Dosen
dan Pengembangan UKM
Bambang Setiaji ; Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
KORAN
SINDO, 07 Oktober 2014
JUMLAH
perguruan tinggi kita 3.200 lebih, dengan 100 di antaranya PTN dan 52
perguruan tinggi negeri di bawah Departemen Agama, tentu saja sisanya swasta.
Jumlah dosen tetapnya mendekati 300.000 dan hampir dua kali bila ditambah
dosen tidak tetap.
Tugas
pokok dosen adalah mengajar, riset, dan melakukan pengabdian masyarakat.
Apabila empat dosen menghasilkan satu penelitian maka hampir 75.000 judul
riset dihasilkan setiap tahun. Ke mana saja larinya judul riset yang begitu
banyak ini?
Mengapa
tidak menghasilkan perbaikan teknologi yang signifikan pada pengembangan
industri? Atau mengapa industri kita stuck pada industri lama, misalnya
batik, garmen, kayu, dan rotan, dan tentu saja industri makanan terutama
industri makanan oleh UKM yang di antaranya banyak menggunakan zat berbahaya
yang meledak seperti teror senjata kimia?
Ke mana
saja 300.000 dosen kita? Pertanyaan provokatif tersebut pantas direnungkan.
Dan jawabannya sangat sederhana, sebagian besar riset dosen digunakan untuk
tujuan administratif– naik pangkat.
Mungkin
kita bisa menyalahkan swasta yang lebih baik membeli lisensi riset keluar
daripada menggunakan formula yang dengan susah payah dihasilkan para peneliti
kita, kejadian ini misalnya di industri farmasi. Tetapi jutaan usaha swasta
kita adalah UKM, tentu terlalu mahal bagi mereka atau tidak tahu jalan
berkonsultasi kepada para dosen yang berada di dalam temboktembok universitas
yang megah.
Reformasi Pengabdian Masyarakat
Dosen
sebenarnya memiliki skema untuk turun kepada UKM-UKM dengan darma ketiga,
yaitu pengabdian masyarakat. Tetapi darma ketiga ini merupakan darma yang
dianaktirikan. Anggarannya jauh di bawah kegiatan penelitian, poin
penghargaannya untuk naik pangkat yang banyak menjadi orientasi dosen juga
lebih rendah, dan bahkan boleh tidak ada atau tidak dilakukan.
Pengabdian
masyarakat perlu diganti saja dengan semacam riset inovasi teknologi untuk
industri. Dengan demikian tridarma dosen akan berubah menjadi mengajar,
melakukan riset dasar, dan riset aplikasi atau inovasi teknologi bagi
industri di jutaan UKM.
Kalau
hal ini terjadi bisa dibayangkan betapa indahnya hubungan dosen yang berada
di balik tembok megah universitas dengan UKM-UKM? Regulasilah yang memaksa
para dosen nongkrong di UKM-UKM mewajibkannya melaporkan keadaannya dan tahap
berikutnya memikirkan pengembangan baik teknologi, manajemen, akunting,
marketing dengan IT-base, kesehatan, penggunaan bahan yang aman, tingkat
kekeringan bahan dan seterusnya.
Kualitas
UKM tentu akan meningkat dan kualitas hidup kita sebagai konsumen UKM tentu
akan meningkat, dan ekonomi akan tumbuh dengan pertumbuhan yang makin
berkualitas karena tumbuh dari bawah atau tumbuh menyebar. Belum dibagi sudah
merata karena pertumbuhan terjadi dengan partisipasi pada skala horizontal.
Politik Teknologi Maju Menyebar
Apa
tugas the top 1-2 percent universitas kita? Ini berarti sekitar 70an
universitas kita harus bekerja lebih serius bekerja sama dengan industri
tinggi kita. Universitas menghasilkan1jutalebih SDM tiap tahun dan juga
master dan tentu saja jumlah yang lebih sedikit jenjang doktor. Mereka menunggu
atau menuntut pengembangan industri tinggi sebagai lapangan bekerja yang
lebih menantang dan lebih berkualitas.
Industri
kendaraan–mobil nasional (mobnas)–perlu digugah kembali, kita mengonsumsi
mobil baru lebih dari 1 juta per tahun. Industri ICT juga menarik, kita
konsumen sangat besar gadget sampai laptop, jika 10% saja bisa menggunakan
merek dalam negeri tentu memberi lambang kemajuan dan kemajuan riil di masa
datang.
Peran
BUMN untuk saling berbagi dengan universitas papan atas sangat diperlukan dan
itulah sebaiknya jika pendidikan dipecah maka pendidikan tinggi harus lebih
dikoordinasi pada bidang ekuin.
Peran
pemerintah untuk sementara menjadi pembeli mobnas dan industri ICT sangat
diperlukan agar BUMN yang ditunjuk bisa memperoleh insentif kelestarian dan
pengembangan, dan pendidikan tinggi serta riset bisa mem-backup industri
tersebut. Percobaan mobnas dulu gagal karena yang ditunjuk swasta mungkin
kemudahan impor komponennya menimbulkan ketidakadilan.
Gelombang
mobnas kedua yang terkenal dengan mobil ESEMKA semasa presiden terpilih
menjadi walikota Solo juga meredup begitu saja. Hal ini perlu digugah kembali
untuk menggairahkan pengembangan industri tinggi kita. Keseluruhan kombinasi
kebijakan di atas menggambarkan politik teknologi yang baru.
Teknologi
lompatan dengan langsung kepada industri dirgantara yang dipelopori Prof BJ
Habibie yang lalu menggunakan logika yang sama bahwa kebutuhan transportasi
dalam negeri-negara kepulauan cukup besar, akan tetapi APBN saat itu belum
sebesar sekarang. Dengan pendekatan maju menyebar industri perkapalan perlu
didorong untuk mengoneksikan kepulauan.
Beberapa
universitas negeri dan swasta bisa ditugasi untuk membuka jurusan perkapalan,
pendinginan (kapal), kepelabuhanan yang lebih spesifik dari teknik sipil dan
industri terkait. Perguruan tinggi swasta bisa ditugasi membuka suatu program
studi dan tidak memerlukan payung hukum baru, hanya dengan menempatkan dosen
yang diperbantukan dengan terkonsentrasi kepada suatu prodi, memberinya
bantuan laboratorium maka jadilah program studi negeri di swasta dengan
sangat murah dan cepat.
Cepat
karena bukan institusi baru, murah karena pemerintah hanya membiayai gaji
dosen, sedang infrastruktur lain menggunakan infrastruktur PTS yang sudah
ada, manajemen dan pengembangannya dibiayai oleh masyarakat karena program
studi itu memang berada di swasta.
Pemikiran
kemajuan ini lebih menyebar dengan memanfaatkan armada peneliti yang sangat besar
di perguruan tinggi, dengan demikian diharapkan terjadi kemajuan gradual
bersama, industri tinggi dengan the top universities, industri menengah
dengan middle universities dan UKM-UKM diharapkan dipikirkan oleh 3.000
perguruan tinggi, menengah, dan bawah.
Dengan
demikian, era sumbangan kemajuan ekonomi melalui inovasi teknologi dan
pengelolaannya bisa dilakukan oleh berbagai tingkatan perguruan tinggi yang
juga menyebar dari Aceh sampai Papua.
Perguruan tinggi sekarang menikmati bagian kue APBN yang sangat
signifikan, dengan terealisasinya tunjangan profesi guru dan dosen. Para
pengajar dan peneliti ini sudah dan akan terus dibayar negara melalui
tunjangan sertifikasi. Pantaslah bila negara menuntut para dosen bekerja
lebih baik dan bersedia turun gunung memperbaiki lingkungan dekatnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar