Selasa, 03 Maret 2015

Antara Ahok dan Para Begal APBD

Antara Ahok dan Para Begal APBD

Poo Tjian Sie  ;  Nama Indonesia Sidharta Adhimulya;
Aktivis kemanusiaan lintas etnis dan agama
JAWA POS, 02 Maret 2015

                                                                                                                       
                                                

BOLEH jadi tidak ada satu pun pejabat di negeri ini yang menghadapi rintangan hebat dan bertubi-tubi seperti Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Karir Ahok yang melesat diawali ketika masih jadi anggota DPR dari Golkar (2009–2014). Sosok yang lahir 29 Juni 1966 di Manggar, Belitung Timur, itu dirayu Gerindra untuk dicalonkan jadi wakil gubernur (Wagub) mendampingi Jokowi pada Pemilihan Umum Gubernur (Pilgub) DKI 2012.

Dalam masa kampanye pilgub, sebagai etnis Tionghoa sekaligus penganut Kristen Protestan, Ahok dihadang kampanye hitam bernuansa SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). Syukurlah, dalam Pilgub 2012, sebagian besar masyarakat Jakarta yang heterogen memilih Jokowi-Ahok yang menang dengan persentase 53,82 persen suara.

Meski hanya menjadi orang nomor dua, Ahok bukanlah bayang-bayang Jokowi. Ahoklah yang memprakarsai transparansi semua agenda rapat dan kegiatan untuk bisa dilihat publik di YouTube. Salah satu videonyasaat sedang ”menghajar” karyawan Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI di Ruang Rapat Bappeda DKI, yang diunggah pada 8 November 2012. Pada 29 November pagi, jumlah viewers-nya melejit hingga 1,3 juta orang. Pamor Ahok pun melonjak drastis.

Mengingat Jokowi akhirnya maju dalam Pilpres 2014 dan menang serta dilantik jadi presiden, Ahok pun sejak 1 Juni 2014 menjadi pelaksana tugas gubernur DKI. Ketika itu, berbagai agenda untuk menghadang Ahok dilancarkan para penentangnya. Bahkan, terjadi politisasi produk hukum demi mengganjal langkah Ahok. Para penentangnya, khususnya di DPRD DKI, berargumen Ahok tidak bisa menggantikan Jokowi karena tidak adanya aturan hukum yang menentukan bila kepala daerah berhalangan tetap di dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan RI (UU No 29/2007). Nyaris setiap hari media diisi polemik antara kubu yang mendukung dan mencoba mengganjal Ahok. Bahkan, ada ormas yang mati-matian menolak pelantikan Ahok.

Toh akhirnya, Ahok tetap dilantik jadi gubernur DKI pada Rabu (19/11/2014) oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta. Pelantikan Ahok menjadi berita besar di berbagai media dunia.MajalahTime menulis judul ”Indonesia Reaches Racial Milestone with Chinese Governor of Jakarta” yang berarti Indonesia meraih batu loncatan dalam ras dengan memilih Gubernur Jakarta dari etnis Tionghoa.

Dalam negara dengan prinsip demokrasi, pertimbangan untuk menjadi pemimpin memang tidak boleh lagi mengacu pada faktor primordial seperti ras dan agama. Ahok sudah membuktikan, meski nonmuslim dan dari suku minoritas, dirinya dikehendaki sebagian besar pemilih. Ahok mungkin mirip Lutfur Rahman, wali kota muslim di Tower Hamlets, sebuah kota kecil di kawasan London, Inggris. Ahok juga seperti Faruk Choudhury, wali kota Bristol yang muslim, dan terpilih pada 2013. India, yang mayoritas Hindu, malah pernah memiliki presiden ke-11 yang beragama Islam, yakni Avul Pakir Jainulabdeen Abdul Kalam, 25 Juli 2002–25 Juli 2007.

Namun, jabatan gubernur DKI ibarat berdiri di atas duri. Baru genap 100 hari memimpin Jakarta per 26 Februari 2015, Ahok kembali berhadapan dengan para anggota DPRD DKI yang mengajukan hak angket dengan tujuan akhir hendak memakzulkan atau melengserkan Ahok. Masalah berakar pada temuan Ahok bahwa ada dana siluman Rp 12,1 triliun dalam draf APBD 2015. Selain sudah melapor ke KPK, Ahok menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit temuan dana siluman tersebut. Salah satu yang membuat Ahok geleng-geleng kepala adalah proyek pengadaan buku Trilogi Ahok sebesar Rp 30 miliar dalam RAPBD 2015 serta beberapa pemenang tender fiktif. Misalnya, salah satu perusahaan pemenang tender pengadaan uninterruptible power supply (UPS) untuk sekolah-sekolah di DKI Jakarta adalah PT Frislianmar Masyur Mandiri, yang ternyata adalah toko percetakan sederhana dan memberikan layanan fotokopi. 

Tidak heran, ancaman melengserkan Ahok oleh DPRD direspons para pendukung Ahok di seluruh dunia lewat media sosial. Bahkan, dalam ribut-ribut kali ini, para pendukung Ahok menggelari para anggota DPRD DKI yang notabene wakil rakyat dengan sebutan para begal APBD, seperti terlihat dalam aksi ”Gue Ahok, Lawan Aksi Begal APBD” saat car free day di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (1/3/2015).

Meski prihatin, dalam ribut-ribut Ahok vs DPRD kali ini, terlihat ada perkembangan baru yang membanggakan dalam demokrasi kita. Yakni, sebagai negara demokrasi terbesar ketiga setelah India dan Amerika Serikat, faktor primordial tidak mengemuka lagi kali ini. Malah Ahok didukung semua orang yang punya semangat antikorupsi. Setelah kecewa atas putusan hakim Sarpin yang melemahkan KPK, perlawanan Ahok atas para begal APBD bisa kita jadikan momentum perang melawan korupsi. Korupsi adalah musuh bersama. Begal motor saja dibakar, masak begal APBD dibiarkan?  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar