Sabtu, 07 Maret 2015

Di Balik Kemenangan Zulkifli Hasan

Di Balik Kemenangan Zulkifli Hasan

Bawono Kumoro  ;  Peneliti Politik di The Habibie Center
REPUBLIKA, 06 Maret 2015

                                                                                                                                     
                                                

Partai Amanat Nasional (PAN) baru saja usai menggelar kongres untuk memilih ketua umum baru. Melalui pemungutan suara berlangsung sangat ketat, Zulkifli Hasan terpilih sebagai ketua umum PAN periode 2015-2020 mengalahkan ketua umum petahana Hatta Rajasa dengan keunggulan selisih enam suara. Hasil ini tentu saja kabar menggembirakan bagi para pendukung Zulkifli, tak terkecuali sang pendiri partai, Amien Rais.

Dalam sejumlah kesempatan sebelum kongres digelar, Amien berkal-kali meminta para pemilik suara untuk memilih Zulkifli. Bahkan, Amien meminta Hatta mengurungkan niat maju kembali dalam bursa pencalonan ketua umum.

Amien berdalih, hal itu dimaksudkan untuk melanjutkan tradisi selama ini di mana ketua umum cuma menjabat satu periode sekaligus demi keberlangsungan regenerasi di tubuh partai berlambang matahari terbit tersebut. Meskipun sesungguhnya pembatasan jabatan satu periode ketua umum partai tidak diatur di anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) partai.

Sudah menjadi rahasia umum bila Amien merupakan figur dominan di PAN. Keberadaan tokoh gerakan Reformasi 1998 ini di PAN mirip dengan keberadaan pemegang saham tunggal di sebuah perusahaan. Harus diakui, di Indonesia hampir seluruh partai politik dikelola seperti perusahaan oleh para figur dominan di masing-masing partai.

Mereka sering memaksakan kehendak agar partai diurus sesuai keinginan mereka. Tidak heran bila kemudian penentuan figur-figur sentral dalam kepengurusan partai politik harus melalui persetujuan pemegang saham tersebut.

Dewasa ini dominasi seorang figur memang seakan telah menjadi fenomena umum dari kehidupan partai politik di Indonesia. Partai Demokrat sangat bergantung kepada figur Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku pendiri partai. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan identik dengan Megawati Soekarnoputri. Pengaruh Prabowo Subianto sangat kuat mewarnai setiap langkah dan kebijakan Partai Gerindra.

Partai Hanura tidak dapat melepaskan diri dari ketergantungan terhadap kepemimpinan Wiranto. Demikian pula dengan Amien Rais yang selalu menampilkan diri sebagai tokoh sentral di PAN sehingga seolah-olah setiap kader hendak mencalonkan diri sebagai ketua umum harus mendapatkan restu politik dari Amien.

Kemenangan Zulkifli dalam kongres lalu menjadi buktinya. Sejak awal Zulkifli sangat direstui oleh Amien untuk menjadi ketua umum PAN. Berbeda dengan Hatta yang tidak memperoleh restu politik Amien untuk mencalonkan diri kembali meskipun pada pemilu legislatif lalu mampu membawa PAN meraih 9,4 juta suara.

Hal menarik lain dari kongres PAN lalu adalah kedua calon ketua umum memiliki hubungan kekeluargaan (baca: besan) dengan dua tokoh politik nasional berpengaruh. Zulkifli merupakan besan dari Amien, sedangkan Hatta adalah besan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Wajar saja bila muncul persepsi Kongres IV PAN juga merupakan pertarungan terselubung antara Amien dan SBY.

Dalam konteks itu, jikalau di kongres lalu Hatta terpilih kembali sebagai ketua umum untuk kali kedua, secara tidak langsung SBY akan menjelma sebagai tokoh politik paling memiliki pengaruh di langgam politik nasional selama lima tahun ke depan. Mengapa?

Dengan Hatta menjabat kembali ketua umum PAN, kekuatan politik SBY di DPR tidak lagi cuma berjumlah 61 kursi Partai Demokrat, tapi menjadi 110 kursi di mana 49 kursi tambahan merupakan kursi PAN.

Penulis tidak sama sekali bermaksud ingin mengatakan PAN akan menjadi subordinasi Partai Demokrat jika Hatta kembali menjadi ketua umum. Namun, penulis tidak mampu untuk membayangkan bahwa langkah politik PAN dan Partai Demokrat selama lima tahun ke depan akan tidak seiring jalan apabila Hatta dan SBY menjabat sebagai ketua umum di partai mereka masing-masing.

Kegagalan Hatta untuk kembali tampil sebagai ketua umum PAN tentu sangat melegakan bagi Amien. Dengan keberhasilan menempatkan Zulkifli di kursi ketua umum PAN untuk lima tahun mendatang, Amien akan memperoleh garansi untuk tetap berlaku sebagai pemegang saham tunggal di partai berlambang matahari terbit tersebut.

Posisi ketua Majelis Pertimbangan Partai boleh saja tidak lagi ditempati Amien, tetapi hubungan keluarga sebagai besan jelas dapat menjadi ruang politik bagi Amien untuk mengendalikan partai melalui kepemimpinan Zulkifli. Agaknya, jalan bagi PAN untuk menjadi partai modern dan terinstitusionalisasi baik dengan tidak bergantung pada karisma figur tertentu masih sangat panjang.

Dominasi Amien selaku pemegang saham tunggal di PAN masih akan berlanjut selama lima tahun ke depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar