Norma
Etika Kenegarawanan
Dadan Sidqul Anwar ; Peneliti
bidang integritas dan good governance di LAN RI dan Institute for
Jurisprudence, Constitutional and Administrative Law,
Universiteit Utrecht
|
JAWA
POS, 24 Oktober 2014
DALAM
hajatan besar bangsa Indonesia, yakni pelantikan Joko Widodo dan Jusuf Kalla
sebagai presiden dan wakil presiden 2014–2019, kehadiran Prabowo –demikian
juga dengan sapaan Jokowi kepada Prabowo sebagai rekan dan sahabat yang
dibalas dengan penghormatan– memiliki arti tersendiri. Sebelumnya, setelah
lama ditunggu-tunggu dan diharapkan publik, keduanya bertemu dan
berkomunikasi dengan hangat.
Fenomena
tersebut mengindikasikan pertarungan politik yang telah dilalui keduanya
sejak pilpres, konflik hukum dan politik setelah keputusan KPU, sampai
putusan Mahkamah Konstitusi tentang pemenang piplres seakan hanya merupakan
dinamika dan romantika dalam pertempuran politik. Bukan konflik yang tiada
akhir yang akan terus memperpanjang permusuhan yang bisa mengganggu kinerja
pemerintahan baru sehingga merugikan bangsa. Tentu saja, sebagaimana disorot
berbagai pihak, fenomena tersebut meredakan tensi politik Indonesia. Bahkan
menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia mampu berpolitik secara beradab.
Kecenderungan
dinamika politik yang positif tersebut sebenarnya tidak hanya mendinginkan
iklim politik dan mengharumkan nama Indonesia, tetapi lebih jauh dari itu,
memberikan pelajaran yang berharga bagi bangsa ini tentang arti sebuah
’’etika kenegarawanan’’ yang dipentaskan dengan baik oleh dua petarung
politik yang menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi dan
kelompok. Sikap dan perilaku tersebut tentu patut menjadi pelajaran berharga
bagi seluruh elemen bangsa, khususnya para pejabat negara.
Pelajaran Berharga: Etika
Kenegarawanan
Seiring
dengan semakin modernnya sistem kebangsaan kita yang ditandai, antara lain,
demokratisasi di berbagai bidang, termasuk bidang politik dan pemerintahan,
jangan sampai negara ini terjebak hanya pada dimensi-dimensi teknis
modernisasi sistem politik serta pemerintahan. Memang betul, berbagai
pendekatan yang baru dalam politik dan pemerintahan sebagaimana diaplikasikan
di negara-negara maju perlu menjadi perhatian kita. Tetapi, aspek etika juga
perlu mendapat perhatian. Bahkan, dalam konteks Indonesia, etika itu bisa
dikatakan bagian dari jiwa (soul),
sedangkan ranah teknis menjadi raganya. Jadi, kebebasan berekspresi dalam
konteks demokrasi sangat perlu, tetapi akan lebih bermakna jika dilandasi
perilaku etis kenegarawanan.
Etika
itu terkait dengan norma apa yang seharusnya (what should be) sehingga suatu tindakan bisa dikatakan benar atau
baik. Ada beberapa pendekatan untuk menilai sesuatu dikatakan baik atau benar.
Salah satunya pendekatan deontology.
Yakni,kebenaran suatu tindakan dilihat sebagai duty, tugas mulia yang seharusnya secara moral dilakukan,
walaupun bisa jadi hasilnya menyakitkan (Kant, 1785). Sementara itu,
kenegarawanan akan tecermin dalam sikap mementingkan kepentingan bangsa di
atas kepentingan pribadi dan kelompok.
Karena
itu, etika kenegarawanan merupakan perilaku pengembanan tugas yang menjadikan
kepentingan bangsa sebagai supremasi kepentingan. Tugas mulia itu bisa jadi
berat karena harus menafikan ego pribadi dan kelompok. Tetapi, ketika tugas
tersebut bisa dilakukan, ia akan memuliakan pengemban tugas dan membawa
kemaslahatan publik.
Dari
esensi etika kenegarawanan tersebut, kehadiran Prabowo dalam pelantikan
presiden dan wakil presiden serta pertemuan sebelumnya antara Jokowi sebagai
presiden terpilih dan Prabowo bisa dikategorikan sebagai manifestasi etika
kenegarawanan tersebut. Buah tindakan itu adalah kemaslahatan publik yang
dicerminkan dengan suasana politik Indonesia yang lebih damai, santun,
stabil, dan bahkan menghasilkan politik kegembiraan serta menyejahterakan
rakyat.
Sebaliknya,
jika konflik terbuka antar keduanya terus terjadi, bisa jadi pertempuran
politik yang tidak perlu akan terus mendera bangsa ini. Antarkoalisi partai
terus bertikai. Demikian juga antar pendukung partai dan bahkan masyarakat
luas bisa terbelah sehingga kekuatan kebersamaan bangsa terganggu.
Ke
depan, pelajaran berharga itu tentu harus dimanifestasikan para pemimpin
bangsa, baik di ranah eksekutif/birokrasi, legislatif, maupun yudikatif,
bahkan oleh semua elemen bangsa ini. Konteks etika kenegarawanan juga tidak
hanya dalam rivalitas politik di gelanggang pemilu, tetapi juga dalam
aktivitas di semua gelanggang pemerintahan. Termasuk dalam memberikan
pelayanan terbaik kepada warga dan tidak korupsi dalam melaksanakan tugas
negara. Dengan diterapkannya etika kenegarawanan tersebut, negeri ini telah
memiliki modal yang lebih besar dari uang untuk lari kencang menuju kejayaan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar