situasi atau lingkungan tertentu. Dengan demikian, seorang pemimpin yang berhasil tidak dapat ditentukan semata-mata oleh pemikiran visionernya, karisma yang kuat, memiliki penampilan yang menarik, keahlian, dan faktor-faktor ideosinkretik lain.

Seorang pemimpin juga bergantung pada seberapa loyal, komitmen dan kepercayaan (trust) pengikut kepada pemimpinnya. Selain itu, situasi menempati peran yang tidak kalah penting. Situasi dapat diartikan dari sebuah kondisi yang tercipta karena penugasan kelompok kecil dalam organisasi, situasi dalam birokrasi, hingga konteks sosial, politik, ekonomi, dan keamanan dalam suatu negara.

Bila kita menggunakan pemikiran tersebut, kepemimpinan LKY memiliki karakteristiknya sendiri yang unik, kontekstual dan mungkin sulit direplikasikan pada konteks negara lain. LKY seorang pribadi yang memiliki kualitas pemimpin kelas dunia dan pekerja keras hingga akhir hayatnya.

Para pengikutnya dalam hal ini rakyat Singapura pun secara umum dapat dikatakan cukup loyal, memiliki komitmen mendukung dan memiliki tingkat kepercayaan tinggi pada pemimpinnya. Kurun waktu 1960an hingga 1990an merupakan sebuah situasi dan kondisi di mana terjadi perubahan yang dinamis dari tingkat domestik, regional, maupun global. Bila dikaitkan dengan model pembangunan di atas, model Singapura ini dapat dikategorikan sebagai rezim demokrasi otoritarian.

Dalam rezim ini cengkeraman kekuasaan politik menjadi panglima dan digunakan untuk mengedepankan kepentingan ekonomi yang telah ditetapkan oleh negara. Salah satu dampaknya adalah mengorbankan kebebasan sipil seperti kurang menghormati hak asasi manusia, termasuk nilai-nilai demokrasi. Penggunaan hak-hak sipil itu diatur secara ketat oleh negara.

Model kepemimpinan LKY ini ternyata banyak menginspirasi bahkan menjadi rujukan para pemimpin di beberapa negara seperti Ukraina, Georgia, hingga Rusia. Walaupun antara Singapura dan negara-negara Eropa Timur memiliki perbedaan konteks yang cukup besar. Kepemimpinan LKY yang unik, berkarakter visioner dan pekerja keras direduksi menjadi sekedar pemerintahan yang kuat sehingga cenderung memunculkan ciri kediktatoran.

Relevansi

Kesuksesan LKY membangun Singapura menjadi salah satu dari deretan negara maju di dunia menjadikannya sangat layak ditahbiskan sebagai Bapak Singapura. Setelah lengser sebagai perdana menteri, kemudian menjabat menteri senior merupakan salah satu bukti bahwa LKY berusaha menerapkan transisi yang smooth dan tidak menimbulkan riak-riak yang berarti.

LKY sebagai figur yang menjadi panutan rakyat Singapura, bahkan memberikan inspirasi bagi sebagian pemimpin dunia, saat ini sudah pergi. Tantangan Singapura saat ini adalah apakah putra tertuanya, Lee Hsien Loong, mampu meneruskan leadership legacy LKY ketika situasi pun telah berubah.

Apalagi pengikut pun mulai berubah dengan semakin sadar akan hak-hak sipil mereka. Bagi Indonesia yang saat ini sedang mengedepankan kehadiran negara (intervensi negara) di bidang-bidang kehidupan penting warga negara, tidak bisa begitu saja menggandakan model Singapura. Indonesia memang memiliki pemimpin yang hebat dan dipuja oleh para pengikutnya yang loyal.

Namun, situasi di Indonesia saat ini sangat dinamis dan pengikutnya pun kritis atas hak-hak sipil mereka. Sikap yang cenderung otoriter tentu tidak bisa diterapkan begitu saja. Akankah muncul model kepemimpinan Jokowi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar