Rabu, 11 Maret 2015

Kemiskinan dan Pembangunan Manusia

Kemiskinan dan Pembangunan Manusia

Razali Ritonga  ;  Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS RI
MEDIA INDONESIA, 10 Maret 2015

                                                                                                                                     
                                                

“In a country well governed, poverty is something to be ashamed of. In a country badly governed, wealth is something to be ashamed of.“                            Confucius Principle (UNDP, 2014)

MENINGKATNYA harga pangan, terutama beras, belakangan ini berpotensi menurunkan kesejahteraan masyarakat dan berujung meningkatnya angka kemiskinan. Perkiraan itu didasarkan atas cukup besarnya kontribusi beras terhadap garis kemiskinan. Bahkan, dampak kenaikan harga beras terhadap meningkatnya angka kemiskinan di perdesaan akan jauh lebih buruk jika dibandingkan dengan di perkotaan.Hal itu terdeteksi dari lebih besarnya kontribusi beras terhadap garis kemiskinan di perdesaan jika dibandingkan dengan di perkotaan.

Hasil Susenas September 2014, misalnya, menunjukkan kontribusi beras terhadap garis kemiskinan di perdesaan sebesar 31,61%, sedangkan di perkotaan sebesar 23,39%.Padahal, angka kemiskinan di perdesaan saat ini jauh melampaui angka kemiskinan di perkotaan, yakni 13,76% di perdesaan dan 8,16% di perkotaan.

Karena itu, atas dasar tersebut, pemerintah perlu melakukan berbagai upaya agar kenaikan harga beras bisa dikendalikan dan tidak sampai berlarut-larut. Keterlambatan penanganannya akan berpotensi mendistorsi rencana pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan dalam lima tahun ke depan, yakni dari 10,96% pada September 2014 menjadi 7%-8% pada September 2019.

Distorsi pembangunan

Bahkan, meningkatnya harga beras yang berpotensi meningkatkan angka kemiskinan pada gilirannya juga akan mendistorsi rencana pemerintah untuk meningkatkan pembangunan manusia dalam lima tahun ke depan. Pemerintah menetapkan target nilai indeks pembangunan manusia meningkat dari 73,83 pada 2014 menjadi sebesar 76,30 pada 2019.

Secara faktual, potensi meningkatnya angka kemiskinan akibat kenaikan harga beras akan berdampak buruk sekaligus terhadap ketiga dimensi yang mendasari pembangunan manusia, yakni daya beli, pendidikan, dan kesehatan. Meski dampaknya tidak separah penaikan harga BBM, kenaikan harga beras juga akan melemahkan daya beli masyarakat sehingga menurunkan kemampuan riil untuk membiayai pendidikandan kesehatan.

Meski, misalnya, pemerintah dapat memberikan bantuan terhadap masyarakat miskin melalui instrumen kartu Indonesia pintar (KIP), kartu Indonesia sehat, dan kartu keluarga sejahtera (KKS), hal itu belum menjamin bahwa capaian pendidikan dan kesehatan tidak akan terdistorsi. Upaya mengakses layanan kesehatan dan pendidikan masih ditentukan kemampuan untuk membiayai transportasi dan biaya lain ke pusat layanan serta kemampuan memenuhi kebutuhan hidup. Dalam kasus ekstrem ketika terjadi krisis ekonomi, seperti halnya krisis 1997, sejumlah anak bahkan putus sekolah karena mereka terpaksa bekerja untuk menambah ekonomi keluarga.

Daerah pinggiran

Karena itu, komitmen untuk meningkatkan pembangunan manusia perlu disertai dengan upaya menurunkan angka kemiskinan. Untuk itu, selain menjaga stabilitas harga pangan, terutama beras, pemerintah perlu terus berupaya membantu dan memberdayakan masyarakat miskin.

Dengan masih tingginya angka kemiskinan di perdesaan jika dibandingkan dengan daerah perkotaan, memang cukup tepat jika arah pembangunan dimulai dari pinggiran, meliputi daerah perdesaan dan daerah remotes, seperti pedalaman, terisolasi, dan terluar.

Tertinggalnya pembangunan daerah pinggiran umumnya terjadi karena minimnya infrastruktur penggerak ekonomi dan infrastruktur layanan publik. Dampak dari minimnya infrastruktur penggerak ekonomi mengakibatkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy) sehingga kegiatan ekonomi sulit berkembang. 
Sementara minimnya infrastruktur layanan publik, seperti pendidikan dan kesehatan, menyebabkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan itu menjadi rendah.

Bahkan, absennya layanan publik itu menyebabkan subsidi pemerintah terhadap layanan itu kerap tidak bisa dinikmati masyarakat. Hal itu pada tahap lanjut secara akumulatif menyebabkan tidak optimalnya capaian pembangunan manusia secara nasional. Menurunnya angka kemiskinan pada daerah ping giran pada gilirannya akan memberikan andil cukup besar bagi penurunan angka kemiskinan nasional sehingga bisa berdampak positif bagi pembangunan manusia di Tanah Air.

Sejatinya, pembangunan manusia memang perlu ditempatkan sebagai prioritas pembangunan mengingat hingga kini capaiannya masih rendah. Laporan UNDP (2014) menunjukkan peringkat human development index Indonesia di posisi ke-108 dari 187 negara. Bandingkan dengan Singapura (peringkat ke-9), Brunei (30), Malaysia (62), dan Thailand (89).

Indonesia sepatutnya tidak tertinggal di kawasan ASEAN.Akan tetapi, akibat masih cukup banyaknya penduduk yang terperangkap kemiskinan, pembangunan manusia sulit dilakukan secara optimal.Sebagai salah satu negara demokrasi terbesar sejagat, seyogianya memiliki pemerintah yang baik (well governed) sehingga gelembung kemiskinan tidak perlu hadir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar