Mental
Model Kepala Sekolah
Ahmad Baedowi ; Direktur
Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 02 Maret 2015
MENTAL model ialah ciri yang harus
melekat pada diri seorang pemimpin di lembaga pendidikan. Dalam pandangan
Peter Senge (2003), mental model adalah sejenis disiplin yang merefleksikan
kemampuan seseorang dalam mengembangkan persepsi dan kepedulian terhadap apa
yang terjadi di sekitar mereka. Dalam konteks sekolah, seorang kepala sekolah
seharusnya memiliki mental model, mental untuk menjadi anutan, yang kuat
dalam rangka mengajak para guru dan siswa untuk berbagi dan saling berterus
terang tentang segala hal tanpa perlu takut dan tertekan. Seberapa banyak
kita memiliki kepala sekolah yang menyadari arti penting mental model dalam
organisasi sekolah?
Penelitian tentang efektivitas
sekolah merupakan wilayah yang tumbuh dan berkembang pesat dalam dua dekade
terakhir ini, baik di negara-negara maju seperti Amerika dan Inggris serta
negara-negara berkembang.Beberapa temuan dari studi itu, misalnya, ditulis
Reynolds et al, (1999) Improving
Schools: Performance and Potential, yang menyebutkan pentingnya
memperhatikan sikap dan gaya kepemimpinan sekolah yang efektif dan mudah di
contoh para kepala sekolah di mana pun mereka berada.Delapan karakter
Beberapa penelitian penting dalam pengembangan kepemimpinan sekolah
berkualitas menyebutkan setidaknya ada delapan karakter dasar bagaimana
effective school leader dapat tumbuh dan berkembang. Pertama, seorang kepala
sekolah harus menyadari pentingnya menjaga visi dan misi sekolah yang
dirumuskan secara bersama.
Dalam banyak kasus, sekolah-sekolah di Indonesia
jarang sekali melakukan praktik perumusan visi-misi sekolah secara bersama.
Padahal, kemampuan kepala sekolah dalam memimpin dan menjaga visi, misi, dan
tujuan sekolah sangat dibutuhkan dalam rangka mengakomodasi kebutuhan
internal dan eksternal sekolah, sebuah kemampuan manajerial berkesinambungan
yang selalu memperhatikan aspirasi `atas-bawah' seluruh stakeholder sekolah (Murphy and Louis, 1994).
Kedua, kemampuan mengembangkan
partisipasi guru dan siswa. Peranan kepala sekolah sebagai seorang manajer
sekaligus fasilitator harus mengemuka pada tahap ini. Indikasi kuat sebuah
kepemimpinan sekolah yang efektif dapat tergambar dari seberapa besar
partisipasi guru dalam menyemai proses pembentukan budaya sekolah yang
positif bagi pengembangan bakat dan minat siswa, serta prinsip-prinsip share-leaders dibangun dengan penuh
kepercayaan dan kesadaran (Teddlie and
Stringfield, 1993).
Karakter ketiga yang patut
dijadikan indikator kepemimpinan sekolah yang efektif ialah kepedulian kepala
sekolah terhadap proses pengajaran. Paradigma tentang instructional leadership harus terus dikembangkan seiring dengan
berkembangnya metodologi pengajaran yang inovatif dan menyenangkan.
Karakter
ketiga itu merupakan sepertiga indikator keberhasilan kepemimpinan sekolah
yang efektif (Levine, 1990). Dalam
praktiknya, adalah kewajiban dari kepala sekolah untuk secara rutin
berkunjung ke kelas-kelas, memonitor sekaligus membimbing para guru dan siswa
untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Menjadi partner dalam sebuah
proses pembelajaran kolaborasi ialah bukti lain dari sifat dan karakter
kepala sekolah yang peduli pada proses belajar-mengajar yang terjadi di
kelas.
Direct monitoring ialah karakter keempat yang dibutuhkan seorang kepala
sekolah. Kemampuan mengelola sumber informasi pembelajaran melalui personal
monitoring merupakan kelengkapan manajerial sekolah berciri efektif. Bahasa
birokrasi negeri ini menyebutnya dengan inspeksi mendadak (sidak), sebuah
kemampuan mendeteksi persoalan secara natural yang disebut Peter and Waterman
(1982) sebagai `management by wandering
around'. Jika proses itu berlangsung efektif, dapat dipastikan bahwa
sekolah tersebut memiliki potensi untuk mengembangkan budaya sekolah yang
positif.
Ciri kelima dari sekolah yang
efektif ialah adanya kebijakan yang transparan dan terbuka dalam proses
seleksi atau rekrutmen guru dan tenaga administratif sekolah. Jika proses
seleksi memiliki standar baku dan metode yang terukur dan terencana dengan
baik, dapat dipastikan bahwa sekolah tersebut memiliki kesadaran yang
sungguh-sungguh terhadap pentingnya standarisasi mutu guru dan sumber daya
kependidikan sekolah yang baik. Dalam perspektif administrasi sekolah,
prinsip-prinsip hands-on staffing
juga diperlukan untuk melihat bagaimana tipologi monitoring dan supervisi
kelas akan dijalankan, dukungan dinas pendidikan terhadap kemampuan mengajar
guru dengan cara memberikan in-service
training program dan sertifikasi, serta kemampuan mengelola konflik dan
pembagian waktu belajar secara benar.
Fokus terhadap pentingnya proses
dan capaian dalam bidang akademis juga memiliki korelasi yang signifikan
terhadap kepemimpinan sekolah yang efektif. Meskipun ujian nasional saat ini
sudah diubah, yakni sekolah bertanggung jawab untuk meluluskan para siswanya,
bukan berarti seluruh orientasi akademis sekolah harus kehilangan arah. Tugas
seorang pemimpin sekolah ialah bagaimana membangun kesadaran akan pentingnya
budaya akademis sekolah yang sehat, membangun komitmen terhadap
prinsip-prinsip belajar tuntas yang berpusat pada anak didik (mastery of central learning skills),
serta membangun basis pengembangan kurikulum yang pro pada kemampuan bakat
dan minat siswa yang beragam dan pluralis. Orientasi akademis seperti itulah
yang merupakan karakter keenam dari tujuan kepemimpinan sekolah yang efektif.
Aspek atau karakter ketujuh ialah
pentingnya menumbuhkan rasa percaya diri dan kebanggaan komunitas sekolah
terhadap sekolahnya. Dalam praktiknya, proses ini mengharapkan seluruh
sivitas akademika sekolah terlibat secara langsung dalam perumusan kebijakan
sekolah, dari manajemen kelas hingga membangun hubungan baik dengan seluruh
komunitas sekolah. Dari perspektif kepala sekolah, membangun rasa percaya
diri komunitas sekolah dapat dimulai dengan mengawal integritas ruang
belajar/kelas agar lebih variatif, inovatif, dan kaya akan metodologi
pengajaran.
Karakter terakhir, kedelapan,
ialah sistem monitoring dan evaluasi yang dipilih dan akan digunakan sekolah
dalam rangka mengukur tingkat kemajuan siswa, guru, orangtua siswa, dan
manajemen sekolah. Pada setiap jenjang, proses monitoring dan evaluasi memang
bermuara pada hasil kerja siswa. Namun demikian, kepemimpinan sekolah yang
efektif juga harus dapat merumuskan sistem monitoring dan evaluasi yang dapat
mengukur tingkat kemampuan guru, partisipasi masyarakat dan manajemen sekolah
sekaligus. Pada tahap ini, kita tampaknya masih harus menunggu kebijakan
pemerintah yang pro pada kemampuan sekolah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar