Kamis, 23 Oktober 2014

Pemimpin yang Husnul Khatimah

Pemimpin yang Husnul Khatimah

Abdul Mu’ti  ;  Sekretaris PP Muhammadiyah,
Dosen FITK UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
KORAN SINDO, 22 Oktober 2014
                                                
                                                                                                                       


Secara bahasa, husnul khatimah berarti akhir yang indah, bahagia, sukses, selamat, happy ending. Antonim husnul khatimah adalah suul khatimah, artinya akhir yang buruk, menderita, gagal, celaka, unhappy ending.

Di Indonesia, husnul khatimah biasanya diucapkan sebagai doa untuk seorang yang meninggal dunia. Ketika seseorang wafat, kaum muslim berdoa: “Semoga almarhum/almarhumah husnul khatimah, diterima seluruh amal salehnya dan mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT.” Judul artikel ini tidak terkait dengan seorang pemimpin yang meninggal dunia. Tetapi, pemimpin yang mengakhiri jabatannya. Banyak pemimpin yang mengakhiri jabatannya secara husnul khatimah dan tidak sedikit yang turun tahta secara suul khatimah.

Pemimpin yang Selamat

Dalam hubungannya dengan kepemimpinan bangsa dan negara, pemimpin yang husnul khatimah memiliki lima kriteria. Pertama, memimpin sampai akhir masa jabatan yang ditentukan. Pemimpin yang menemui ajal dengan sempurna. Ajal artinya “batas hidup yang ditentukan Tuhan, saat mati, janji akan mati” (KBBI, 2002: 17). Pemimpin yang husnul khatimah tidak diturunkan “di tengah jalan”, melainkan merencanakan dengan sebaik-baiknya untuk lengser sebelum purnabakti. Kriteria kedua adalah turun dengan tenang dan damai.

Analog dengan kematian, pemimpin husnul khatimah mengembuskan nafas terakhir dengan penuh keikhlasan. Pergantian dan transisi kepemimpinan berlangsung aman, tidak ada pertumpahan darah, sebagian sudah menyiapkan “putra mahkota”. Pemimpin yang husnul khatimah bukan mereka yang berusaha memperpanjang masa jabatannya kemudian terpaksa turun karena kekalahan atau kekisruhan politik. Kriteria ketiga adalah beristirahat dengan tenang, rest in peace. Ketika tidak lagi di tampuk kekuasaan, banyak pemimpin yang dalam kondisi sakit-sakitan justru menjadi pesakitan.

Berbagai masalah hukum mendera bahkan dipenjara di sisa masa hayatnya. Pemimpin yang husnul khatimah adalah mereka yang tetap memimpin walau tidak lagi menjabat. Mereka madeg pandita ratu sebagai figur inspiratif, guru yang tidak menggurui, menggerakkan dari balik layar, tut wuri handayani, dengan kekuatan karisma dan keteladanan. Pemimpin yang husnul khatimah meninggalkan gelanggang pemerintahan ketika negara dalam keadaan kuat. Kriteria keempat ini menunjukkan bahwa mereka bukanlah sosok pengecut yang tinggal glanggang colong playu.

Mereka adalah pemimpin yang bertanggung jawab dengan amanah, meletakkan dasar-dasar yang kuat untuk suksesi kepemimpinan dan pijakan kokoh untuk kemajuan bangsa. Mereka turun di puncak kejayaan dirinya, bangsa, dan negaranya tanpa berusaha memiliki, menikmati, apalagi menguasai ihwal yang telah diberikan untuk negara demi kepentingan pribadi dan keluarganya.

Kelima, pemimpin yang husnul khatimah senantiasa dikenang dan dihormati karena jasajasanya. Dalam bahasa Alquran, mereka menjadi buah bibir yang baik (lisan al-shidq) bagi dunia. Amalnya tidak terputus walau hayat telah menjemput. Namanya diabadikan dalam sejarah bangsanya dan peradaban dunia. Karya-karyanya abadi, tulisan dan gagasannya terus-menerus dikaji. Pemimpin yang husnul khatimah adalah mereka yang selamat dalam memimpin dan menyelamatkan bangsa dan negara dengan kepemimpinannya.

Pengalaman Indonesia

Dalam khasanah kepemimpinan dunia banyak pemimpin yang husnul khatimah dan suul khatimah . Penilaian didasarkan atas rekam jejak mereka sebagai pemimpin negara dari kaca mata politik, bukan teologi. Nelson Mandela, Mahatir Muhammad, Lee Kwan Yew adalah tiga di antara banyak pemimpin dunia yang husnul khatimah . Pada sisi lain, masa akhir kepemimpinan Muammar Khadafi, Hosni Mubarak, dan Ferdinand Marcos tamat secara suul khatimah. Sebagai bangsa yang besar, Indonesia memiliki pemimpin hebat.

Presiden Soekarno adalah Bapak Bangsa, Proklamator Kemerdekaan, Solidarity Maker yang berhasil menggerakkan pemimpin negara-negara terjajah membebaskan diri dari belenggu kolonialisme.

Presiden Soeharto adalah Bapak Pembangunan yang berhasil mengangkat ekonomi Indonesia dari keterpurukan, menjadi negara yang berswasembada pangan dan dihormati sebagai “Big Brother“ Negara-negara ASEAN.

Presiden Habibie adalah teknokrat hebat, Bapak Teknologi yang mengangkat marwah Indonesia sebagai negara industri berteknologi tinggi dengan mempersiapkan generasi berotak emas menuju keemasan bangsa, dan meletakkan dasar-dasar pemerintahan yang demokratis.

Presiden Abdurrahman Wahid adalah Bapak Pluralisme, seorang ulama berdarah biru yang membangun kehidupan kebangsaan yang terbuka, toleran, dan santun.

Presiden Megawati adalah “Bapak NKRI”, ibu negara yang menyelamatkan Indonesia dari perpecahan, menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah Bapak Demokrasi yang memimpin Indonesia dengan kesantunan, tata krama berbangsa dan bernegara di atas prinsip-prinsip hukum dan demokrasi. Bangsa Indonesia telah mencatat dengan baik bagaimana awal dan akhir kepemimpinan para presiden Indonesia.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa mengakui kehebatan para presidennya. Apakah mereka pemimpin yang husnul khatimah? Silakan para pembaca menilainya. Bagaimana dengan Presiden Joko Widodo? Akankah kepemimpinannya husnul khatimah? Biarlah sejarah yang membuktikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar