Tugas
Presiden Baru Merekayasa Bonus Demografi
Ahan Syahrul Arifin ; Mantan Ketua PB HMI; Mahasiswa
Pascasarjana UI
|
SINAR
HARAPAN, 21 Oktober 2014
Sejak 2012, Indonesia telah memasuki masa bonus demografi. Titik masa
yang membuat rasio ketergantungan penduduk usia tidak produktif berada di
bawah angka 50. Artinya, 100 orang produktif cuma menanggung 50 orang usia
tidak produktif, atau dua orang bekerja hanya menanggung satu orang tidak
bekerja. Kondisi ini akan memberikan kesempatan besar (the window of opportunity) bagi setiap bangsa yang mengalami.
Indonesia diperkirakan mendapatkan masa bonus demografi pada rentang
2012-2035. Puncak kesempatan berada di kisaran 2028-2031, yakni saat rasio
ketergantungan pada kisaran 47 per 100 orang.
Bonus demografi, yang berhasil dijadikan jendela peluang, akan jadi
daya ungkit bagi kemajuan bangsa. Namun, begitu salah urus, bonus demografi
akan jadi ancaman yang fatal di masa depan.
Keberhasilannya memantik kinerja pembangunan yang melonjak tajam.
Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan PDB/per kapita merupakan parameter yang
menunjukkan keberhasilan tersebut. Potensi ini sebagaimana disebutkan Prof
(emeritus) Dorodjatun Kuntjoro-Jakti dalam buku Menerawang Indonesia.
Kesempatan yang tidak akan datang dua kali tersebut harus benar-benar
bisa dimanfaatkan. Ketika itu, jumlah terbanyak penduduk produktif akan masuk
masa tua, memasuki masa rehat, saat tenaga mulai melemah dan sakit mudah
mendera. Tak dapat dibayangkan bila waktu itu kesejahteraan bangsa belum
baik, negara masih miskin, sedangkan penduduk usia senja memenuhi setiap
gang. Beban negara akan lebih berat dan besar.
Rekayasa
Usia Produktif
Profil demografi yang menguntungkan tersebut harus direkayasa dengan
baik. Pemerintahan Jokowi-JK akan memiliki momentum yang sangat penting,
dalam upaya menata dan merekayasa keuntungan demografi. Salah satu roadmap yang penting untuk disusun
adalah rekayasa penduduk usia produktif, khususnya pemuda.
Menurut data SP 2010, disebutkan penduduk usia muda 15-19 tahun
sebanyak 20 juta, 20-24 tahun 20 juta, dan 25-29 tahun berjumlah 21 juta.
Penduduk yang disebut usia muda ini mencakup 26 persen dari total penduduk;
saat puncak bonus demografi akan memainkan peranan yang sentral bagi masa
depan bangsa.
Rekayasa untuk pembangunan pemuda menjadi satu bagian krusial. Di titik
kesejarahan, peran pemuda mau tak mau tak bisa disepelekan. Peran pemuda juga
menjadi sentral karena di pundak merekalah bangsa akan ditentukan.
Mengingat peranan yang penting bagi masa depan bangsa, sektor
kepemudaan harusnya mendapatkan porsi besar. Apalagi, ke depan Indonesia akan
menghadapi bonus demografi. Salah pengelolaan bonus tersebut hanya akan jadi
kutukan. Soal ini, selain harus mendapatkan perhatian serius, juga harus jadi
fokus pembangunan pemerintahan baru.
Dalam rancangan postur kementerian, kabinet Jokowi-JK telah
merencanakan adanya kementerian baru, yakni Kementerian Kependudukan dan
BKKBN, yang akan mengatur secara rinci rekayasa bonus demografi. Tentu saja
ini akan sangat menguntungkan.
Namun, dalam konteks kepemudaan yang juga berperan besar dalam bonus
demografi, sinergisitas Kementerian Pemuda dan Olahraga, dengan Kementerian
Kependudukan dan BKKBN harus tegas dan jelas. Hal ini supaya arah kebijakan
dan fokusnya bisa diatur dan diambil sesuai kebutuhan pemuda di masa akan
datang.
Usulan ini penting mengingat peran dan potensi pemuda yang makin besar
di masa depan. Setidaknya roadmap pengembangan pemuda akan terfokus dan satu
pintu. Jangan sampai terjadi tumpang tindih pengembangan kepemudaan, bahkan
apa yang dilakukan kedua kementerian sama.
Roadmap yang jelas akan menentukan pembagian tugas, kewenangan dan
tanggung jawabnya. Dalam konteks ini, jika pemikiran rekayasa demografi yang
jadi titik sentralnya, urusan pengembangan kapasitas kepemudaan bisa
direkayasa di satu pintu kementerian kependudukan. Kementerian Pemuda dan
Olahraga cukup dijadikan Kementerian Olahraga saja.
Dalam konteks rekayasa demografi, Kementerian Kependudukan dan BKKBN
harus mampu melalui rekayasa pembangunan untuk penduduk di bawah 10 tahun,
usia produktif, dan lansia. Namun, akan sangat berat jika itu semua
dikerjakan Kementerian Kependudukan yang nomenklaturnya juga masih baru.
Untuk itu, fokus pada rekayasa penduduk usia produktif dan pemuda akan
membuat orientasi, tujuan, dan target Kementerian Kependudukan dan BKKBN
menjadi jelas.
Kini kesempatan, peluang, dan tantangan ada di tangan Jokowi-JK. Salah
ambil kebijakan, bisa runyam di masa depan. Dibutuhkan prasyarat tertentu
untuk lulus ujian ini. Salah satu kanalisasi adalah membangun generasi
produktif yang inovatif, kreatif, dan terampil.
Tahun ini adalah momentum yang paling tepat untuk memulai perubahan.
Tak ada pilihan lain, presiden baru memiliki tugas besar untuk mengelola dan
mengolah pemuda menjadi bagian dari masa depan bangsa. Anak-anak muda tulang
punggung bangsa di awal kemerdekaan menjadi landasan pokok, agar semua elemen
bangsa perlu memikirkan lebih detail tentang karier, SDM, kompetensi,
integrasi, dan kiprah pemuda dan penduduk usia produktif untuk Indonesia masa
depan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar