Selasa, 28 Oktober 2014

Merawat Harapan Rakyat

Merawat Harapan Rakyat

Ali Rif’an  ;  Peneliti Poltracking
KORAN TEMPO, 27 Oktober 2014
                                                
                                                                                                                       


Euforia dan gegap-gempita pelantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Jokowi-JK) baru saja usai. Syukuran rakyat yang menyedot perhatian seluruh publik Indonesia hingga mewarnai pemberitaan media massa luar negeri itu seolah memantulkan sinar optimisme bagi masa depan bangsa. Tentu saja, antusiasme warga dalam menyongsong pemerintahan baru ini tak boleh dilihat sebagai sekadar selebrasi, karena di dalamnya terdapat harapan yang menyala-nyala.

Harapan rakyat yang teramat tinggi tersebut tentu tak boleh lapuk termakan janji-janji pepesan kosong. Harapan rakyat harus terus dirawat dengan kerja keras, seperti yang diungkapkan Jokowi dalam pidato pelantikan kemarin. Ada beberapa cara untuk merawat harapan rakyat.

Pertama, Presiden Jokowi harus mampu membentuk kabinet bersih. Kabinet bersih menjadi fondasi penting untuk memupuk harapan rakyat sehingga pemerintahan yang efektif dan efisien akan dapat tercipta.

Komisi Pemberantasan Korupsi serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah mengembalikan hasil penelusuran rekam jejak 43 calon menteri kepada Presiden Jokowi. Hasilnya, ada beberapa nama bermasalah. Kriteria bermasalah yang diungkapkan KPK adalah terkait dengan dugaan korupsi atau berpotensi korupsi, pernah diperiksa KPK, dan tidak taat melaporkan harta kekayaan. Sedangkan menurut PPATK, beberapa calon menteri pernah tercatat memiliki rekening yang tak sesuai dengan profil, baik rekening pribadi maupun keluarga (Tempo, 21 Oktober 2014).

Penelusuran rekam jejak calon menteri tersebut sangat penting, karena jangan sampai menteri yang diusung nantinya menjadi beban pemerintahan Jokowi atau bahkan menyenderanya. Presiden Jokowi harus belajar dari pengalaman Kabinet Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kerap direpotkan dan tersandera oleh pembantunya sendiri. Karena itu, komitmen Jokowi yang hendak membentuk kabinet kerja dan profesional harus benar-benar diwujudkan. Paling tidak, pembentukan kabinet bersih dan profesional akan dapat merawat harapan rakyat terhadap pemerintah baru Jokowi.

Kedua, Presiden Jokowi harus mampu melunasi janji-janji kampanye. Salah satu gagasan fenomenal Jokowi adalah revolusi mental. Dalam tulisannya di harian nasional, Jokowi pernah mengatakan bahwa sudah saatnya Indonesia melakukan tindakan kolektif, tidak dengan menghentikan proses reformasi yang sudah berjalan, melainkan dengan mencanangkan revolusi mental menciptakan paradigma, budaya politik, dan pendekatan nation building baru yang lebih manusiawi, sesuai dengan budaya Nusantara, bersahaja, dan berkesinambungan. Dalam konteks implementasi, rakyat kini tentu menunggu gagasan revolusi mental tersebut.

Selain revolusi mental, di antara janji-janji Jokowi lainnya adalah menyejahterakan desa dengan cara mengalokasikan dana desa rata-rata Rp 1,4 miliar per desa, perbaikan 5.000 pasar tradisional dan membangun pusat pelelangan, penyimpanan, dan pengelolaan ikan, serta menurunkan pengangguran dengan menciptakan 10 juta lapangan kerja baru selama lima tahun.

Dengan melihat beragam janji tersebut, dalam 100 hari pemerintah mendatang, Jokowi harus tancap gas dan melupakan sejenak bulan madu. Sebab, ekspektasi rakyat yang tinggi terhadap pemerintahan baru Jokowi ini tak boleh dianggap remeh. Sekali rakyat kecewa, bisa jadi rakyat akan mencabut dukungannya. Kemarahan rakyat tentu jauh lebih berbahaya ketimbang kemarahan sejumlah elite.

Sebab, harus diakui, Jokowi merupakan pemimpin yang lahir dari rakyat. Kemenangan Jokowi dalam pilpres yang lalu dapat dipastikan bukan karena faktor elite politik yang mengusungnya, melainkan karena faktor figuritas Jokowi itu sendiri. Tak mengherankan bila ada yang mengatakan, tanpa diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sekalipun-alias diusung partai lain-Jokowi akan tetap menang.

Sebab, figur Jokowi yang sangat identik dengan "rakyat biasa" adalah magnet tersendiri dalam pertarungan pilpres lalu. Karena itu pulalah banyak "rakyat biasa" rela menjadi relawan untuk mendukung pencalonannya. Untuk itu, bila harus berutang budi, utang budi terbesar bagi Jokowi sesungguhnya adalah kepada para relawan. Membalas utang budi terhadap para relawan tentu dengan cara memenuhi semua harapan dan keinginan rakyat.

Jika mau jujur, kemampuan Jokowi untuk melakukan gebrakan dan menggunakan hak prerogatifnya jauh lebih besar peluangnya ketimbang presiden-presiden sebelumnya. Sebab, Jokowi tidak tersandera oleh transaksi atau politik dagang sapi sejumlah elite. Jokowi lebih leluasa untuk memilih siapa yang akan duduk menjadi menteri karena dari awal sudah mampu merangkul mitra koalisi dengan slogan "koalisi tanpa syarat".

Dengan posisi seperti itu, Jokowi semestinya mampu bekerja di bawah tekanan publik, bukan tekanan elite. Begitu pula kebijakan-kebijakan yang digelindingkannya, harus mampu memenuhi harapan rakyat. Harapan ini tentu akan terlihat bagaimana gebrakan 100 hari pemerintah Jokowi, apakah rakyat akan puas atau sebaliknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar