Harapan
pada Ekonomi Kerakyatan
Pariaman Sinaga ; Penulis aktif dalam kajian KUKM;
Dosen
Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta
|
KORAN
JAKARTA, 21 Oktober 2014
Sejak Indonesia memasuki babak era reformasi, nampak ada perbedaan yang
mendasar dalam tata kelola pemerintahan misalnya dalam systim perencanaan
nasional yang dahulu selalu dituangkan dalam Garis Besar Haluan Negara
(GBHN), yang merupakan hasil perumusan yang intensif dengan keterlibatan para
pakar, tehnokrat, praktisi lapangan, anggota Dewan Perwakilan calon peminpin
bangsa yang menyusun konsep pembangunan bangsa dari multi aspek,dan jika
kelak terpilih sebagai Presiden,maka konsep tersebut disempurnakan dan
ditetapkan sebagai RPJM dan RKP (Rencana Kerja Pemerintah).
Pada awal Pilpres 2009 yang lalu, saya pernah melakukan kajian dan
menulis pada media massa dengan topik KUKM dimata Capres, adakah harapan?
Kebetulan waktu itu ada 3 pasang capres, yang pada akhirnya terpilih Pak SBY
sebagai pemimpin bangsa.
Telaahan saya menyebutkan bahwa ketiga capres saat itu mempunyai
komitmen terhadap koperasi dan UMK, walaupun frekwensi penyebutandan
penulisan dalam buku visi danmissinya beraneka ragam, tetapi paling tidak ada
tergambar semangat yang tinggi dalam program pemberdayaan ekonomi rakyat.
Waktu itu tertulis Visi Pak SBY-Boediono, ”terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan”
dengan misi “melanjutkan pembangunan
menuju Indonesia yang sejahtera, memperkuat pilar demokrasi dan memperkuat
dimensi keadilan di semua bidang” dan dalam dokumennya tertlis secara eksplisit kata-kata “koperasi”,
meskipun hanya satu kali dan kata-kata “UMKM” sebanyak 6 kali.
Sebagai info, pada saat itu, capres lain ada juga yang menuliskan
missinya ”menegakkan kedaulatan dan
kepribadian bangsa yang bermartabat, mewujudkan kesejahteraan sosial dengan
memperkuat ekonomi kerakyatan serta menyelenggarakan pemerintahan yang tegas
dan efektif” dengan memuat tulisan koperasi dan UMKM berulang kali.
Dalam perjalanannya sang presiden terpilih dengan dukungan Kabinet
Indonesia Bersatu II (KIB II) semakin tegas menuliskan strategi dalam
pembangunan ekonomi “pertumbuhan
ekonomi yang berkeadilan” dengan salah satu upaya pengembangan ekonomi
rakyat yang dimotori oleh gerakan Koperasi dan UMKM yang dituangkan dalam
RPJM 2010-2015.
Dalam bidang pembangunan koperasi tercakup selain peningkatan kwantitas
dalam arti jumlah unit koperasi yang bertambah, tetapi juga difokuskan kepada
peningkatan kwalitasnya dengan indikator semakin meningkat jumlah koperasi
yang aktif atau menurun koperasi yang matisuri, meningkat pelaksanaan RAT
koperasi dan terjadi pertumbuhan volume usaha koperasi.
Hal ini dapat dimaklumi, karena pengalaman emperis sebelumnya gairah
membentuk koperasi baru melonjak tinggi, tetapi memeliharnya agar tetap hidup
masih kurang. Padaawal KIB II (2009), jumlah Koperasi ada 170.411 unit, lalu
pada akhir 2013 menjadi 203.701 unit seperti table berikut: Dari table
diatas, nampak angkaangka yang umumnya meningkat dari tahun ketahun, kecuali
jumlah koperasi yang menyelenggarakan RAT dan volume usaha menurun tahun
2009-2010.
Menjadi pertanyaan lanjutan apakah gerak angka diatas sudah
mencerminkan adanya peningkatan kwalitas koperasi di Indonesia? Untuk itulah
kita perlu membandingkan kwalitas koperasi setiap tahun sebagaimana pada
table berikut. Dari table tersebut, dapat dibuktikan bahwa kendati secara
angka absolut seolah-olah ada berita positif, namun ternyata target indikator
kwalitas koperasi dalam RPJM belum terealisir.
Lihat saja realisasi jumlah koperasi yang aktif setiap tahun rata-rata
hanya 70,3%, artinya selama ini tidak terasa upaya-upaya penanganan
koperasi-koperasi yang sudah tidak aktif lagi, bayangkan aja ada sekitar
60.584 unit koperasi yang sudah matisuri, bagaikan mayat yang gentayangan di
bumi persada ini.
Lebih lanjut indikator pelaksanaan Rapat Anggota Tahunan (RAT),
rata-rata hanya 47,3% dari koperasi yang aktif, padahal salah satu
karakteristik koperasi yakni setiap anggota mempunyai hak suara yang sama
yang disalurkan dalam forum rapat anggota, bahkan dalam struktur koperasi
tergambar kekuasaan tertinggi ada pada lembaga RAT. Sebagai catatan data
tahun 2014 belum dapat diisi, karena gambarannya diperoleh kelak akhir 2014 yang
akan datang.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Koperasi selaku badan usaha
tentu akan melakukan kegiatan usaha sesuai dengan aspirasi anggota dan peluang
bisnis yang dihadapai. Untuk itulah gerakan koperasi bisa terlibat dalam
aneka kegiatan seperti: investasi, perdagangan dan jasa keuangan, yang kelak
akan menimbulkan omzet usaha setiap saat dan untuk itulah dalam RPJM
dicantumkan harapan pertumbuhan volume usaha setiap tahun 20% saja.
Namun realiasinya hanya 2 tahun aja yang dapat melampaui target
pertumbuhan omzet, sedangkan dua tahun lainnya sangat jauh dibawah, bahkan
sampai minus dan jika dibuat rata-rata pertumbuhan volume usahanya 13,6% per
tahun. Tidak dipungkiri bahwa data tersebut mencakup pukul rata dari
seluruhkoperasi, sedangkan dalam kenyataannya cukup banyak juga gerakan
koperasi yang meningkat omzet bisnisnya seperti koperasi Sejahtera Bersama
Bogor, Kospin Jasa Pekalongan, GKSI dll.
Bahkan sangat membanggakan baru pertama kali ada satu koperasi
Indonesia (Koperasi Warga Semen Gresik) yang masuk dalam 300 koperasi besar
skala dunia. Selainitu ada sekitar 70 ribu unit simpan pinjam yang menggurita
melayani lapisan masyarakat bawah dengan jumlah pinjaman sekitar 40 trilyun
rupiah, sehingga ada pandangan bahwa ksp itu sejatinya dapat sebagai lembaga
keuangan terdepan untuk menumbuhkan ekonomi rakyat.
Secara umum kondisi Koperasi di Indonesia per 2013 yakni: pertumbuhan
koperasi baru sebesar 5,7%/tahun, persentase koperasi aktif sekitar 70,3%,
persentase koperasi yang selenggarakan RAT sebesar 47% dan pertumbuhan volume
usaha sekitar 13,6% saja. Sedangkan indikator UKM disebutkandalam RPJM adanya
pertumbuhan nilai eksporya rata-rata 15%, namun hingga kini laporan
realisasinya rata-rata mencapai 7% saja.
Harus diakui bahwa gairah melakukan usaha semakin bertumbuh dalam bentuk
UMKM, dewasa ini mencapai sekitar 57,8 juta unit dari sebelumnya sekitar 54,2
juta dan kontribusinya terhadap PDB juga naik dari sekitar 55,6% menjadi
57,12%.
Memperhatikan entitas UMKM yang begitu besar, maka seorang temanmengatakan,
tatkala kita memandang kearah depan dan arah belakang serta menoleh ke arah
kiri maupun kearah kanan, maka akan tampak para pelaku UMKM baik di pelosok
daerah maupun di perkotaan, yang bergerak dalam aneka usaha seperti usaha
pertanian hortikultura, pangan padi, ternak, dagang, industry, jasa, ekonomi
kreatif, perikanan dll.
Disisi lain yang merisaukan adanya- Pekerjaan Rumah yang belum dapat
dituntaskan pada akhir KIB II ini yakni penyelesaian tunggakan Kredit Usaha
Tani (KUT) dan Sarana Gudang Lantai Kios (GLK) sebanyak 5.000 an unit yang
semula bantuan pemerintah kepada KUD, tapi tidak jelas status hukumnya.
Menoleh kebelakang, sebenarnya Presiden SBY pada periode KIB I yang
lalu, sudah pernah menyatakan penghapusan KUT, namun hingga kini belum ada
keputusan formalnya. Akibat dari berlarut-larutnya masalah KUT ini, cukup
banyak KUD yang terkena black list
dikalangan perbankan dan banyak LSM yang terkena kasus hukum, karena menyalah
gunakan kreditnya dan tidak mau membayar sama sekali.
Indikator
kedepan?
Melihat fakta diatas, nampak tidak mudah mewujudkan substansi RPJM KUKM
di Indonesia; yang sudah barang tentu perlu diperbaiki disana-sini, dilanda
prinsip bukan hanya berlomba pada kwantitas Koperasi tetapi perlu diimbangi
dengan peningkatan kwalitasnya.
Selanjutnya timbul pertanyaan bagaimana kedepan? Apakah indikator RPJM
pembangunan KUKM itu perlu ditinjau lagi, misalnya lebih fokus pada kemampuan
dalam menggapai pangsa pasar dalam berbagai aktivitas bisnisnya atau target kwntitatifnya
masing-masing indikatornya yang dikurangi?
Sebagai renungan,meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu tinggi
dan positif tapi harus diakui masih terdapat kesenjangan dalam berbagai hal
yang ditandai dengan angka gini ratio mencapai 0,41; ada kesenjangan dalam
aktivitas ekonomi antar wilayah, ada kesenjangan pendapatan antar kelompok
masyarakat, ada kesenjangan kepemilikan sumber daya ekonomi, ada kesenjangan
tingkat kewirausahaan kelompok masyarakat; maka disitulah pentingnya
keberadaan gerakan Koperasi dan UMKM. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar