Tantangan
100 Hari Jokowi
Thomas Koten ; Direktur Social Development Center
|
REPUBLIKA,
20 Oktober 2014
Hari ini, Joko Widodo (Jokowi) dilantik menjadi presiden Republik
Indonesia yang ke-7. Jokowi tentu menerima pelantikan menjadi presiden ini
sebagai sebuah amanah yang patut diterima dengan penuh rasa syukur. Namun,
berbarengan dengan itu, yang langsung dihadapinya adalah berbagai macam
persoalan bangsa yang sangat berat dan rumit bak benang kusut yang sulit
terurai.
Tantangan yang paling berat adalah merealisasikan segala janji manis
yang pernah digelontorkannya saat
kampanye politik lalu. Seperti yang kita dengar, tidak ada janji pahit dan
yang ada hanyalah "angin surga" yang diembuskan Jokowi dan Jusuf
Kalla. Misalnya, janji kartu sehat, pendidikan gratis hingga SMA, dan
pemberdayaan masyarakat desa dengan pemberian dana tunai sebesar Rp 1,4
miliar untuk setiap desa. Semua itu tentu akan terus diingat dan ditagih
rakyat.
Setiap pemimpin baru, termasuk Jokowi, dan sesuai dengan maksud dan
tujuan dari setiap janji kampanye yang digelontorkan adalah ingin
menyejahterakan rakyat dan mencerdaskan kehidupan bangsa dalam berbagai
aspek. Sehingga, program ekonomi selalu menjadi yang paling penting dan
menjadi prioritas utama dalam pengambilan kebijakan.
Namun, semua program ekonomi itu hanya bisa berjalan dan berhasil jika
pertama-tama yang harus dikerjakan oleh Jokowi adalah menciptakan situasi dan
kondisi yang aman bagi bangsa. Untuk itu, setelah dilantik, isu keamanan
merupakan masalah yang mendesak. Tantangan pertama adalah bagaimana memilih
panglima TNI dan kapolri yang tepat karena ini akan menjadi jaminan mutu bagi
segera terciptanya situasi yang aman di seluruh negeri untuk menyambut
program ekonomi yang diluncurkan sang presiden.
Jadi, tantangan lain bagi Jokowi, sebelum menyukseskan program 100 hari
pertama pemerintahannya adalah apakah dia benar-benar memiliki anggota
kabinet yang prorakyat dan propasar, sebuah personalia kabinet yang tepat, the right man in the right place?
Kepemilikan personalia kabinet yang hebat dan diikuti dengan peluncuran
program yang cerdas akan serta-merta meningkatkan kepercayaan rakyat. Jika
tidak, kepercayaan rakyat akan langsung rontok.
Kemudian, langkah selanjutnya pascapeluncuran program awal adalah
pembersihan birokrasi dari segala kebobrokan korupsi dan degradasi moral.
Masyarakat ingin melihat dalam 100 hari pertama, pemerintahan yang baru dapat
menempuh kebijakan yang sungguh-sungguh memberantas korupsi. Pemberantasan
korupsi yang sudah cukup lumayan pada era pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono perlu ditingkatkan. Itu untuk mengisyaratkan bahwa pemerintahan Jokowi
mampu membereskan persoalan bangsa.
Karena, tantangan sekaligus masalah pokok yang dihadapi pemerintah
dalam menjalankan tugas, terutama pada hari-hari pertama masa
pemerintahannya, adalah bagaimana meyakinkan publik perihal kesanggupannya
demi mendapatkan kepercayaan masyarakat. Jadi, tantangan pokok pemerintahan
baru adalah trust building measure, tindakan membangun kepercayaan rakyat.
Jelas bahwa tidak ada masalah besar yang dapat diselesaikan dalam rentang 100
hari pertama. Tetapi, yang sangat dibutuhkan adalah dukungan atau sokongan
awal dari masyarakat dengan menempuh kebijakan-kebijakan yang menumbuhkan
kepercayaan di tengah masyarakat.
Salah satu langkah awal yang semestinya menjadi prioritas utama Jokowi
adalah mencanangkan dan melakukan terobosan dalam hal revolusi mental yang
hingga kini masih sangat abstrak. Padahal, revolusi mental sangat gencar
dikumandangkan Jokowi saat kampanye lalu. Masyarakat tentu menunggu
konkretisasi dari program revolusi mental itu. Supaya Jokowi tidak menggoreskan
kesan seolah-olah hanya pandai berwacana, tetapi tidak sanggup atau tidak
tahu bagaimana merealisasikannya.
Sulitnya
meyakinkan rakyat
Seindah apa pun program 100 hari pertama atau seakurat apa pun program
berjangka lainnya yang dicanangkan Jokowi-JK, yang diinginkan rakyat adalah
langsung terlihat perubahan hidup rakyat ke arah yang lebih baik. Dan, untuk
mengubah nasib rakyat menjadi lebih baik, dibutuhkan suatu komitmen yang kuat
yang diikuti dengan kerja keras.
Jadi, program 100 hari pertama bukan konsep perubahan membalikkan
telapak tangan atau magic game untuk segera dinikmati hasilnya. Yang
dipertaruhkan adalah program konkret dan menyentuh langsung dengan berbagai
perubahan yang telah diagendakan presiden baru. Di sini, menagih janji
kampanye setelah 100 hari bekerjanya pemerintah tentu sesuatu yang mustahil.
Hanya, masalahnya, publik umumnya kurang bersabar dan langsung berharap agar
berbagai program yang dicanangkan pemerintah langsung mulai dinikmati hasilnya.
Dalam hal ini, harapan rakyat seperti itu tentu saja tidak selamanya
salah. Tetapi, hanya perlu diingat bahwa di mata rakyat, segala janji
kampanye harus segera terlihat ada buktinya. Sehingga, tidak ada senjata
secanggih apa pun bagi sang pemimpin baru dalam memberikan kepercayaan kepada
masyarakat selain adanya isyarat tentang kesanggupan sang pemimpin baru dalam
merealisasikan janji-janjinya dalam 100 hari pertama pemerintahannya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar