Haji,
Cukup Sekali
Denis Arifandi Pakih Sati ; Studi
Pascasarjana Hukum Islam
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
|
HALUAN,
15 Oktober 2014
Ibadah haji tahun ini sudah selesai. Para jamaah haji sudah mulai
kembali ke negaranya masing-masing, termasuk jamaah haji dari Indonesia. Bisa
dipastikan, tidak ada satu orang pun yang bersedih di antara mereka. Justru,
yang bersedih itu adalah orang yang ingin menunaikannya, namun belum sempat,
baik karena masalah materi maupun teknis.
Menarik untuk menyimak ucapan
Imam Besar Masjid Istiqlal belum lama ini, yang dimuat salah satu Media
Nasional tentang orang-orang yang menunaikan haji berkali-kali. Beliau
menyatakan bahwa orang yang menunaikan haji berkali-kali itu melakukan
pemborosan dan menzhalimi orang lain. Dengan makna yang seirama, juga pernah
disampai oleh Mentri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Dan Majelis Ulama
Indonesia (MUI) juga memberikan rekomendasi yang sama.
Sesuai dengan keputusan Menteri
Agama (KMA) no 64 tahun 2014 tentang penetapan kuota haji 1435H/2014M menyebutkan
bahwa jumlah haji Indonesia sebanyak 168.800 orang yang terdiri dari kuota
haji regular sebanyak 155.200 orang dan kuota haji khusus 13.600 orang. Dan
saya rasa, tahun depan kuotanya juga tidak akan berubah. Kalau pun berubah,
paling tidak begitu signifikan.
Coba perhatikan, jikalau
dibandingkan jumlah kaum muslimin yang ada di Indonesia ini, tentunya jumlah
tersebut sangat kecil sekali. Jumlah penduduk Indonesia sekitar 200 juta, 80
% nya adalah muslim. Dengan kuota yang hanya sebesar itu, kesempatan yang ada
cukup kecil sekali.
Kenyataannya, di beberapa
daerah antrian untuk keberangkatan haji sudah ada yang mencapai sepuluh
tahun atau juga yang sampai lima belas tahun. Bahkan kalau tidak salah, ada
yang sudah mencapai dua puluhan tahun. Semakin lama, jumlah antrian itu
semakin banyak, karena semakin banyaknya kaum muslimin yang rindu untuk
menunaikan rukun Islam yang kelima ini. Artinya, kesempatan untuk berhaji bagi
orang yang berada di kelas menengah ke bawah semakin kecil. Mereka hanya bisa
berkhayal bisa berangkat kesana. Hanyut dalam mimpi dan lamunan.
Di saat yang sama, ada orang
yang punya kelebihan harta berulang kali menunaikan ibadah haji, baik
melalui jalur ONH biasa maupun ONH plus. Penulis tidak bisa memungkiri,
seseorang sudah pernah lansung melihat ka’bah dan menginjakkan kakinya di
mesjid al-haram, maka ia akan rindu untuk kembali kesana. Ini bukan perkataan
satu atau dua orang saja, sudah puluhan orang yang saya temui menyatakan hal
ini.
Namun, bagi yang sudah
menunaikan ibadah haji, ada baiknya jikalau ia memberikan kesempatan itu
kepada orang yang sulit menunaikannya karena kefakiran dan tidak mendapatkan
orang yang akan membiayainya. Ada orang yang sudah tua renta, yang kematian
sudah mengintainya. Rindunya sangat besar menunaikan ibadah ini, namun
tidak mampu secara materi.
Solusinya?
Bantulah orang seperti ini.
Berikan kesempatan kepadanya untuk menunaikan haji. Baginya ini adalah
kesempatan pertama yang mungkin tidak akan terulang lagi. Bahkan, bisa jadi
ia hanya akan mengantarkan nyawanya disana. Namun, bagi setiap
perindu kabah, meninggal disana adalah sebuah kemuliaan.
Jangan takut, tidak akan ada
merugi. Zhahirnya uang itu memang akan berpindah tangan, namun hakikatnya
tidak seperti itu. Bahkan, orang yang melakukannya akan mendapatkan pahala
yang sama dengan pahala orang menunaikannya plus pahala karena membuat orang
lain bahagia.
Pada suatu hari, Imam Ahmad
ditanya, “Manakah yang lebih utama; menunaikan haji sunnah atau membantu kerabat.”
Ia menjawab, “Jikalau mereka membutuhkan, maka membantu mereka lebih saya
sukai.” Pada waktu lainnya, ada seseorang yang berkata di depan
al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib, “Saya akan haji, saya akan haji.” Ia
menjawab, “Engkau sudah menunaikan haji. Sambunglah silaturrahim,
bantulah orang yang kesusahan, dan berbuat baiklah kepada tetangga.”
Ibn al-Jauzi pernah mengatakan,
“Sedekah lebih baik dari haji dan jihad.”
Ibrahim an-Nakh’i menjelaskan
bahwa dahulu para salaf berpandangan bahwa bersedekah lebih baik dari menunaikan
haji berkali-kali.”
Cobalah perhatikan orang-orang
yang sudah tua dan ringkih, namun belum sempat menunaikan ibadah haji. Hati
mereka menjerit ingin menunaikannya. Ras rindu sudah menyesak. Namun apa
daya, kemampuan materi tidak memungkinkan mereka untuk berangkat kesana.
Oleh karena itu, bagi orang
yang sudah pernah menunaikan ibadah haji, ada
baiknya memberikan kesempatan
kepada orang yang belum menunaikan. Sedekahkanlah harta kepada mereka.
Yakinlah, kebahagiaan melihat kebahagiaan mereka, jauh lebih hebat dari kebahagiaan
yang mungkin dirasakan ketika menunaikan ibadah haji untuk kedua kali atau
lebih.
Atau jikalau tidak ingin
memberikannya kepada satu orang saja, maka sedekahkanlah harta yang
digunakan untuk berangkat haji itu kepada orang-orang yang membutuhkan. Masih
banyak di Indonesia ini orang yang tidak mendapatkan sesuap nasi untuk
menopang tulang punggung, masih ada anak-anak Indonesia yang tidak mendapatkan
biaya untuk melanjutkan studinya, dan masih banyak pengangguran yang
membutuhkan modal untuk menejawantahkan idenya.
Dimana letaknya keimanan,
ketika seorang muslim mampu berangkat haji berkali-kali, sedangkan saudaranya
hanya mampu meneteskan airmata karena ketidak mampuannya. Di saat ada yang
meneteskan mata karena saking senangnya berada di sana untuk kesekian kalinya,
ada muslim lainnya yang menangis tersedu-sedu karena tidak mendapatkan sesuap
nasi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar