RIP Bapak Pembangunan Singapura
Mari Pangestu
; Mantan
Menteri Perdagangan;
Mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI
|
KOMPAS,
26 Maret 2015
Sulit membayangkan Singapura dan kawasan Asia
Tenggara tanpa mantan Menteri Mentor Lee Kuan Yew. Lee Kuan Yew (LKY) bukan
hanya Bapak Pembangunan Singapura, melainkan juga tokoh berpengaruh dalam
sejarah Asia Tenggara dan Asia secara lebih luas. Sampai kesehatannya menurun
beberapa tahun terakhir, suara dan pendapatnya masih terdengar dan sangat
relevan.
Kami sendiri pernah berinteraksi beberapa kali
dengannya.Setelah ia menjadi menteri senior dan kemudian menteri mentor, LKY
beberapa kali mengunjungi Indonesia dan mengundang beberapa tokoh untuk
mendapat penjelasan mengenai perkembangan Indonesia dan untuk memberikan
masukan. Masukannya selalu tajam dan tepat meski kadang sulit
diimplementasikan, seperti pembangunan infrastruktur sesegera mungkin.
Banyak yang sudah menulis atau memberi kesan
mengenai sosok LKY yang berani, tidak kompromi, pragmatis, mempunyai visi
yang jauh, strategis yang ulung, intelek yang luar biasa, seorang orator yang
karismatik, dan disiplin yang tinggi.
Namun, yang hendak saya angkat adalah LKY
sebagai Bapak Pembangunan Singapura. Saat ini Singapura sudah merdeka dan
berkembang selama lima dekade. Tiga dekade dari lima dekade itu di bawah LKY
langsung sebagai PM, dan setelah itu, ia juga masih berpengaruh.Yang sering
disebut adalah bahwa ia berhasil menjadikan Singapura, sebuah pulau yang tak
memiliki sumber daya atau pasar dan hanya suatu pelabuhan entre port, menjadi
negara maju, pusat dagang dan keuangan internasional. Para kritik juga
menganggap bahwa cara yang digunakan semi-otoriter dan bahwa apa yang dilakukan
mudah karena hanya satu pulau.
Namun, bagi saya yang lebih menarik adalah
bagaimana LKY bisa mempunyai visi untuk pembangunan berkelanjutan, jauh
sebelum kita menggunakan istilah sustainable development. Menurut Prof
Jeffrey Sachs, pakar pembangunan dan pemberantasan kemiskinan, esensi dari
pembangunan berkelanjutan adalah pendekatan holistik dan terintegrasi dengan
tujuan ekonomi, sosial, inklusif, dan tidak merusak lingkungan, dengan
pendekatan yang berbasis menyelesaikan permasalahan dengan tata kelola
pemerintahan yang baik.
Membangun SDM
Mungkin karena tantangan demikian berat pada
awal sejarah Singapura, apalagi setelah pecah dari Malaysia, dengan tak punya
sumber daya, pasar dan bahkan air harus didatangkan dari Malaysia, ada suatu
visi besar yang terfokus pada sumber daya satu-satunya—sumber daya manusia
(SDM). Bagi LKY, sangat penting membangun SDM, membuat rakyatnya nyaman dan
bahagia hidup di Singapura.
Maka, dari awal pembangunan Singapura, visi
LKY adalah pemberian subsidi bagi pendidikan, kesehatan, dan perumahan bagi
semua rakyat. Housing Development Board
(HDB) dibentuk tahun 1960 dan dalam tiga tahun 20 persen penduduk sudah
menempati hunian yang disubsidi pemerintah. Pada 2011, 85 persen dari
penduduk sudah menempati rumah susun HDB.
Mengenai pendidikan, saya kebetulan sekolah di
Singapura tahun 1970-an. Saya mengalami langsung bagaimana pendidikan di
Singapura yang disiplin, keras, menuntut persaingan yang ketat, dan
mengajarkan tidak hanya harus baik secara akademis, tetapi juga dalam
olahraga, kegiatan komunitas, dan berbagai kegiatan lain.
Masih kuat dalam ingatan, walaupun saya bukan
orang Singapura, betapa bangganya perasaan kami mewakili sekolah, dan ikut
berbaris dan memberi hormat kepada PM LKY pada parade hari nasional Singapura.
Saya juga rasakan sumbangan pendidikan yang saya peroleh di Singapura
terhadap perkembangan kapasitas saya pada kemudian hari.
Untuk memberikan kesempatan yang sama, sejak
1960-an Singapura mempunyai Womens Charter, yang memberi hak yang sama antara
perempuan dan laki-laki. Hal tersebut, antara lain, akses pendidikan yang
sama untuk perempuan dan laki-laki serta hak memilih. Bahkan, ada peraturan
monogami, terkecuali untuk yang beragama Islam yang sesuai hukum agamanya.
Hal lain yang dilakukan LKY, karena ia sangat
percaya pentingnya kelembagaan pemerintah yang bersih dan bertanggung jawab
kepada rakyatnya, dari awal ia sangat keras perihal korupsi. Pada saat saya
sekolah di Singapura tahun 1970-an, berlangsung beberapa kampanye anti
korupsi. Saya masih ingat bahwa pada waktu itu jika ada pejabat pemerintah
yang terjerat korupsi, sidangnya ditayangkan di televisi setiap hari.
Tujuannya, pertama, untuk memberi sanksi berat
secara hukum dan sosial. Kedua, efek jera untuk mencegah korupsi lebih lanjut.
Sekarang Singapura dinilai sebagai salah satu negara yang memiliki pemerintah
yang efisien dan bersih, dan ini menarik investasi dan menciptakan iklim yang
kondusif.
Sementara mengenai lingkungan hidup, salah
satu keberhasilan LKY adalah menciptakan Singapura sebagai Garden City, jauh
sebelum gerakan hijau menjadi populer seperti sekarang. Proses dan kebiasaan
penanaman pohon dimulai tahun 1963, dan tahun 1980 Singapura sudah 10 persen
lebih hijau. Sekarang mungkin setengah dari Singapura sudah dihijaukan
melalui suatu proses penataan yang baik. Gerakan kebersihan yang
berkelanjutan juga diperkenalkan, antara lain, lewat pengenaan denda untuk
membuang sampah sembarangan sehingga hal tersebut menjadi kebiasaan.
Akhir kata, di luar kehebatan sosok LKY dan
visi ekonomi berkelanjutan, LKY juga seorang bapak dan kakak yang mengayomi
serta menjaga keluarganya dengan baik. PM Lee Hsien Loong menyatakan, ”Dia
adalah seorang bapak bagi saya, dan bagi orang Singapura adalah Bapak
Singapura.”
Dan, LKY adalah seorang suami yang menemukan
teman hidup sejati (soul mate)-nya.
Saya sangat terharu dan meneteskan air mata sewaktu membaca bahwa salah satu
permintaan terakhir LKY yang disampaikan kepada anak perempuannya adalah agar
sebagian abu jenazahnya dicampur dengan abu mendiang istrinya, dan abu
keduanya ditaruh berdampingan. ”Kami bersama dalam hidup, dan saya ingin abu
kami bersatu setelah kehidupan kami berakhir,” ujarnya.
Selamat tinggal dan RIP, Bapak Pembangunan Singapura. Tak banyak tokoh seperti Bapak yang legacy-nya akan berkelanjutan jauh
setelah Bapak tiada. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar