Kemiskinan
dan Pembangunan Manusia
Razali Ritonga ; Direktur
Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS RI
|
MEDIA
INDONESIA, 10 Maret 2015
“In a country well governed, poverty is something to be
ashamed of. In a country badly governed, wealth is something to be ashamed
of.“ Confucius
Principle (UNDP, 2014)
MENINGKATNYA harga pangan,
terutama beras, belakangan ini berpotensi menurunkan kesejahteraan masyarakat
dan berujung meningkatnya angka kemiskinan. Perkiraan itu didasarkan atas
cukup besarnya kontribusi beras terhadap garis kemiskinan. Bahkan, dampak
kenaikan harga beras terhadap meningkatnya angka kemiskinan di perdesaan akan
jauh lebih buruk jika dibandingkan dengan di perkotaan.Hal itu terdeteksi
dari lebih besarnya kontribusi beras terhadap garis kemiskinan di perdesaan
jika dibandingkan dengan di perkotaan.
Hasil Susenas September 2014,
misalnya, menunjukkan kontribusi beras terhadap garis kemiskinan di perdesaan
sebesar 31,61%, sedangkan di perkotaan sebesar 23,39%.Padahal, angka
kemiskinan di perdesaan saat ini jauh melampaui angka kemiskinan di
perkotaan, yakni 13,76% di perdesaan dan 8,16% di perkotaan.
Karena itu, atas dasar tersebut,
pemerintah perlu melakukan berbagai upaya agar kenaikan harga beras bisa
dikendalikan dan tidak sampai berlarut-larut. Keterlambatan penanganannya
akan berpotensi mendistorsi rencana pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan
dalam lima tahun ke depan, yakni dari 10,96% pada September 2014 menjadi
7%-8% pada September 2019.
Distorsi pembangunan
Bahkan, meningkatnya harga beras
yang berpotensi meningkatkan angka kemiskinan pada gilirannya juga akan
mendistorsi rencana pemerintah untuk meningkatkan pembangunan manusia dalam
lima tahun ke depan. Pemerintah menetapkan target nilai indeks pembangunan
manusia meningkat dari 73,83 pada 2014 menjadi sebesar 76,30 pada 2019.
Secara faktual, potensi
meningkatnya angka kemiskinan akibat kenaikan harga beras akan berdampak
buruk sekaligus terhadap ketiga dimensi yang mendasari pembangunan manusia,
yakni daya beli, pendidikan, dan kesehatan. Meski dampaknya tidak separah
penaikan harga BBM, kenaikan harga beras juga akan melemahkan daya beli
masyarakat sehingga menurunkan kemampuan riil untuk membiayai pendidikandan
kesehatan.
Meski, misalnya, pemerintah dapat
memberikan bantuan terhadap masyarakat miskin melalui instrumen kartu
Indonesia pintar (KIP), kartu Indonesia sehat, dan kartu keluarga sejahtera
(KKS), hal itu belum menjamin bahwa capaian pendidikan dan kesehatan tidak
akan terdistorsi. Upaya mengakses layanan kesehatan dan pendidikan masih
ditentukan kemampuan untuk membiayai transportasi dan biaya lain ke pusat
layanan serta kemampuan memenuhi kebutuhan hidup. Dalam kasus ekstrem ketika
terjadi krisis ekonomi, seperti halnya krisis 1997, sejumlah anak bahkan
putus sekolah karena mereka terpaksa bekerja untuk menambah ekonomi keluarga.
Daerah pinggiran
Karena itu, komitmen untuk meningkatkan
pembangunan manusia perlu disertai dengan upaya menurunkan angka kemiskinan.
Untuk itu, selain menjaga stabilitas harga pangan, terutama beras, pemerintah
perlu terus berupaya membantu dan memberdayakan masyarakat miskin.
Dengan masih tingginya angka
kemiskinan di perdesaan jika dibandingkan dengan daerah perkotaan, memang
cukup tepat jika arah pembangunan dimulai dari pinggiran, meliputi daerah
perdesaan dan daerah remotes, seperti pedalaman, terisolasi, dan terluar.
Tertinggalnya pembangunan daerah
pinggiran umumnya terjadi karena minimnya infrastruktur penggerak ekonomi dan
infrastruktur layanan publik. Dampak dari minimnya infrastruktur penggerak
ekonomi mengakibatkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy) sehingga kegiatan ekonomi sulit berkembang.
Sementara minimnya infrastruktur layanan publik, seperti pendidikan dan
kesehatan, menyebabkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan itu menjadi
rendah.
Bahkan, absennya layanan publik
itu menyebabkan subsidi pemerintah terhadap layanan itu kerap tidak bisa
dinikmati masyarakat. Hal itu pada tahap lanjut secara akumulatif menyebabkan
tidak optimalnya capaian pembangunan manusia secara nasional. Menurunnya
angka kemiskinan pada daerah ping giran pada gilirannya akan memberikan andil
cukup besar bagi penurunan angka kemiskinan nasional sehingga bisa berdampak
positif bagi pembangunan manusia di Tanah Air.
Sejatinya, pembangunan manusia
memang perlu ditempatkan sebagai prioritas pembangunan mengingat hingga kini
capaiannya masih rendah. Laporan UNDP (2014) menunjukkan peringkat human development index Indonesia di
posisi ke-108 dari 187 negara. Bandingkan dengan Singapura (peringkat ke-9),
Brunei (30), Malaysia (62), dan Thailand (89).
Indonesia sepatutnya tidak
tertinggal di kawasan ASEAN.Akan tetapi, akibat masih cukup banyaknya
penduduk yang terperangkap kemiskinan, pembangunan manusia sulit dilakukan
secara optimal.Sebagai salah satu negara demokrasi terbesar sejagat,
seyogianya memiliki pemerintah yang baik (well
governed) sehingga gelembung kemiskinan tidak perlu hadir. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar