Rabu, 11 Maret 2015

Seandainya Ahok Muslim

Seandainya Ahok Muslim

Arfanda Siregar  ;  Pengamat Gerakan dan Politik Islam
KORAN TEMPO, 10 Maret 2015

                                                                                                                                     
                                                

Sayang beribu sayang, Gubernur DKI Jakarta Basuki Cahaya Purnama (Ahok) bukan seorang muslim. Sepak terjangnya yang tegas, berani, dan pantang menyerah memperjuangkan kebenaran identik dengan nilai Islam yang seharusnya terpatri pada identitas politikus Islam.

Apa yang menjadi sumber keributan antara Ahok dan DPRD DKI Jakarta persis pertarungan antara kebenaran dan kebatilan. Para anggota Dewan yang terhormat menuding mantan Bupati Belitung tersebut sengaja tidak mengirimkan Raperda APBD DKI 2015 yang menjadi usul bersama anggota DPRD dan Pemerintah Provinsi DKI.

Keterlambatan tersebut dipicu oleh ulah DPRD yang menolak menggunakan sistem e-budgeting yang telah disiapkan Ahok untuk menguji akuntabilitas dan transparansi anggaran. Ahok ingin pengajuan rencana anggaran tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya yang kental akan aroma korupsi dan kolusi. Apalagi, Ahok menduga, dalam anggaran tahun lalu terdapat dana siluman sebesar Rp 12,7 triliun yang merupakan hasil inisiasi anggaran dari pihak DPRD. Dana tersebut ditengarai digunakan untuk pembelian uninterruptible power supply (UPS) untuk beberapa sekolah.

Atas penolakan tersebut, DPRD DKI Jakarta pun berang dan menghukumnya melalui hak angket. Bukannya takut, Ahok malah membalas dengan melaporkan keberadaan dana siluman tersebut kepada KPK. Dengan bahasa khasnya, Ahok menantang siapa yang bakal masuk ke penjara. Apakah dia, atau anggota Dewan. "Makanya, silakan angket diteruskan. Nanti kita buktikan, saya masuk penjara atau tidak. Kita buktikan siapa yang bohong," kata Ahok di depan para wartawan sesaat setelah mengadukan keberadaan dana siluman dalam APBD 2014.

Padahal apa yang menjadi sumber perseteruan tersebut merupakan gambaran nyata kualitas APBD di seluruh negeri ini. Jika kepala daerah berkomitmen mendapatkan APBD yang bersih dan akuntabel, langkah Ahok tersebut harus diikuti.

Sudah bukan rahasia umum lagi, APBD di negeri ini merupakan hasil perselingkuhan antara eksekutif dan legislatif. Selama ini, pengesahan anggaran di daerah berjalan lancar karena Dewan dan eksekutif sama-sama diuntungkan dengan mark-up anggaran. Baik eksekutif maupun legislatif menerima jatah sehingga saling menjaga kerahasiaan pencurian uang rakyat.

Atas dasar keinginan mendapatkan anggaran yang benar-benar bersih dan akuntabel, Ahok melawan arus dan melawan kekuatan legislatif. Islam mengajarkan kebenaran adalah kebenaran. Insan yang jujur senantiasa memperjuangkan kebenaran, meskipun harus berlawanan dengan orang lain dan nyawa menjadi taruhan.

Dari seluruh kepala daerah di negeri ini, yang mayoritas beragama Islam, tak ada yang seberani Ahok melawan tirani DPRD. Mereka terlalu cinta pada jabatan dan kemungkinan turut kecipratan hasil persekongkolan jahat tersebut. Ahok berani secara konfrontatif dan tidak ikut dalam arus kompromistis seperti gubernur lain, karena nothing to lose. Baginya, jabatan bukan segala-galanya. Dia tak gila jabatan. Dia tidak rakus, sehingga tak peduli dapat dimakzulkan oleh parlemen.

Dia mengamalkan wejangan Rasulullah SAW yang berbunyi, “Katakanlah kebenaran, walaupun pahit.” Seandainya saja Ahok muslim, mungkin dialah orang yang paling tepat memimpin negeri korup yang mayoritas rakyatnya muslim ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar