Kamis, 23 Oktober 2014

Asia Tetap Kuat

Asia Tetap Kuat

David Cowen  ;  Penasihat Departemen Asia dan Pasifik,
Dana Moneter Internasional, Washington, DC
KOMPAS, 22 Oktober 2014
                                                
                                                                                                                       


BERDASARKAN laporan terbaru IMF, Regional Economic Outlook Update (Oktober 2014), prospek pertumbuhan jangka pendek Asia masih tetap kokoh di tengah berbagai revisi untuk kawasan lain yang cenderung menurun. Walaupun mengalami perlambatan ringan awal tahun ini, ekonomi negara-negara Asia diperkirakan akan tumbuh 5,5 persen pada 2014 dan 2015 sejalan dengan laju pertumbuhan beberapa tahun terakhir. Dengan beberapa pengecualian, laju inflasi diperkirakan akan tetap kecil di sebagian besar kawasan ini.

Peningkatan risiko

Terjadi peningkatan risiko, tetapi ketahanan terhadap risiko pun meningkat, termasuk di negara-negara yang terkena dampak paling besar akibat peningkatan volatilitas menyusul reaksi pasar yang mengantisipasi isu pengurangan stimulus moneter (tapering) The Fed AS tahun lalu. Meski demikian, tindakan lebih lanjut masih diperlukan untuk memperkuat penyangga kebijakan dan menanggapi berbagai tantangan jangka menengah terhadap stabilitas dan pertumbuhan.

Jadi, apa yang mendorong prospek pertumbuhan Asia yang kuat ini? Pertama, pertumbuhan ekonomi global yang lebih baik akan mendorong ekspor di sebagian besar kawasan Asia dan Pasifik. Pada kenyataannya, setelah triwulan pertama yang lemah, pertumbuhan ekspor mulai menguat kembali. Dengan penguatan pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat dan ekspektasi pemulihan di kawasan euro, momentum ekspor mestinya akan bertahan relatif kuat.

Kedua, pasar finansial global telah membaik dalam beberapa tahun terakhir, terlepas dari turbulensi belakangan ini, didukung oleh ekspektasi pertumbuhan lebih tinggi dan meningkatnya selera pasar akan risiko. Kondisi ini turut mendorong arus modal masuk ke Asia, termasuk Indonesia. Kebijakan ekonomi di negara-negara Asia pun umumnya mendukung hal ini—secara khusus, suku bunga riil jangka pendek tetap berada pada kisaran di bawah tingkat pra-krisis keuangan global. Faktor-faktor ini semestinya dapat mendorong pertumbuhan sisi permintaan domestik yang kuat ke depan.

Prospek kawasan Asia dan Pasifik yang secara umum baik ini menutupi perbedaan-perbedaan subregional yang penting. Di Tiongkok, pertumbuhan akan tetap kuat dalam jangka pendek, dibantu oleh langkah-langkah stimulus yang baru-baru ini diambil. Kami memperkirakan akan terjadi moderasi bertahap menuju pertumbuhan yang lebih berkelanjutan sepanjang tahun depan. Hal ini disebabkan oleh perlambatan yang terjadi di sektor real estat serta upaya untuk memangkas pertumbuhan kredit dan menyeimbangkan kembali ekonomi akan memperlambat pertumbuhan investasi.

Di Jepang, ”Abenomics” masih tetap memberikan dorongan, tetapi pertumbuhan diperkirakan akan berada sedikit di bawah 1 persen tahun ini dan tahun depan berkat kenaikan investasi swasta, dibantu oleh yen yang lebih lemah, harga saham yang tinggi, dan kenaikan laba korporasi, di mana sebagian hal ini akan mengimbangi efek konsolidasi fiskal terhadap permintaan domestik.

Di India, aktivitas ekonomi yang meningkat kuat dan momentum pertumbuhan akan mendukung peningkatan kepercayaan dunia usaha, investasi, dan ekspor.

Prospek Indonesia

Secara keseluruhan, ekonomi ASEAN juga akan mengalami penguatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014 dengan sedikit percepatan pada 2015, sebagian disebabkan keterkaitan ekonomi negara-negara ASEAN terhadap ekonomi global yang membaik.

Untuk Indonesia, prospek pertumbuhan tahun 2014 akan melambat ke kisaran 5,25 persen, disebabkan permintaan investasi yang melemah dan lesunya sektor sumber daya alam, tetapi akan meningkat pada tahun 2015 ke 5,5 persen berkat membaiknya sentimen bisnis yang bersumber dari momentum reformasi yang positif, serta dukungan dari permintaan rumah tangga, terlepas dari kemungkinan kenaikan harga barang yang diatur pemerintah.

Terlepas prospek yang baik ini, Asia terus menghadapi risiko yang signifikan terhadap stabilitas dan pertumbuhan. Dalam jangka pendek, investor dapat bereaksi berlebihan terhadap meningkatnya suku bunga AS dan menarik uang keluar dari kawasan ini, mengakibatkan lonjakan volatilitas pasar finansial, biaya pinjaman yang lebih tinggi, dan, pada akhirnya, tingkat pertumbuhan yang lebih rendah.

Leverage korporasi yang lebih tinggi dan utang rumah tangga yang meningkat juga dapat mengamplifikasi dampak negatif kenaikan suku bunga terhadap investasi dan pertumbuhan ekonomi. Terakhir, eskalasi ketegangan geopolitis dapat secara luas berdampak buruk pada ekspor dan kegiatan ekonomi. Untuk sebagian pengekspor, termasuk Indonesia, pertumbuhan global yang kurang menguntungkan juga dapat menekan harga berbagai komoditas utama.

Reformasi struktural

Lalu apa peran kebijakan dalam hal ini? Langkah-langkah yang baru diambil oleh pembuat kebijakan di kawasan Asia telah mendorong kepercayaan diri dan meningkatkan ketahanan di beberapa negara, termasuk India dan Malaysia. Hal yang sama berlaku untuk Indonesia, dibantu dengan sikap moneter terkini dan fleksibilitas nilai tukar, dibuktikan oleh laju inflasi yang lebih rendah dan penyangga cadangan valuta asing yang kuat.

Namun, penanggulangan risiko memerlukan dorongan baru untuk reformasi struktural di seluruh kawasan Asia, yang terus mengalami perlemahan prospek pertumbuhan jangka panjang dalam beberapa tahun belakangan ini. Reformasi seperti ini tidak hanya akan membuat pertumbuhan Asia lebih kuat, berkelanjutan, dan inklusif, tetapi juga akan menurunkan kerentanannya pada kekecewaan pertumbuhan lebih lanjut dan kejutan pasar yang berasal dari Barat.

Dalam kasus Indonesia, tantangan langsungnya adalah menciptakan ruang fiskal yang lebih leluasa melalui reformasi pajak dan subsidi untuk mendukung belanja sosial dan infrastruktur serta menjamin tingkat kepercayaan investor, baik domestik maupun asing, yang dilandasi oleh kebijakan yang ramah pada pertumbuhan dengan maksud untuk mendorong iklim usaha yang kompetitif di Indonesia yang sedang memulai era politik yang baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar