Asia
Tetap Kuat
David Cowen ; Penasihat
Departemen Asia dan Pasifik,
Dana Moneter Internasional, Washington, DC
|
KOMPAS,
22 Oktober 2014
BERDASARKAN laporan terbaru IMF, Regional
Economic Outlook Update (Oktober
2014), prospek pertumbuhan jangka pendek Asia masih tetap kokoh di tengah
berbagai revisi untuk kawasan lain yang cenderung menurun. Walaupun mengalami
perlambatan ringan awal tahun ini, ekonomi negara-negara Asia diperkirakan
akan tumbuh 5,5 persen pada 2014 dan 2015 sejalan dengan laju pertumbuhan
beberapa tahun terakhir. Dengan beberapa pengecualian, laju inflasi
diperkirakan akan tetap kecil di sebagian besar kawasan ini.
Peningkatan
risiko
Terjadi peningkatan risiko, tetapi ketahanan terhadap risiko pun
meningkat, termasuk di negara-negara yang terkena dampak paling besar akibat
peningkatan volatilitas menyusul reaksi pasar yang mengantisipasi isu
pengurangan stimulus moneter (tapering)
The Fed AS tahun lalu. Meski demikian, tindakan lebih lanjut masih diperlukan
untuk memperkuat penyangga kebijakan dan menanggapi berbagai tantangan jangka
menengah terhadap stabilitas dan pertumbuhan.
Jadi, apa yang mendorong prospek pertumbuhan Asia yang kuat ini?
Pertama, pertumbuhan ekonomi global yang lebih baik akan mendorong ekspor di
sebagian besar kawasan Asia dan Pasifik. Pada kenyataannya, setelah triwulan
pertama yang lemah, pertumbuhan ekspor mulai menguat kembali. Dengan
penguatan pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat dan ekspektasi pemulihan di
kawasan euro, momentum ekspor mestinya akan bertahan relatif kuat.
Kedua, pasar finansial global telah membaik dalam beberapa tahun
terakhir, terlepas dari turbulensi belakangan ini, didukung oleh ekspektasi
pertumbuhan lebih tinggi dan meningkatnya selera pasar akan risiko. Kondisi
ini turut mendorong arus modal masuk ke Asia, termasuk Indonesia. Kebijakan
ekonomi di negara-negara Asia pun umumnya mendukung hal ini—secara khusus,
suku bunga riil jangka pendek tetap berada pada kisaran di bawah tingkat
pra-krisis keuangan global. Faktor-faktor ini semestinya dapat mendorong
pertumbuhan sisi permintaan domestik yang kuat ke depan.
Prospek kawasan Asia dan Pasifik yang secara umum baik ini menutupi
perbedaan-perbedaan subregional yang penting. Di Tiongkok, pertumbuhan akan
tetap kuat dalam jangka pendek, dibantu oleh langkah-langkah stimulus yang
baru-baru ini diambil. Kami memperkirakan akan terjadi moderasi bertahap
menuju pertumbuhan yang lebih berkelanjutan sepanjang tahun depan. Hal ini
disebabkan oleh perlambatan yang terjadi di sektor real estat serta upaya
untuk memangkas pertumbuhan kredit dan menyeimbangkan kembali ekonomi akan
memperlambat pertumbuhan investasi.
Di Jepang, ”Abenomics” masih tetap memberikan dorongan, tetapi
pertumbuhan diperkirakan akan berada sedikit di bawah 1 persen tahun ini dan
tahun depan berkat kenaikan investasi swasta, dibantu oleh yen yang lebih
lemah, harga saham yang tinggi, dan kenaikan laba korporasi, di mana sebagian
hal ini akan mengimbangi efek konsolidasi fiskal terhadap permintaan
domestik.
Di India, aktivitas ekonomi yang meningkat kuat dan momentum
pertumbuhan akan mendukung peningkatan kepercayaan dunia usaha, investasi,
dan ekspor.
Prospek
Indonesia
Secara keseluruhan, ekonomi ASEAN juga akan mengalami penguatan
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014 dengan sedikit percepatan pada 2015,
sebagian disebabkan keterkaitan ekonomi negara-negara ASEAN terhadap ekonomi
global yang membaik.
Untuk Indonesia, prospek pertumbuhan tahun 2014 akan melambat ke
kisaran 5,25 persen, disebabkan permintaan investasi yang melemah dan lesunya
sektor sumber daya alam, tetapi akan meningkat pada tahun 2015 ke 5,5 persen
berkat membaiknya sentimen bisnis yang bersumber dari momentum reformasi yang
positif, serta dukungan dari permintaan rumah tangga, terlepas dari
kemungkinan kenaikan harga barang yang diatur pemerintah.
Terlepas prospek yang baik ini, Asia terus menghadapi risiko yang
signifikan terhadap stabilitas dan pertumbuhan. Dalam jangka pendek, investor
dapat bereaksi berlebihan terhadap meningkatnya suku bunga AS dan menarik
uang keluar dari kawasan ini, mengakibatkan lonjakan volatilitas pasar
finansial, biaya pinjaman yang lebih tinggi, dan, pada akhirnya, tingkat
pertumbuhan yang lebih rendah.
Leverage korporasi yang lebih tinggi dan utang rumah tangga yang
meningkat juga dapat mengamplifikasi dampak negatif kenaikan suku bunga
terhadap investasi dan pertumbuhan ekonomi. Terakhir, eskalasi ketegangan
geopolitis dapat secara luas berdampak buruk pada ekspor dan kegiatan
ekonomi. Untuk sebagian pengekspor, termasuk Indonesia, pertumbuhan global
yang kurang menguntungkan juga dapat menekan harga berbagai komoditas utama.
Reformasi
struktural
Lalu apa peran kebijakan dalam hal ini? Langkah-langkah yang baru
diambil oleh pembuat kebijakan di kawasan Asia telah mendorong kepercayaan
diri dan meningkatkan ketahanan di beberapa negara, termasuk India dan
Malaysia. Hal yang sama berlaku untuk Indonesia, dibantu dengan sikap moneter
terkini dan fleksibilitas nilai tukar, dibuktikan oleh laju inflasi yang
lebih rendah dan penyangga cadangan valuta asing yang kuat.
Namun, penanggulangan risiko memerlukan dorongan baru untuk reformasi
struktural di seluruh kawasan Asia, yang terus mengalami perlemahan prospek pertumbuhan
jangka panjang dalam beberapa tahun belakangan ini. Reformasi seperti ini
tidak hanya akan membuat pertumbuhan Asia lebih kuat, berkelanjutan, dan
inklusif, tetapi juga akan menurunkan kerentanannya pada kekecewaan
pertumbuhan lebih lanjut dan kejutan pasar yang berasal dari Barat.
Dalam kasus Indonesia, tantangan langsungnya adalah menciptakan ruang
fiskal yang lebih leluasa melalui reformasi pajak dan subsidi untuk mendukung
belanja sosial dan infrastruktur serta menjamin tingkat kepercayaan investor,
baik domestik maupun asing, yang dilandasi oleh kebijakan yang ramah pada
pertumbuhan dengan maksud untuk mendorong iklim usaha yang kompetitif di
Indonesia yang sedang memulai era politik yang baru. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar