Kamis, 09 Oktober 2014

Dosen dan Pengembangan UKM

Dosen dan Pengembangan UKM

Bambang Setiaji  ;   Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta
KORAN SINDO,  07 Oktober 2014




JUMLAH perguruan tinggi kita 3.200 lebih, dengan 100 di antaranya PTN dan 52 perguruan tinggi negeri di bawah Departemen Agama, tentu saja sisanya swasta. Jumlah dosen tetapnya mendekati 300.000 dan hampir dua kali bila ditambah dosen tidak tetap.

Tugas pokok dosen adalah mengajar, riset, dan melakukan pengabdian masyarakat. Apabila empat dosen menghasilkan satu penelitian maka hampir 75.000 judul riset dihasilkan setiap tahun. Ke mana saja larinya judul riset yang begitu banyak ini?

Mengapa tidak menghasilkan perbaikan teknologi yang signifikan pada pengembangan industri? Atau mengapa industri kita stuck pada industri lama, misalnya batik, garmen, kayu, dan rotan, dan tentu saja industri makanan terutama industri makanan oleh UKM yang di antaranya banyak menggunakan zat berbahaya yang meledak seperti teror senjata kimia?

Ke mana saja 300.000 dosen kita? Pertanyaan provokatif tersebut pantas direnungkan. Dan jawabannya sangat sederhana, sebagian besar riset dosen digunakan untuk tujuan administratif– naik pangkat.

Mungkin kita bisa menyalahkan swasta yang lebih baik membeli lisensi riset keluar daripada menggunakan formula yang dengan susah payah dihasilkan para peneliti kita, kejadian ini misalnya di industri farmasi. Tetapi jutaan usaha swasta kita adalah UKM, tentu terlalu mahal bagi mereka atau tidak tahu jalan berkonsultasi kepada para dosen yang berada di dalam temboktembok universitas yang megah.

Reformasi Pengabdian Masyarakat

Dosen sebenarnya memiliki skema untuk turun kepada UKM-UKM dengan darma ketiga, yaitu pengabdian masyarakat. Tetapi darma ketiga ini merupakan darma yang dianaktirikan. Anggarannya jauh di bawah kegiatan penelitian, poin penghargaannya untuk naik pangkat yang banyak menjadi orientasi dosen juga lebih rendah, dan bahkan boleh tidak ada atau tidak dilakukan.

Pengabdian masyarakat perlu diganti saja dengan semacam riset inovasi teknologi untuk industri. Dengan demikian tridarma dosen akan berubah menjadi mengajar, melakukan riset dasar, dan riset aplikasi atau inovasi teknologi bagi industri di jutaan UKM.

Kalau hal ini terjadi bisa dibayangkan betapa indahnya hubungan dosen yang berada di balik tembok megah universitas dengan UKM-UKM? Regulasilah yang memaksa para dosen nongkrong di UKM-UKM mewajibkannya melaporkan keadaannya dan tahap berikutnya memikirkan pengembangan baik teknologi, manajemen, akunting, marketing dengan IT-base, kesehatan, penggunaan bahan yang aman, tingkat kekeringan bahan dan seterusnya.

Kualitas UKM tentu akan meningkat dan kualitas hidup kita sebagai konsumen UKM tentu akan meningkat, dan ekonomi akan tumbuh dengan pertumbuhan yang makin berkualitas karena tumbuh dari bawah atau tumbuh menyebar. Belum dibagi sudah merata karena pertumbuhan terjadi dengan partisipasi pada skala horizontal.

Politik Teknologi Maju Menyebar

Apa tugas the top 1-2 percent universitas kita? Ini berarti sekitar 70an universitas kita harus bekerja lebih serius bekerja sama dengan industri tinggi kita. Universitas menghasilkan1jutalebih SDM tiap tahun dan juga master dan tentu saja jumlah yang lebih sedikit jenjang doktor. Mereka menunggu atau menuntut pengembangan industri tinggi sebagai lapangan bekerja yang lebih menantang dan lebih berkualitas.

Industri kendaraan–mobil nasional (mobnas)–perlu digugah kembali, kita mengonsumsi mobil baru lebih dari 1 juta per tahun. Industri ICT juga menarik, kita konsumen sangat besar gadget sampai laptop, jika 10% saja bisa menggunakan merek dalam negeri tentu memberi lambang kemajuan dan kemajuan riil di masa datang.

Peran BUMN untuk saling berbagi dengan universitas papan atas sangat diperlukan dan itulah sebaiknya jika pendidikan dipecah maka pendidikan tinggi harus lebih dikoordinasi pada bidang ekuin.

Peran pemerintah untuk sementara menjadi pembeli mobnas dan industri ICT sangat diperlukan agar BUMN yang ditunjuk bisa memperoleh insentif kelestarian dan pengembangan, dan pendidikan tinggi serta riset bisa mem-backup industri tersebut. Percobaan mobnas dulu gagal karena yang ditunjuk swasta mungkin kemudahan impor komponennya menimbulkan ketidakadilan.

Gelombang mobnas kedua yang terkenal dengan mobil ESEMKA semasa presiden terpilih menjadi walikota Solo juga meredup begitu saja. Hal ini perlu digugah kembali untuk menggairahkan pengembangan industri tinggi kita. Keseluruhan kombinasi kebijakan di atas menggambarkan politik teknologi yang baru.

Teknologi lompatan dengan langsung kepada industri dirgantara yang dipelopori Prof BJ Habibie yang lalu menggunakan logika yang sama bahwa kebutuhan transportasi dalam negeri-negara kepulauan cukup besar, akan tetapi APBN saat itu belum sebesar sekarang. Dengan pendekatan maju menyebar industri perkapalan perlu didorong untuk mengoneksikan kepulauan.

Beberapa universitas negeri dan swasta bisa ditugasi untuk membuka jurusan perkapalan, pendinginan (kapal), kepelabuhanan yang lebih spesifik dari teknik sipil dan industri terkait. Perguruan tinggi swasta bisa ditugasi membuka suatu program studi dan tidak memerlukan payung hukum baru, hanya dengan menempatkan dosen yang diperbantukan dengan terkonsentrasi kepada suatu prodi, memberinya bantuan laboratorium maka jadilah program studi negeri di swasta dengan sangat murah dan cepat.

Cepat karena bukan institusi baru, murah karena pemerintah hanya membiayai gaji dosen, sedang infrastruktur lain menggunakan infrastruktur PTS yang sudah ada, manajemen dan pengembangannya dibiayai oleh masyarakat karena program studi itu memang berada di swasta.

Pemikiran kemajuan ini lebih menyebar dengan memanfaatkan armada peneliti yang sangat besar di perguruan tinggi, dengan demikian diharapkan terjadi kemajuan gradual bersama, industri tinggi dengan the top universities, industri menengah dengan middle universities dan UKM-UKM diharapkan dipikirkan oleh 3.000 perguruan tinggi, menengah, dan bawah.

Dengan demikian, era sumbangan kemajuan ekonomi melalui inovasi teknologi dan pengelolaannya bisa dilakukan oleh berbagai tingkatan perguruan tinggi yang juga menyebar dari Aceh sampai Papua.

Perguruan tinggi sekarang menikmati bagian kue APBN yang sangat signifikan, dengan terealisasinya tunjangan profesi guru dan dosen. Para pengajar dan peneliti ini sudah dan akan terus dibayar negara melalui tunjangan sertifikasi. Pantaslah bila negara menuntut para dosen bekerja lebih baik dan bersedia turun gunung memperbaiki lingkungan dekatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar