Selasa, 07 Oktober 2014

Manajemen Intelektual Pertahanan

Manajemen Intelektual Pertahanan

Sjafrie Sjamsoeddin  ;   Wakil Menteri Pertahanan RI
KORAN TEMPO,  07 Oktober 2014




Panglima Besar Jenderal Soedirman selalu berpesan kepada para prajurit agar senantiasa memenangkan hati dan pikiran rakyat dalam melawan penjajah Belanda. Makna pesan ini sangat efektif dari masa ke masa. Artinya, tentara dan rakyat harus bersatu dalam mempertahankan negara.

Kita pantas belajar kepada para Bapak Bangsa yang selalu mengutamakan kepentingan bangsa yang lebih besar. Mereka bahkan rela menanggalkan kepentingan pribadinya ketika sudah menyangkut kepentingan bangsa dan negara.

Saya ingin menggunakan pengalaman yang dulu dipergunakan para Bapak Bangsa itu di dalam mengelola sistem pertahanan. Kita membutuhkan defence intellectual management (DIM) dalam membangun sebuah kemampuan sistem pertahanan yang bisa melindungi segenap kehidupan warga bangsa ini.

Adalah hak dan kewajiban setiap warga negara ikut serta dalam pembelaan negara untuk mewujudkan negara yang majemuk dan luas serta kaya ini terjaga, maju, sejahtera, dan cerdas kehidupannya. Tentu, sebagai negara kebangsaan, kita harus mampu hidup bermartabat dan bisa menempatkan diri berdampingan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Era globalisasi yang cenderung tanpa batas ditandai kemajuan komunikasi  dan informasi serta pengetahuan dan teknologi yang sudah pasti mempengaruhi tata nilai dan pola penyelenggaraan pertahanan negara untuk menghadapi ancaman multidimensional  yang kompleks. Dengan perkataan lain, kita perlu memiliki kualitas kemampuan pertahanan yang unggul untuk menekan eskalasi ancaman.

Manajemen intelektual pertahanan merupakan suatu resultan dari kualitas praktis dan akademis yang diterapkan dalam interaksi kepemimpinan dan manajemen untuk membangun kekuatan pertahanan dalam merespons ancaman dan tantangan multidimensional.

DIM memang dimulai dari panggilan hak dan kewajiban pembelaan negara bagi setiap warga dari semua aspek profesi, baik militer maupun nirmiliter. Tetapi sebenarnya DIM juga merupakan tuntutan fenomena profesional yang harus ditumbuhkembangkan agar menghasilkan adrenalin yang cukup pada saat diperlukan untuk mengatasi suatu permasalahan. Maka DIM menjadi semacam cairan solusi, yang seketika tanpa perlu mencari referensi atau membuka kamus ketika hendak menangani masalah.

DIM bukan institusional, tetapi individual capability yang berbasis profesionalitas yang sarat dengan tantangan kemauan dan kesanggupan individual yang dibentuk melalui tiga koridor membangun DIM. Tiga koridor itu ialah koridor pendidikan dan pelatihan formal, beragam pengalaman kegiatan dan akses pekerjaan, serta kemampuan pengembangan diri. Inilah yang membentuk modalitas yang berharga bagi kemampuan individu. Seorang profesional harus memiliki sikap pantang menyerah walaupun ia harus siap menghadapi dinamika pasang-surut sepahit apa pun dan tidak akan punah menghadapi tekanan seberat apa pun.

Permasalahan negara yang cenderung kompleks dan eskalatif tidak cukup dihadapi dengan alat utama sistem persenjataan modern dan organisasi militer canggih, tetapi membutuhkan kemampuan DIM yang dikelola dalam kepemimpinan dan manajemen yang multiguna. Mengapa? Sebab, kita tidak boleh terkecoh dengan istilah "perang modern", yang bertumpu pada berbagai ragam kecanggihan, tetapi akhirnya makna "the man behind the gun" yang penuh dengan adrenalin yang berkualitas itulah tumpuan dari solusi permasalahan yang sebenarnya.

DIM ibarat mengumpulkan jam terbang yang harus dijalani sendiri. Bahkan pencapaian kualitas DIM didapatkan dari perjuangan melintas perjalanan jauh untuk memperoleh suatu pengalaman yang berharga itu. Semakin sering mengalami intensitas penanganan masalah yang kita hadapi, maka akan lebih tajam pisau analisis dan keputusan yang kita miliki. Inilah tantangan yang perlu dijawab bagi generasi penerus pertahanan negara sebagai role model yang produktif untuk pembelaan negara masa kini dan masa depan.

Ada harapan yang sangat besar dari generasi penerus untuk terpanggil melakukan hal produktif dalam bela negara dengan menunjukkan kompetensi profesionalitasnya. Kita harus menjadi garda terdepan sekaligus motor penggerak dalam mewujudkan gerakan nasional bela negara. Di samping itu, sebagai agen perubahan dalam membangun daya tangkal, generasi penerus harus mampu mempertahankan nilai-nilai karakter dan jati diri bangsa dengan selalu kreatif dan inovatif menyebarluaskan nilai bela negara untuk bangsa seraya memahami perubahan tatanan dunia baru.

Itulah manajemen intelektual pertahanan yang harus kita pahami juga sebagai suatu upaya untuk terus meningkatkan capacity building dari masing-masing pribadi kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar