Abdee
Slank dan Keajaiban Ginjal
Djoko Santoso ; Guru Besar
Unair; Ahli Ginjal RSUD dr Soetomo Surabaya
|
JAWA
POS, 23 Maret 2015
PENGGEMAR
Slank tentu sedih ketika mendengar kabar bahwa Abdi Negara Nurdin alias Abdee
terpaksa minggir dari kegiatan panggung. Gitaris yang memberikan warna kuat
pada lagu-lagu Slank itu harus berfokus mengurusi gangguan ginjalnya. ”Udah
empat tahun saya coba bertahan tanpa cuci darah atau transplant, tapi berat
ya. Harus setiap hari pusing, mual, lemes, stadiumnya udah akhir,” kata Abdee
seperti dikutip detikcom (17/3).
Selama
ini, dia harus bolak-balik ke dokter untuk mengurangi penderitaannya,
termasuk ke pengobatan alternatif, apa pun artinya itu. ”Memang harus
transplant,” kata dia pada akhirnya. Semakin kronis penyakit ginjal, memang
makin sempit pilihan pengobatannya. Kalau dua ginjal sudah benar-benar tak
berfungsi, apa boleh buat, harus diganti.
Kabar
dari dunia panggung itu menjadi kado sedih sekaligus pengingat bagi Hari
Ginjal Sedunia (World Kidney Day/WKD) Ke-10 yang baru diperingati 12 Maret
lalu. Lebih dari 150 negara menggarisbawahi pentingnya kesadaran kesehatan
sepasang organ yang kadang disebut sebagai buah pinggang itu.
Tema
WKD, Kesehatan Ginjal untuk Semua, sangat serius meski terasa klise. Penyakit
ginjal kronis (PGK) bisa menyerang segala usia, segala kelompok pendapatan,
dan etnis seluruh belahan dunia. Namun, penyakit penyerta PGK jauh lebih
kompleks pada negara berkembang, termasuk angka morbiditas (kesakitan) dan
mortalitas (kematian). Layanan publik yang belum memadai serta kurangnya
jumlah dokter, termasuk di negeri kita, turut mempersakit pengidap PGK.
PGK
juga sangat memukul rencana hidup. Terlebih bila yang terkena PGK adalah
tiang nafkah keluarga. Kondisi itu akan berat bagi suami/istri dan anak-anak
mereka. Seperti halnya Abdee yang tak bisa melanjutkan profesinya dengan
normal, begitulah yang dialami banyak penderita PGK.
Mengacu
pada pengakuan Abdee yang menghadapi PGK empat tahun tanpa cuci darah
(hemodialisis) dan transplantasi, artinya pertahanan tubuh Abdee cukup kuat.
Racun yang menumpuk di tubuh karena tak tercegat ginjal belum membuat mual,
muntah, dan koma. Air yang tergenang di tubuhnya belum membuat sesak di paru.
Tubuh belum terkena hipokalsemia (kadar kalsium darah begitu rendah sehingga
bisa kejang).
Selain
itu, tubuh Abdee belum mengalami problem hiperkalemia. Yakni, kadar kalium
darah tinggi sekali sehingga membuat otot tubuh setengah lumpuh, kaki tidak
bisa digerakkan, pompa otot jantung tidak efektif, hingga paru-paru tergenang
air sehingga sesak hebat, bahkan henti jantung mendadak yang dikenal sebagai
heart attack.
Tetapi,
tentu saja dengan ginjal yang tak berfungsi, pertahanan tubuh itu lama-lama
sampai ke batas. PGK lazimnya terpaksa bersahabat dengan dialisis (cuci darah
dengan mesin/hemodialisis atau kantong perut/CAPD) yang mahal itu. Di
Indonesia, yang rata-rata berpenghasilan USD 3.500 per kapita per tahun,
biaya cuci darah USD 6.500–USD 10.000 per tahun. Lebih dari dua kali
pendapatan. Bukan berarti negara maju lebih ringan. Untuk Amerika Serikat
dengan pendapatan USD 20.000 per kapita per tahun, biaya cuci darah USD
60.000. Malah tiga kali lipat pendapatan.
Peta Jalan Termurah
Problem
PGK itu harus dijawab. Apa yang dialami Abdee itu ”mewakili” ratusan ribu
kasus serupa di Indonesia. Jauh lebih banyak pengidap PGK yang menderita
dalam kesendirian, jauh dari sorotan. Mereka mengatasi PGK dengan pilihan
mereka sendiri, sesuai dengan kemampuan. Kalaupun sekarang ada BPJS
Kesehatan, selain belum bisa meng-cover semua pasien PGK, problem ginjal itu
bisa membuat jebol pendanaan BPJS.
Tetapi,
bukan berarti jalan sudah buntu. Saatnya kita lebih serius menyambut
panggilan nurani untuk mengurangi beban tumbuhnya PGK. Langkah termurah
tetaplah menelusuri peta jalan rasional via pencegahan (preventif). Itu
dibarengi deteksi dini dan pengobatan serta tindak lanjut yang memadai agar
tak sampai jadi PGK.
Penting
mengingatkan siapa pun untuk selalu sadar sesadar-sadarnya bahwa ”ginjal itu
menakjubkan”. Organ yang besarnya hanya sekepal tangan tersebut tetap jauh
lebih ajaib dan unggul ketimbang tiruannya, yakni mesin cuci darah yang
sebesar kulkas kecil itu. Ginjal mengandung sejuta gelung darah, mampu
melakukan banyak tugas penting untuk membuat kita tetap sehat. Di antaranya,
menyeimbangkan air tubuh, menyingkirkan limbah tubuh, menghasilkan hormon,
mengatur tekanan darah, berfungsi dalam pembuatan sel darah merah, dan
menjaga kesehatan tulang.
Hebatnya
lagi, dari 1.000 liter darah yang disaring, dihasilkan 100 liter cairan yang
semuanya dikembalikan ke tubuh dan hanya sisa 1,5 liter yang jadi air seni
beracun setiap hari!
Cermati
pula, diabetes dan tekanan darah tinggi menjadi faktor risiko utama
terjadinya PGK. Abdee juga menyebut penyakitnya disebabkan tekanan darah
tinggi. Hindari faktor-faktor gaya hidup yang dapat meningkatkan risiko
pengembangan penyakit kronis.
Sisi
pencegahan lainnya adalah perlu mendidik semua kalangan profesional medis
tentang peran utama mereka dalam mendeteksi dan mengurangi risiko PGK.
Terutama pada orang berisiko tinggi. Perlu mendorong program skri- ning
sistematis akan ancaman PGK pada semua pasien dengan diabetes dan
hipertensi.?
Para
pihak seperti otoritas kesehatan, para profesional kesehatan, NGO, ulama, pastor,
hingga aktivis sosial harus terlibat aktif dalam program itu. Khususnya
otoritas pemerintah kita dorong untuk mengambil tindakan dan berinvestasi
dalam skrining ginjal lebih lanjut untuk mengendalikan epidemi PGK.
Adapun
pesan sentral di Hari Ginjal Sedunia, gagal ginjal kronis memang penyakit
umum dan berbahaya, tapi dapat dicegah dan diobati. Hari Ginjal Sedunia
mengingatkan bahwa kita harus merawat anugerah Allah SWT di dalam pinggang
kita itu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar