Perlindungan Kontraktor Nasional
Sarwono Hardjomuljadi ;
Pengamat
Konstruksi
|
KOMPAS,
31 Maret 2015
Tahun 2016
merupakan tahun yang penuh tantangan bagi sektor jasa konstruksi, dengan
masuknya Indonesia ke dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) karena MEA akan
membuka peluang masuknya kontraktor asing berskala besar.
Masuknya
kontraktor asing ke Indonesia ini diakui atau tidak akan dapat mendesak usaha
jasa konstruksi, khususnya penyedia jasa kontraktor nasional, sesuatu yang
sebenarnya saat ini telah terjadi secara lambat, tetapi pasti pada usaha jasa
konstruksi lain, yaitu jasa konsultan.
Jasa
konsultasi yang memerlukan kompetensi tertentu dihadapkan pada posisi yang
sulit karena tenaga ahli sejenis dari negara tetangga di ASEAN merupakan
pesaing pada saat ini, karena kepercayaan (trust) yang berlebihan pada ”ahli internasional” sesuatu yang
disalahartikan sebagai seorang ”ahli yang berasal dari luar negeri”, yang
sebenarnya belum pasti mempunyai kualifikasi internasional. Demikian pula
sebaliknya, ”ahli yang berasal dari dalam negeri” sebenarnya banyak yang
berkualifikasi internasional.
Merugikan
Tantangan
kita adalah bagaimana meningkatkan kepercayaan dari bangsa Indonesia sendiri
dalam hal ini selaku pengguna jasa. Dalam hal proyek-proyek dibiayai dengan
pinjaman ketat dari negara tertentu, sudah pasti disyaratkan kontraktor
haruslah dari negara pemberi pinjaman tersebut, sebaliknya negara tujuan
mensyaratkan bahwa kontraktor luar negeri yang akan bekerja di negara tujuan
harus bekerja sama dengan kontraktor nasional di negara tersebut dalam bentuk
joint operation (JO) ataupun
sebagai subkontraktor.
Pada umumnya,
pemerintah negara tujuan lebih melihat bahwa JO lebih baik karena kontraktor
nasional akan bersanding dan setingkat dengan mitranya dari luar negeri,
sebaliknya posisi subkontraktor hanyalah mengerjakan perintah perusahaan
asing yang jadi kontraktor utama yang jelas posisinya tak setingkat dengan
kontraktor luar negeri sebagai mitra.
Pada saat
suatu kontraktor JO antara kontraktor luar negeri dan kontraktor nasional
mengajukan penawaran tender, dilampirkan suatu affidavit bahwa telah dilakukan kesepakatan JO dalam pelaksanaan
proyek yang akan didapat, yang ditandatangani di atas meterai.
Pada
kenyataannya, dalam pelaksanaan perjanjian kemitraan (joint operation agreement/JOA) yang ada selama ini, jika JOA
sejenis ini terus dilakukan ke depan, habislah riwayat kontraktor nasional
yang menjadi mitra kontraktor asing.
Dalam suatu
JOA bidang jasa konstruksi di Indonesia dikenal dua bentuk utama kemitraan,
yaitu semua pekerjaan di bawah mitra utama (leading party) atau dibagi dengan
setiap mitra melaksanakan pekerjaan tertentu.Contohnya, pada bentuk JOA
pertama, banyak terdapat pasal sangat unilateral.
Misalnya,
kedua pihak sepakat menunjuk mitra perusahaan asing (sebut saja YYY) dengan
porsi saham 60 persen sebagai leading
institution dan project manager.
Ia berhak menunjuk seorang general
superintendant yang dapat bertindak sendiri dengan tanggung jawab yang
sifatnya sole responsibility,
dengan catatan dalam beberapa hal khusus yang sangat substansial dapat
persetujuan lebih dulu dari Komite Pengawas dengan komposisi keanggotaan 2
berbanding 1.
Dari sini
dengan mudah dapat dipahami bahwa tindakannya pastilah demi keuntungan
sepihak, yakni kontraktor luar negeri. Para pihak memberikan kuasa kepada YYY
sebagai leader dan pengelola proyek
(project manager) dan untuk dan
atas nama JO sebagai penandatangan tunggal dari kontrak-kontrak dengan semua
subkontraktor, pemasok, dan lain sebagainya.
Dari ketiga
pasal di atas, jelas terlihat bahwa YYY, kontraktor luar negeri, menjadi
mitra utama (leader) dan pengelola proyek yang mempunyai hak penuh untuk mengadakan
hubungan dengan pihak ketiga dan seterusnya. Pengelola proyek (dalam JOA
adalah YYY) bertanggung jawab kepada komite manajemen yang anggotanya adalah
3 berbanding 1, sehingga apa pun usulan pengelola proyek, dalam kaitannya
dengan hubungan kemitraannya, dapat dipastikanakan disetujui operation
committee.
Kontraktor
nasional (ZZZ) dengan saham 40 persen berhak mengusulkan seseorang sebagai
wakil manajer proyek, dengan tugas pokok ”patuh, mendukung, dan membantu
pengelola proyek” dan bertanggung jawab kepada pengelola proyek (YYY) dalam
pelaksanaan pekerjaan.
Hampir semua
pasal penuh dengan pagar-pagar pengaman yang membatasi gerak dari kontraktor
nasional. Bahkan, dalam hal kontraktor nasional lalai atau melakukan
penyimpangan, pihak yang lain tidak ikut bertanggung jawab.
Jadi, posisi
kontraktor nasional sebagai mitra suatu JO dengan kontraktor luar negeri di
bidang jasa konstruksi tidak lebih sebagai pelengkap untuk memenuhi aturan
perundangan dan justru sangat merugikan. Kontraktor nasional wajib menyetorkan
share-nya sebesar 40 persen tanpa hak apa pun dalam pengelolaan proyek
sehingga tidak lebih sebagai pemberi modal bagi JO. Hal ini sesuatu yang
penulis yakini bukanlah keinginan pemerintah saat mewajibkan kontraktor luar
negeri bermitra dengan kontraktor nasional.
Penulis
meyakini bahwa dengan bentuk JOA semacam ini, tidak ada nilai tambah apa pun
bagi kontraktor nasional dan bahkan menjadi suatu hal yang membahayakan pada
saat berlakunya MEA 2016.
Pada JOA
bentuk kedua di mana setiap pihak melaksanakan bagian tertentu dari
pekerjaan, terdapat pula suatu pasal yang merupakan tambahan pasal yang ada
pada hampir semua JOA bentuk ini, yang menyebutkan kerugian akibat kelalaian
setiap pihak merupakan tanggung jawab sendiri.
Melihat kedua
bentuk dasar JOA di bidang jasa konstruksi di atas, sebenarnya JO dengan
pihak asing tak punya nilai tambah bagi kontraktor nasional. Baik
pembelajaran teknis maupun pembelajaran manajemen kontrak, tidak didapat oleh
kontraktor nasional dengan bentuk JOA semacam ini.
Dalam rangka
MEA 2016, kini saatnya pengguna jasa dalam hal ini pemerintah masuk lebih
dalam lagi dan tak hanya percaya pada affidavit yang dilampirkan saat
penyampaian tender, tetapi juga menelaah JO yang dibuat. Hak pengguna jasa
untuk mendalami JOA yang dibuat oleh penyedia jasa tidak dilarang.
Bahkan, dalam
rangka kesetaraan hak dan kewajiban, Federasi Internasional Konsultan
Engineering (Federation Internationale
des Ingenieurs-Conseils/FIDIC)—yang diakui di dunia internasional sebagai
lembaga yang menerbitkan standar kontrak internasional (dikenal sebagai FIDIC
Conditions of Contract for Construction)
menyatakan dengan jelas bahwa kontraktor harus mendapatkan kejelasan dari
pengguna jasa, tentang kemampuan membayar mereka yang tentunya dapat ditafsirkan
bahwa pihak pengguna jasa juga punya hak mengetahui bahwa kontraktor akan
dapat mengerjakan pekerjaannya sesuai kontrak dengan baik atau tidak.
Subkontraktor
Kedudukan
kontraktor nasional selaku mitra kontraktor luar negeri, dalam hal ini
sebagai kontraktor, sebenarnya sangat jelas dan menurut pendapat penulis
dapat dilaksanakan dengan lebih adildan berimbang karena pengikatan
kontraknya dapat dibuat dengan mempergunakan FIDIC Conditions of Contract for Subcontractor, yang akan berjalan baik
apalagi jika perjanjian kontrak antara pengguna jasa dan kontraktor utama
adalah menggunakan standar kontrak ini.
Sebagai
subkontraktor dari kontraktor luar negeri, nasib kontraktor nasional juga
cukup menderita karena dari dua cara pembayaran hasil pekerjaan yang dikenal,
yaitu pay when paid dan pay if paid, kontraktor luar negeri
biasanya akan menggunakan pay if paid.
Pembayaran pay if paid ini tak
punya batasan waktu karena subkontraktor akan dibayar jika kontraktor utama
dibayar oleh pengguna jasa. Berbeda dengan pay when paid yang dibayarkan pada saat yang sama ketika
kontraktor utama menerima pembayaran dari pengguna jasa.
Dari kedua bentuk
di atas, penulis lebih memilih perjanjian kemitraan dalam bentuk
subkontraktor karena kontraktor nasional yang bertindak selaku subkontraktor
dalam pekerjaan tertentu, sudah pasti punya keahlian khusus, di samping
perjanjian kontraknya lebih jelas adil, transparan, dan berimbang.
Sebaliknya, JOA sangat tertutup. Seandainya pemerintah menginginkan adanya
JOA, sebagai upaya perlindungan kontraktor nasional pemerintah sebaiknya
menerbitkan formulir standar (standard
form) untuk JOA.
Bagi
kontraktor nasional, hendaknya tak hanya berpikir sesaat untuk mendapatkan
proyek saja, tetapi berpikir lebih mendalam tentang bagaimana menyelesaikan
proyek dengan memikirkan juga semua risiko akibat JOA.
Kedudukan
kontraktor luar negeri sebagai leading
party dan manajer proyek akan menempatkan mitra kontraktor nasional pada
posisi sulit karena setelah selesainya proyek, kontraktor luar negeri akan
meninggalkan Indonesia sehingga semua tanggung jawab akan melekat pada
kontraktor nasional dan pengguna jasa. ●
|
Kepada Yth.
BalasHapusBagian Ekspor - Import & Domestics
Dengan Hormat,
Perkenalkan kami dari PT.MEGATON SAMUDERA ASIA International Freight Forwarding, melayani pengirimam dengan pembelian EX WORKS, FOB, C&F, CIF, dari seluruh Negara dan service yang kami tawarkan sebagai berikut :
Ø Sea and Air Cargo Service
Ø Customs Clearance Service
Ø International Courier Services
Ø Jasa Import Door To Door
Ø Import Borongan Mesin Bekas
Ø Undername Import KUOTA SPI Biji Plastik
Ø Undername Import KUOTA SPI Besi & Baja
Ø Borongan ( All-In )
Ø Undername (Penyewaan Consegnee)
Demikianlah Penawaran Jasa ini kami ajukan Kepada Perusahan yang Bpak/Ibu Pinpin Semoga terjalin kerjasama dengan Baik Untuk yang akan datang, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.
PT.MEGATON SAMUDERA ASIA
Gedung Pembina Graha Lt. 02 Room. 221
Jl.D.I Penjaitan No.45 Rawa Bunga Jakarta 13350
Contact :
Tlp : +62 21 – 8591 7799
Fax : +62 21 – 2232 6705
Web : www.importundername.com
Web : www.msalogistics.co.id
Web : www.undernameimport.com
Web : www.profesionalcustoms.com
BP. ZAIN
Hp.Wa 08124888854
Hp.Wa 08122223856
Inilah waktu yang tepat untuk membuat desain web anda tampil menarik dan punya daya jual tinggi , Jangan sampai anda kehilangan calon pelanggan cuma karena web tidak nyaman dan kurang menarik perhatin , Klik di sini
BalasHapusJasa Desain Web Blog Murah