Ini
Dia Kabinet Kerja, Kerja Kerja
Dahlan Iskan ; Menteri
BUMN 2010-2014
|
JAWA
POS, 28 Oktober 2014
SELALU saja ada drama dalam penyusunan kabinet baru. Dulu ada
”drama Nila Moeloek” yang batal jadi menteri kesehatan di detik-detik akhir.
Kini ada ”drama Ara” yang batal jadi menteri komunikasi dan informatika
(Menkominfo). Kalau Nila Moeloek dikaitkan dengan isu tes psikologi, Ara
(sapaan akrab Maruarar Sirait) dikaitkan dengan restu Megawati. Atau restu
Puan Maharani. Kalau Nila Moeloek kini akhirnya diangkat Presiden Jokowi jadi
menteri kesehatan, Ara tentu tinggal tunggu takdir berikutnya. Ini karena
kedekatan Ara dengan Presiden Jokowi tidak diragukan lagi.
Semua itu disebut ”drama” karena Nila sudah telanjur masuk
siaran langsung berbagai televisi saat dipanggil ke kediaman Presiden SBY di
Cikeas. Dan yang sekarang ini juga disebut drama karena Ara sudah dipanggil,
sudah dikirimi baju putih, bahkan sudah dikenakannya pula dan sudah siap-siap
menuju istana pula. Drama Ara jauh lebih seru daripada drama Nila karena
kalau hanya dipanggil, kali ini pun Prof Komaruddin Hidayat juga dipanggil
dan Prof Saldi Isra juga sudah telanjur dipanggil.
Maka, bagi yang sudah masuk daftar lalu namanya hilang, itu
belum termasuk drama. Tidak perlu gusar. Tarik-menarik, tekan-menekan,
timbul-tenggelam pasti mewarnai proses penyusunan kabinet. Sampai detik
terakhir. Presiden baru siapa pun akan mengalaminya.
Itulah sebabnya, ketika hari Minggu pagi lalu running text TV
menyebutkan susunan kabinet sudah 100 persen, saya tidak percaya. Pasti masih
akan ada perubahan. Ada siapa lagi yang tergeser ke mana lagi di detik-detik
terakhirnya. Wiranto harus keluar daftar. Akibatnya, harus ada tokoh Hanura
lainnya yang masuk. Tentu bukan untuk pos yang ditinggalkan Wiranto. Masuklah
ke pos yang masih agak layak: perindustrian. Akibatnya, Rachmat Gobel yang
sudah sangat pas di situ harus bergeser ke perdagangan. Mahendra Siregar pun
harus terhapus dari daftar. Maka, dua Batak yang sudah hampir pasti,
dua-duanya hilang.
Memang begitu banyak nama yang harus ditampung. Padahal,
kursinya terbatas. Aspek etnis, aspek timur-barat,
Islam-Kristen-Hindu-Buddha, pria-wanita, tua-muda, profesional-politisi, dan
banyak lagi harus ditampung semua. Takdirlah yang ikut bicara. Padahal, masih
banyak yang belum ”kebagian”. Suku Batak, misalnya, belum terwakili.
Jadi, Ara gak usah khawatir. Pasti akan dipikirkan yang terbaik.
Dia mampu. Dia muda. Dia berjasa. Dia Batak. Dan jangan lupa, Jokowi menang
70 persen di tanah Batak. Bahkan di beberapa kabupaten mendekati 80 persen.
Minang saja yang di Sumbar Jokowi kalah paling telak dapat jatah beberapa
kursi. Intinya, bagi yang belum kebagian kursi, jangan sedih. Apalagi bagi yang
seperti saya, yang masuk daftar pun tidak. Sama sekali tidak boleh
masygul.
Sejak dulu saya sangat percaya takdir. Siapa tahu Komaruddin
pun, yang sudah dipanggil kemarin, bisa seperti Nila yang cantik itu, jadi
menteri lima tahun lagi. Tentu saya bangga tiga CEO BUMN jadi menteri:
Ignasius Jonan, Arif Yahya, dan Sudirman Said. Tiga-tiganya memiliki
kemampuan manajerial yang tangguh. Sebenarnya, kalau tidak harus
mengakomodasi berbagai hal tadi, masih banyak CEO BUMN yang ”layak menteri”.
Kalau mau 15 lagi pun masih ada.
Saya sendiri besok sudah berangkat ke Lombok, Bima, lalu jalan
darat ke Dompu, Tambora, dan Sumbawa Besar. Saya juga harus langsung kerja,
kerja, kerja. Seperti moto lama saya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar