Jumat, 24 Oktober 2014

Presiden dan Kesejahteraan

Presiden dan Kesejahteraan

Juli Panglima Saragih  ;  Peneliti di Pusat Pengkajian Pengolahan Data
dan Informasi (P3DI) DPR RI
REPUBLIKA, 21 Oktober 2014
                                                
                                                                                                                       


Pada Senin, 20 Oktober 2014, presiden dan wakil presiden terpilih akan resmi dilantik oleh MPR di Gedung MPR/DPR/DPD. Joko Widodo merupakan presiden ketujuh dalam sejarah pemerintahan Indonesia untuk periode 2014-2019.
Terlepas partai (koalisi) apa yang mencalonkannya, tetapi Joko Widodo menjadi presiden seluruh rakyat. Karena itu, presiden baru harus dan memiliki tanggung jawab untuk menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia lima tahun ke depan.

Pertanyaannya, bagaimana cara menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke dengan kompleksitas problema? Pertama, negara harus lebih kuat dari rakyatnya dengan meningkatkan kapasitas dan kemampuan negara menciptakan kebijakan publik yang unggul dan melayani rakyatnya.

Demokrasi adalah pilihan berpolitik dan bernegara. Setelah Indonesia menjadi negara demokrasi, maka tantangan pembangunan politik adalah melahirkan kebijakan pembangunan (public policies) yang mengangkat derajat hidup rakyat, bukan sekadar peningkatan pendapatan per kapita atau pertumbuhan PDB sebagai tolok ukur. Sebab, jumlah penduduk miskin sampai saat ini masih cukup banyak, menurut ukuran BPS.

Susilo Bambang Yudhoyono pernah menegaskan, demokrasi dan reformasi (saja) --sebagai pilihan berpolitik tidaklah cukup untuk menyejahterakan rakyat. Perlu implementasi good and clean governance, terutama dalam kaitan penguatan kapasitas negara dalam menciptakan kebijakan publik yang unggul dan prorakyat.

Politik kesejahteraan rakyat tidak lagi wacana, tapi kewajiban dalam setiap rezim pemerintahan baru, apabila Indonesia menjadi negara maju. Dalam beberapa bulan terakhir menteri keuangan pernah mengingatkan akan munculnya istilah middle income trap.

Artinya dengan kelimpahan SDM yang berkualitas dan semakin banyaknya jumlah kelas menengah baru, maka sebenarnya Indonesia dapat keluar dari kelompok negara berpenghasilan menengah dan memasuki kelompok negara maju. Indonesia harus keluar dari jebakan tersebut dan dapat menikmati hasil pertumbuhan dan pembangunan yang dicapai selama ini.

Kedua, supreme political leadership harus kuat. Negara yang kuat terlihat dan tecermin dari para pemimpinnya terutama presiden. Karena itu, perlu terus dikembangkan negarawan yang berjiwa kepemimpinan, berintegritas, bermoral, dan dekat dengan rakyat, serta bersih dari perilaku korupsi. Kegagalan suatu pemerintahan juga dapat terjadi karena kesalahan kepemimpinannya. Banyak contoh dan kasus jatuh bangun suatu rezim pemerintahan di dunia karena kualitas kepemimpinan negaranya.

Kita tidak perlu membanding-bandingkan suatu presiden dengan presiden lainnya, tetapi bagaimana presiden nanti bisa melihat apa masalah yang dihadapi oleh rakyat dan negaranya. Kepemimpinan yang solid dan bijak akan melahirkan manajemen pemerintahan yang baik (good governance) yang akan melahirkan kebijakan publik yang unggul dan kesejahteraan bagi rakyat.

Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani menjadi prinsip kepemimpinan yang baik dalam masyarakat Jawa. Prinsip ini sinergi dengan konsep kepemimpinan dan kualitas manajemen pemerintahan di negara maju.

Ketiga, substansi atau kualitas kebijakan lebih penting dari proses. Artinya, dalam lima tahun ke depan, visi, misi, dan program pembangunan hendaknya lebih mengutamakan substansi dan kualitas (content of a policy) serta mengawal pelaksanaan kebijakan agar berguna dan dirasakan langsung oleh rakyat ketim- bang prosesnya.

Seorang pemimpin yang bijak dapat melakukan diskresi untuk mengakselerasi atau mengambil keputusan politik demi menyelamatkan negara dan memakmurkan rakyatnya. Pertanyaan kemudian, apa substansi politik kesejahteraan rakyat presiden terpilih?

Salah satu ruang yang dapat dilakukan presiden terpilih adalah melalui politik fiskal dalam anggaran negara. Tetapi, Presiden Joko Widodo dihadapkan pada dilema dalam setiap pengambilan keputusan politik baru. Artinya, di satu sisi Presiden harus menyelamatkan anggaran negara agar tetap berkesinambungan, di sisi lain harus membela rakyat miskin dengan tetap mempertahankan subsidi, termasuk subsidi energi?

Di sinilah diuji keberhasilan rezim pemerintahan baru melahirkan kebijakan publik unggul yang bersifat win-win solution sehingga permasalahan di masyarakat tidak semakin menumpuk dan kompleks atau akut. Presiden Joko Widodo perlu terlebih dahulu mengidentifikasi fokus anggaran dan target yang harus dicapai. Apa pun yang dikampanyekan calon presiden terdahulu muaranya adalah menyejahterakan rakyat banyak.

Kepemimpinan Presiden Joko Widodo diuji dalam mengoordinasikan dan mengoptimalisasi potensi kekayaan sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Artinya, negaralah yang berdaulat dan berkuasa atas setiap potensi sumber daya yang kita miliki untuk dimanfaatkan sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Tantangan pada hari ini muncul dari persoalan masa lalu dan tantangan di masa datang muncul dari persoalan hari ini yang belum dipecahkan secara tuntas. Selamat bekerja untuk Presiden dan Wakil Presiden baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar