Warisan Kepemimpinan Model Singapura
Tirta N Mursitama
; Guru Besar
Bisnis Internasional,
Departemen Hubungan Internasional, Binus University
|
KORAN
SINDO, 26 Maret 2015
Wafatnya Lee Kuan Yew (LKY), Bapak Singapura,
Senin dini hari lalu mendapat perhatian dunia. Paling tidak ada dua hal yang
menyebabkannya.
Pertama, faktor pribadi LKY yang dinilai
sangat luar biasa dalam mentransformasikan Singapura dari negara seukuran sebuah
kota yang hampir tidak dikenal dunia pada tahun 1960-an hingga masuk menjadi
jajaran elite negara di percaturan internasional saat ini. Kedua, menyangkut
masa depan Singapura setelah wafatnya LKY dan relevansinya bagi negara-negara
lain yang sedang membangun, termasuk Indonesia.
Model Pembangunan
Dalam literatur tentang keberhasilan
pembangunan di negara-negara Asia Timur dikenal istilah Keajaiban Asia Timur
(East Asian Miracle). Singapura
menjadi satu dari empat naga Asia yang sukses menggeliat selain Korea
Selatan, Taiwan, dan Hong Kong. Di antara berbagai pendekatan yang ada,
konsep negara pembangunan (developmental
state) banyak disebut mampu menjelaskan keberhasilan empat naga Asia.
Konsep negara pembangunan ini pada intinya
mengedepankan intervensi negara secara terstruktur dalam sendi-sendi ekonomi,
mengatur regulasi perekonomian, menentukan target industri unggulan, termasuk
mengeluarkan kebijakan fiskal dan moneter yang mendukung (favorable) bagi pelaku industri.
Dampaknya, bisa ditebak, kinerja ekonomi yang luar biasa.
Namun, konsep ini juga menuai kritik. Kuatnya
intervensi negara sering menyebabkan masyarakat lemah tak berdaya menghadapi
rezim yang berkuasa. Buku Ekonomi
Politik Asia Timur (Wan, 2008) menyebutkan Singapura menjadi satu-satunya
negara Asia yang berpendapatan tinggi (high
income economies) yang masuk kategori demokrasi otoritarian (authoritarian democracy).
Sementara empat negara lain, Jepang, Korea
Selatan, dan Taiwan menjadi negara demokrasi yang matang (consolidated democracy) serta Hong
Kong yang di bawah pengaturan administrasi khusus. Fakta ini menunjukkan
bagaimana hubungan antara keberhasilan pembangunan ekonomi dengan perubahan
politik (rezim kekuasaan) di suatu negara. Hal terakhir ini yang selalu
menjadi perdebatan sejauh mana keefektifan konsep negara pembangunan
tersebut.
Warisan Kepemimpinan
Dalam khazanah bisnis terdapat cara pandang
tentang kepemimpinan yang popular dengan sebutan Interactional Framework (Hughes,
Ginnet, Curphy, 2005). Pemikiran ini merupakan pengembangan dari
pendekatan kepemimpinan yang dikemukakan oleh Hollander (1978). Menurut
pandangan ini, kepemimpinan merupakan hasil interaksi antara pemimpin (leader), pengikut (follower) dan situasi (situation).
Kepemimpinan merupakan proses interaksi
dinamis antara pemimpin dan pengikut yang berlangsung dalam suatu situasi
atau lingkungan tertentu. Dengan demikian, seorang pemimpin yang berhasil
tidak dapat ditentukan semata-mata oleh pemikiran visionernya, karisma yang
kuat, memiliki penampilan yang menarik, keahlian, dan faktor-faktor
ideosinkretik lain.
Seorang pemimpin juga bergantung pada seberapa
loyal, komitmen dan kepercayaan (trust)
pengikut kepada pemimpinnya. Selain itu, situasi menempati peran yang tidak
kalah penting. Situasi dapat diartikan dari sebuah kondisi yang tercipta
karena penugasan kelompok kecil dalam organisasi, situasi dalam birokrasi,
hingga konteks sosial, politik, ekonomi, dan keamanan dalam suatu negara.
Bila kita menggunakan pemikiran tersebut,
kepemimpinan LKY memiliki karakteristiknya sendiri yang unik, kontekstual dan
mungkin sulit direplikasikan pada konteks negara lain. LKY seorang pribadi
yang memiliki kualitas pemimpin kelas dunia dan pekerja keras hingga akhir
hayatnya.
Para pengikutnya dalam hal ini rakyat
Singapura pun secara umum dapat dikatakan cukup loyal, memiliki komitmen
mendukung dan memiliki tingkat kepercayaan tinggi pada pemimpinnya. Kurun
waktu 1960an hingga 1990an merupakan sebuah situasi dan kondisi di mana
terjadi perubahan yang dinamis dari tingkat domestik, regional, maupun
global. Bila dikaitkan dengan model pembangunan di atas, model Singapura ini
dapat dikategorikan sebagai rezim demokrasi otoritarian.
Dalam rezim ini cengkeraman kekuasaan politik
menjadi panglima dan digunakan untuk mengedepankan kepentingan ekonomi yang
telah ditetapkan oleh negara. Salah satu dampaknya adalah mengorbankan
kebebasan sipil seperti kurang menghormati hak asasi manusia, termasuk
nilai-nilai demokrasi. Penggunaan hak-hak sipil itu diatur secara ketat oleh
negara.
Model kepemimpinan LKY ini ternyata banyak
menginspirasi bahkan menjadi rujukan para pemimpin di beberapa negara seperti
Ukraina, Georgia, hingga Rusia. Walaupun antara Singapura dan negara-negara
Eropa Timur memiliki perbedaan konteks yang cukup besar. Kepemimpinan LKY
yang unik, berkarakter visioner dan pekerja keras direduksi menjadi sekedar
pemerintahan yang kuat sehingga cenderung memunculkan ciri kediktatoran.
Relevansi
Kesuksesan LKY membangun Singapura menjadi
salah satu dari deretan negara maju di dunia menjadikannya sangat layak
ditahbiskan sebagai Bapak Singapura. Setelah lengser sebagai perdana menteri,
kemudian menjabat menteri senior merupakan salah satu bukti bahwa LKY
berusaha menerapkan transisi yang smooth dan tidak menimbulkan riak-riak yang
berarti.
LKY sebagai figur yang menjadi panutan rakyat
Singapura, bahkan memberikan inspirasi bagi sebagian pemimpin dunia, saat ini
sudah pergi. Tantangan Singapura saat ini adalah apakah putra tertuanya, Lee
Hsien Loong, mampu meneruskan leadership
legacy LKY ketika situasi pun telah berubah.
Apalagi pengikut pun mulai berubah dengan
semakin sadar akan hak-hak sipil mereka. Bagi Indonesia yang saat ini sedang
mengedepankan kehadiran negara (intervensi negara) di bidang-bidang kehidupan
penting warga negara, tidak bisa begitu saja menggandakan model Singapura.
Indonesia memang memiliki pemimpin yang hebat dan dipuja oleh para
pengikutnya yang loyal.
Namun, situasi di Indonesia saat ini sangat
dinamis dan pengikutnya pun kritis atas hak-hak sipil mereka. Sikap yang
cenderung otoriter tentu tidak bisa diterapkan begitu saja. Akankah muncul
model kepemimpinan Jokowi? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar