Olga, Meningitis, dan Rahasia Pasien
Badrul Munir
; Peneliti
neuro AIDS-ilmu penyakit saraf RS Saiful Anwar/Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya, Malang
|
JAWA
POS, 30 Maret 2015
DUNIA hiburan kembali
dikejutkan dengan meninggalnya artis dan komedian Olga Syahputra. Walau
almarhum telah lama sakit dan berobat di Singapura, kematiannya tetap
mengejutkan kita semua.
Satu hal yang sempat
menarik perhatian dan membuat penasaran para fans di tanah air adalah
penyakit apa yang telah diderita Olga. Sikap keluarga yang berusaha menutup
informasi penyakit Olga semakin menciptakan gosip yang tidak terkendali.
Akibatnya, dugaan yang bukan-bukan berkembang di media sosial.
Seolah sudah menjadi
aturan tidak tertulis bagi seorang selebriti dan public figure bahwa publik
pasti ingin mengetahui segala hal yang bersifat pribadi. Semakin ditutup
semakin penasaran dan inilah yang sering disiarkan oleh infotainment untuk
meningkatkan rating siaran.
Padahal, diagnosis
penyakit adalah sesuatu yang bersifat rahasia. Menyebarkan rahasia pasien,
termasuk diagnosisnya, adalah pelanggaran etis dan hukum yang serius. Bahkan,
dokter yang merawat akan memegang teguh rahasia pasien, kecuali ada kondisi
yang mengharuskan untuk membuka rahasia seperti bersaksi di depan pengadilan.
Itulah yang dijaga
oleh keluarga dan dokter yang merawat Olga, baik saat masih dirawat di
Jakarta maupun di Singapura. Sampai akhirnya Olga meninggal dan menurut
beberapa berita disebabkan oleh meningitis,
Namun, ada beberapa
orang yang mau dibuka diagnosis penyakitnya. Beberapa hari yang lalu bapak
pendiri Singapura Lee Kuan Yew juga mangkat dan dokter mengumumkan
penyebabnya adalah penyakit radang paru-paru (pneumonia). Hal ini memberikan
informasi kepada rakyat Singapura agar mereka lebih jelas dan mendoakan
mantan perdana menterinya. Perbedaan menyimpan atau menyiarkan rahasia pasien
(baca diagnosis) ini terletak dari tujuan informasi bagi publik dan dampak
penyakit terhadap reputasi pasien itu sendiri.
Meningitis
Menurut beberapa
berita, Olga meninggal karena meningitis. Meningitis merupakan
kegawatdaruratan di bidang penyakit saraf karena tingkat kematian dan
kecacatan akibat penyakit ini sangat tinggi.
Meningitis adalah
proses peradangan di selaput otak. Peradangan ini bisa disebabkan oleh
beberapa agen, antara lain, virus, bakteri, TB, bahkan jamur. Agen tersebut
mencapai selaput otak dengan cara ikut aliran darah, perjalanan langsung,
atau perambatan dari daerah infeksi dekat otak seperti infeksi telinga
tengah, sinusitis, dan lain-lain.
Otak dilapisi oleh
selaput atau pembungkus yang sangat kuat. Selaput ini disebut meningeal. Ada tiga lapisan selaput
otak yang sangat penting untuk melindungi otak. Akan tetapi, bila selaput ini
meradang, disebut meningitis.
Sebenarnya, angka
kejadian meningitis sedikit, berkisar 18–24/100.000 penduduk. Ada beberapa
kondisi yang rentan terhadap radang otak ini. Di antaranya, bayi atau balita,
terutama bayi prematur atau berat badan lahir rendah; orang usia lanjut;
penderita kencing manis atau sistem kekebalan tubuh yang menurun akibat
penyakit sebelumnya.
Sanitasi yang buruk
serta kumpulan orang yang berdesak-desakan juga mudah menularkan penyakit
ini. Karena itu, serangan meningitis sering terjadi pada jamaah haji saat
ritual ibadah haji.
Gejala yang muncul
pada awalnya badan terasa pegal dan lemah, takut melihat cahaya, kemudian
muncul gejala sakit kepala, panas badan tinggi, dan leher kaku (kaku kuduk).
Dalam perjalanan lebih lanjut, bisa terjadi gangguan memori, perubahan
perilaku, kejang, kelumpuhan, dan penurunan kesadaran.
Derajat penyakit
bergantung pada agen penyebab dan kondisi pasien. Apabila disebabkan virus,
harapan kesembuhan lebih tinggi daripada yang disebabkan bakteri dan TBC.
Begitu juga, kondisi tubuh penderita sangat memengaruhi proses penyembuhan.
Pada orang tua atau orang dengan sistem kekebalan tubuh yang menurun,
hasilnya akan kurang bagus.
Penanganan penyakit
ini sangat rumit dan harus dilakukan secepatnya. Sebab, sifat sel otak sangat
rentan terhadap kerusakan dan proses regenerasi otak sangat kecil. Sehingga
bisa terjadi kerusakan yang bersifat permanen serta meninggalkan gejala sisa
setelah pengobatan.
Pencegahan
Karena penyakit ini
sangat fatal, langkah terbaik adalah pencegahan. Beberapa tindakan yang baik
untuk mencegah, antara lain, imunisasi seperti yang dilakukan oleh calon
jamaah haji, mengonsumsi makanan bergizi, menghindari konsumsi alkohol dan
obat terlarang, serta rajin berolahraga.
Selamat jalan Olga, semoga damai di sisi-Nya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar