Rabu, 22 Oktober 2014

Belajar Aktif Bersama-sama

Belajar Aktif Bersama-sama

Harris Iskandar  ; Direktur Pembinaan SMA Kemendikbud
MEDIA INDONESIA, 20 Oktober 2014
                                                
                                                                                                                       


SEBAGIAN besar guru masih kesulitan mewujudkan proses pembelajaran aktif. Dari hasil pengamatan di beberapa kelas SMA, kendala pelaksanaan kurikulum 2013 terutama dalam menerapkan cara pembelajaran aktif dan mengurangi metode ceramah. Pengalaman yang kurang menyenangkan tiga dekade lalu dalam implementasi CBSA (cara belajar siswa aktif) mungkin ikut berkontribusi pada tingkat kepercayaan diri para guru menerapkan cara-cara baru. Metode pembelajaran aktif ternyata lebih mudah dikatakan daripada dilaksanakan. Bahkan dalam sesi diklat guru sekalipun, instruktur nasional belum semuanya mampu menghadirkan contoh konkret kepada guru-guru bagaimana upaya mewujudkannya proses pembelajaran aktif di kelas.

Tuntutan kurikulum 2013 itu sebenarnya sangat revolusioner. Metode pembelajaran aktif telah menjungkirbalikkan paradigma, konsep, dan kebiasaan mengajar yang selama berabad-abad ini berjalan.Sejak sistem pendidikan mulai menjadi bagian dari peradaban manusia, 600 tahun lalu, mengajar atau memberi kuliah dengan metode ceramah ala Aristotles merupakan metode utama transmisi pengetahuan dari guru kepada peserta didik di seluruh belahan dunia, di semua jenjang, mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Lalu sekarang dengan penyempurnaan kurikulum 2013, metode ceramah itu harus dikurangi, bahkan kalau bisa ditinggalkan. Hal itu tiada lain disebabkan berbagai riset pembelajaran secara konsisten menunjukkan metode ceramah terbukti kurang efektif bagi proses belajar peserta didik jika dibandingkan dengan metode pembelajaran aktif. Namun, masalahnya, bagaimana cara mewujudkan proses pembelajaran aktif itu di kelas?

Peer instruction

Seorang ahli fisika dan Guru Besar Harvard University Eric Mazur ialah seorang dosen favorit, dengan evaluasi dari mahasiswa 4,2-4,5 (skala 5), dan tes akhir semester mahasiswanya spektakuler. “Namun, itu semua hanya ilusi,“ katanya. Nilai akhir mahasiswa yang bagus-bagus tidak lebih dari sekadar `kontes popularitas', ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan hampir tidak ada. 

Mahasiswa memang dapat dengan mudah menyelesaikan soal-soal berbasis buku teks, lincah dengan persamaan dan cekatan menggunakan rumus-rumus. Namun, ketika mereka diberi soal dari kehidupan nyata yang menuntut pemahaman akan konsep, ternyata tidak ada bedanya antara mahasiswa semester akhir dan mahasiswa semester awal. Contohnya pemahaman tentang konsep ‘kecepatan’, “Apa yang terjadi jika sebuah truk trailer besar bertabrakan dengan sebuah sedan?” Mahasiswa yang sudah hafal dan cekatan menggunakan rumus hukum Newton ketiga hanya bisa terpaku.

Memberi kuliah dengan metode ceramah terbukti tidak membuat mahasiswa belajar sebagaimana yang diharapkan. Padahal, peristiwa itu terjadi di Harvard, tempat mahasiswa pilihan sedunia. Pada 1997, Eric Mazur menyadari kekeliruannya dan meninggalkan metode ceramah begitu saja, lalu mencoba cara baru di kelasnya dengan menggunakan strategi pembelajaran interaktif, yang kemudian dikenal peer instruction atau belajar dari sesama teman.

Pada umumnya, proses pembelajaran di kelas dimulai dengan ceramah dosen untuk menyampaikan pokok bahasan. Lalu diikuti dengan diskusi kelas untuk mengasimilasi dan menginternalisasi pemahaman peserta didik terhadap pokok bahasan tersebut. Metode peer instruction membalikkan urutannya. Sebelum kelas, mahasiswa diberi tugas membaca dan menjawab beberapa pertanyaan pokok.

Pada saat pembelajaran di kelas, waktu tidak lagi digunakan untuk ceramah, tapi sepenuhnya digunakan untuk berdiskusi dalam kelompok kecil membahas jawaban satu sama lain, dosen me-review jawaban. Mahasiswa kemudian mendiskusikan lagi jawabannya dalam kelompok kecil, begitulah seterusnya, pengulangan proses itu dua sampai tiga kali. Diskusi kecil ini sering kali melahirkan pertanyaanpertanyaan baru yang lebih sulit daripada pertanyaan pokok. Pada akhir sesi, dosen me-review kembali jawaban peserta didik dan memutuskan apakah perlu penjelasan lebih lanjut sebelum mulai pada topik bahasan selanjutnya.

Eric Mazur sangat puas dengan hasil akhir metode barunya ini. Mahasiswa lebih mudah memahami konsep-konsep bahasan, bahkan konsep yang paling kompleks sekalipun. Tugas baca dan menjawab pertanyaan pokok harus diberikan terlebih dahulu sebelum kelas mulai. Jadi, PR bukan setelah pelajaran, melainkan diberikan sebelumnya. Jam pelajaran diisi dengan diskusi kelompok kecil. Peran guru bukan lagi berceramah, melainkan memfasilitasi dan membimbing proses diskusi setiap kelompok belajar. Dengan metode itu, guru dituntut menemukenali gaya belajar dan tingkat pemahaman setiap peserta didik sehingga guru dapat membantu mereka memahami topic pembahasan.

Fenomena Youtube

Keberhasilan peer instruction membuktikan kekuatan bahasa dan budaya dalam efektivitas pembelajaran ternyata sangat besar. Belajar bersama teman sering kali jauh lebih efektif daripada belajar dari guru. Saya mungkin tidak akan pernah meraih pendidikan sampai S-3 di Amerika kalau seandainya di SMA dulu tidak ikut-ikutan belajar bersama teman sekelas saya yang sangat pintar dan senang berbagi pengetahuan. Kehadiran Youtube dan media sosial lainnya yang sudah menjadi bagian kehidupan peserta didik pada saat ini berpotensi memperluas lingkup kegiatan belajar bersama.

Shilpa Yarlagadda ialah seorang peserta didik Henry M Gunn High School di Palo Alto, California, Amerika Serikat. Ia berhasil mendirikan Club Academia (Clubacademia.org). Sebuah laman yang menyajikan video tutorial singkat hampir mencakup seluruh topik kurikulum SMA, yang dibuat bersama-sama temannya. Semua video dibuat peserta didik, dari peserta didik dan untuk peserta didik. Pengunjungnya bukan hanya teman sejawatnya di sekolah, melainkan peserta didik seluruh dunia. Menurut pengakuan Shilpa, pembuatan video tutorial itu awalnya tidak sengaja. Shilpa ialah anak pintar dan murah berbagi kepada sesama temannya. Namun, ketika kegiatannya sangat padat mengikuti perlombaan robot, ia membuat video agar tetap bisa membantu temannya belajar.

Kutukan ilmu

Apa di balik keberhasilan peer instruction dan clubacademia?  Penjelasannya terang benderang. Karena materi pengetahuan disampaikan sesame peserta didik yang baru saja memahami pengetahuan tersebut, dengan gaya bahasa dan latar belakang cerita yang mudah diterima (nyambung). Bahasa dan budaya yang membungkus pesan ternyata sangat penting dalam efektivitas komunikasi. Guru, dosen, bahkan seorang ahli sekalipun belum tentu mampu menyampaikan pengetahuan seefektif mereka. Kita umumnya sudah lupa bagaimana caranya otak kita bekerja pada awal memahami suatu konsep.

George Lowenstein menyebutnya kutukan ilmu pengetahuan (the curse of knowledge (Trainingbyfire.com). Sekali kita memahami suatu pengetahuan, akan sangat sulit menghapusnya dan mendapatkan kembali perspektif sebelum mengetahui. Dampak negatifnya, kita mengalami kesulitan menyampaikan sebuah konsep kepada orang yang sama sekali belum tahu. Jadi, ketika kita menyampaikan sebuah konsep, yang keluar ialah jargon-jargon yang tidak dipahami, istilah-istilah yang tidak mudah dicerna, singkatan-singkatan aneh, dan berbagai cerita absurd yang membungkus konsep yang akan disampaikan itu sendiri.

Untuk mewujudkan proses pembelajaran aktif dalam pelaksanaan kurikulum 2013, guru dapat mengadopsi metode peer instruction. Buku populer Peer Instruction: A User’s Manual karya Eric Mazur, 1997, dapat memberi inspirasi. Guru juga dapat membimbing peserta didik yang pintar dan senang berbagi seperti Shilpa Yarlagadda untuk membuat video tutorial bagi teman sejawatnya (kunjungi Clubacademia.org). Di setiap sekolah dapat dipastikan hadirnya peserta-didik seperti Shilpa. Pintar dan suka berbagi pengetahuannya kepada sesama. Kegiatan belajar bersama peserta didik perlu didorong dan dikembangkan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar