Kejutan
Ahok
Deddy S Bratakusumah ; Praktisi
Pemerintahan
|
DETIKNEWS,
25 Maret 2015
Tekad Ahok untuk menghilangkan dana siluman
dari RAPBD Provinsi DKI Jakarta tahun 2015 telah mendapatkan perlawanan yang
sengit dari DPRD Provinsi DKI Jakarta, berupa penggunaan Hak Angket dan tidak
mengesahkan Raperda tentang APBD tahun 2015.
Keduanya memang merupakan hak dan fungsi dari
DPRD. Jadi dari sisi mekanisme ketatanegaraan di daerah, tindakan DPRD ini
adalah hal yang legal. Yang luar biasa, adalah tekad Ahok untuk menghilangkan
atau mengurangi korupsi dengan mencegahnya ditingkat perencanaan dan
penganggaran.
Kejutan Ahok ini akan membuahkan prestasi
tersendiri, setidaknya Jakarta akan tercatat sebagai pemerintah daerah yang
pertama kali menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) sebagai dasar hukum
pelaksanaan APBD. Dari perkembangan yang terjadi, nampaknya penggunaan Pergub
dalam APBD Provinsi Jakarta tahun 2015 tidak akan dapat dihindari, mengingat
berbagai mediasi, bahkan sampai Wapres JK menengahi pun tidak didapat
kemufakatan, atau kompromi sekalipun. Kedua belah pihak, pimpinan DPRD maupun
Gubernur bersikukuh pada pendiriannya.
Peraturan Kepala Daerah, dalam hal ini Pergub
sebagai legitimasi APBD sebenarnya sudah diatur secara tegas di dalam
berbagai peraturan perundangan, antara lain pada Pasal 46, PP No 58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, diperkuat lagi dengan Pasal 313, UU
No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Berbagai ketentuan perundangan
ini dirancang sebagai 'katup pengaman', manakala terjadi kebuntuan seperti
Jakarta saat ini, karena pada hakekatnya proses penetapan anggaran merupakan
proses politik.
Konsekuensi lain dari keterlambatan pengesahan
anggaran ini sebenarnya tidak hanya terbitnya Pergub, melainkan juga tidak
dibayarkannya hak keuangan anggota DPRD selama 6 bulan, sebagaimana diatur di
dalam pasal 312, ayat 2, UU No 23 Tahun 2014 tersebut. Tentu pengenaan sanksi
ini harus didahului dengan proses penyidikan untuk menentukan siapa yang
membuat keterlambatan pengesahan. Apabila keterlambatan akibat dari polah
eksekutif maka hak keuangan masih bisa dibayarkan, namun apabila
keterlambatan akibat dari keengganan atau keterlambatan DPRD membahas RAPBD
maka hak keuangan anggota dewan tidak dibayarkan.
Akibat Fiskal dan
Pembangunan
Dengan tidak disahkannya RAPBD Provinsi DKI
Jakarta tahun 2015, maka anggaran penerimaan dan pendapatan Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta untuk tahun 2015 akan menggunakan pagu setingi-tingginya
sama dengan pagu APBD tahun 2014. Dari data yang didapat, pagu APBD Provinsi
DKI Jakarta pada tahun 2014 adalah sebesar Rp 72,9 triliun, sedangkan RAPBD
tahun 2015 direncanakan sebesar Rp 73,08 triliun. Dari sisi jumlah terdapat
perbedaan sekitar Rp 180 miliar. Selisih pagu ini tidaklah besar, hanya 0,2%,
namun dari sisi perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan hal ini akan
berdampak sangat besar.
Sangatlah lumrah apabila program pembangunan
atau belanja modal pada tahun 2015 tidak sama dengan tahun 2014. Misalnya
saja, pada tahun 2014 Program Tata Air melaksanakan normalisasi Kali A,
sementara pada tahun 2015 kali A tersebut sudah tidak memerlukan dana lagi.
Lantas dana tersebut akan dikemanakan?
Ketentuan revisi anggaran terhadap APBD dengan
legitimasi Pergub belum ada. Kondisi seperti ini akan merepotkan berbagai
ketentuan administratif, baik pelaksanaan program maupun pertanggung jawaban
dan pada gilirannya akuntabilitas program. Selain itu juga berbagai rencana
yang sudah tertuang didalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) akan terhambat pencapaiannya.
Dengan demikian, kejutan Ahok ini telah
menyadarkan kita semua, setidaknya ada celah peraturan perundangan yang belum
lengkap manakala terbit Peraturan Kepala Daerah sebagai legitimasi APBD.
Apabila Pergub tentang APBD Provinsi DKI Jakarta jadi diterbitkan, maka
Kementerian Dalam Negeri beserta unsur pusat lainnya harus segera kerja
cepat, cerdas dan tangkas menyiapkan berbagai peraturan untuk memfasilitasi
kejutan Ahok ini. Mulai dari tata cara pengesahan, tata cara revisi baik
rencana pembangunan maupun anggaran sampai dengan tata cara pertanggung
jawaban dan akuntabilitas.
Marilah kita bekerja untuk memperbaiki negeri
ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar