Ihwal
Penundaan Pengumuman Kabinet
Abdul Salam Taba ; Alumnus
School of Economics,
The University of Newcastle, Australia
|
KORAN
TEMPO, 27 Oktober 2014
Penundaan pengumuman susunan kabinet Presiden Joko Widodo telah
menimbulkan pro-kontra. Bagi yang pro, penundaan itu wajar. Sebab, tidak
mudah menyusun kabinet berisi orang yang mumpuni di bidangnya dan bebas
masalah serta selaras dengan visi-misi Jokowi-JK. Sedangkan yang kontra
beranggapan kabinet Jokowi seharusnya diumumkan sehari sesudah mereka
dilantik. Sebab, jika tertunda, konsistensi ucapan Jokowi akan dipertanyakan.
Namun, bila dicermati, penundaan tersebut diperlukan dengan
beberapa alasan.
Pertama, hasil penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi keuangan beberapa calon
menteri bermasalah. Juga, ada 15 nama dari 43 nama calon menteri yang
diajukan Tim Transisi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpotensi
terlibat masalah hukum. Bahkan delapan nama di antaranya diberi label merah
oleh KPK (www.tempo.co).
Argumentasi yang menyatakan KPK dan PPATK tidak perlu terlibat
dalam proses seleksi menteri tidaklah tepat. Sebab, keterlibatan KPK dan
PPATK dalam penelusuran jejak rekam para calon menteri merupakan bagian dari
komitmen Jokowi-JK membangun kabinet dan kinerja pemerintah yang kredibel,
berwibawa, dan bebas korupsi.
Lagi pula, pelibatan kedua institusi tersebut berdampak
memperkuat kepercayaan publik dan pemerintahan Jokowi-JK. Sebab, upaya itu
tidak saja membuat program kerja pemerintah berjalan efektif dan efisien,
tapi juga menjadikan kabinet Jokowi-JK bisa lebih fokus bekerja serta tidak
terbebani persoalan hukum.
Demikian halnya opini yang beranggapan bahwa penundaan
pengumuman kabinet menunjukkan ketidakmampuan manajerial Jokowi-JK, tampaknya
keliru. Sebab, alasan penundaan itu adalah belum ada pertimbangan dan
tanggapan dari DPR RI ihwal perubahan nama atau pembentukan kementerian baru
(nomenklatur) yang diusulkan Jokowi-JK.
Pertimbangan tersebut tidak berpengaruh terhadap jalannya
pemerintahan. Sebab, tindakan itu sejalan dengan ketentuan Undang-Undang (UU)
Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang menetapkan pemisahan
atau penggabungan kementerian dilakukan dengan pertimbangan DPR.
Ketentuan UU Nomor 39 Tahun 2008 itu pada intinya menyatakan
pertimbangan diberikan DPR paling lama tujuh hari kerja sejak surat presiden
diterima. Apabila dalam waktu tujuh hari kerja DPR belum menyampaikan
pertimbangannya, berarti dianggap sudah memberikan pertimbangan.
Sebagai presiden dan wakil presiden yang dipilih langsung oleh
rakyat, sudah selayaknya penyusunan dan pemilihan anggota Kabinet Jokowi-JK
dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan komprehensif. Dalam arti,
selain mempertimbangkan pengalaman, profesionalisme, dan kredibilitas dalam
memilih menteri (khususnya dari partai politik), penyusunan tersebut
memperhatikan keseimbangan teknokrat dan profesional, baik dari non-partai
maupun partai, termasuk keseimbangan faktor suku, agama, dan gender.
Karena itu, penundaan pengumuman kabinet selayaknya dilihat
sebagai upaya menciptakan kabinet yang profesional, kredibel dan
berintegritas, serta tangguh dan siap bekerja keras untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan nama baik bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar