Jumat, 13 Juni 2014

Pengelolaan Batubara

Pengelolaan Batubara

Singgih Widagdo  ;   Ketua Sumber Daya Alam  Ikatan Ahli Geologi Indonesia
KOMPAS,  11 Juni 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
KRITIK Komisi Pemberantasan Korupsi atas buruknya pengelolaan mineral dan batubara di Indonesia harus menjadi arah perbaikan nasional. Untuk batubara, tidak saja dilihat atas hilangnya potensi pajak, tetapi terpenting mengembalikan manfaat batubara sebagai energi untuk menggerakkan pertumbuhan bangsa. Harus dipahami, batubara jadi satu-satunya mineral berunsur karbon sebagai pengganti minyak bumi.

Sikap tegas memperbaiki tata kelola batubara melalui konsolidasi nasional harus dimulai saat ini.  Tanpa itu, kita hanya dapat menyesali hancurnya negeri ini. Lantas siapa yang punya nyali dan jadi pionir membuat peta tata kelola pengelolaan itu?

Pemerintah harus mengakui, munculnya ribuan izin usaha pertambangan (IUP) adalah akibat kesalahan yang dibuat sendiri. Embrio hancurnya tata kelola pertambangan batubara diawali dengan hilangnya nilai vital dan strategis dalam UU Mineral dan Batubara (Minerba). Akibatnya, sebagian besar pertambangan batubara sebatas menjadi permainan skala personal dengan IUP yang dimilikinya.

Pemerintah daerah yang mestinya bisa berpikir lebih nasional pun terjebak pada ”kenikmatan sesaat” dengan memberikan izin, yang atas nama UU jadi haknya. Dengan begitu, pemilik IUP dan pemerintah daerah sebatas melihat batubara sebagai komoditas untuk memperbesar pundi-pundi dengan roh keserakahan tanpa peduli krisis energi yang akan terjadi dan rusaknya lingkungan yang akan membawa kehancuran negeri ini.  Pemerintah pusat pun seolah seperti penonton, tak punya daya memperbaikinya.

Kewenangan pemerintah yang dijamin UU Minerba untuk mengendalikan produksi dan ekspor batubara per tahun tiap provinsi tak juga dimanfaatkan pemerintah.  Rakyat yang notabene pemilik sumber daya alam (batubara) tak berdaya melihat kekayaan yang dimilikinya jadi ajang keserakahan berbagai pihak.

Kritik KPK jadi angin segar bagi rakyat di mana agar batubara lebih dikelola untuk kepentingan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. Harus disadari, pemerintah (pusat dan daerah)  bukan pemilik sumber daya batubara. Pemerintah hanya sebatas menerima amanah mengelola sumber daya batubara yang dimiliki oleh negara.

Saat ini, ekspor batubara menjadi pilihan utama semua pelaku usaha pertambangan. Pemerintah yang telah memperbesar keran izin tanpa mengimbangi percepatan pertumbuhan pemanfaatan batubara di dalam negeri menjadi penyebab ekspor batubara tumbuh dengan cepat. Bisa jadi, dengan koreksi yang dilakukan, sumber daya batubara ekonomis yang kita miliki jauh lebih kecil daripada perkiraan semula. Benar adanya, kritik KPK agar ada perbaikan radikal dalam pengelolaan pertambangan batubara memang harus menjadi prioritas pemerintah saat ini dan juga pemerintah mendatang.

Melangkah ke depan        

Dalam satu wawancara dengan salah satu televisi nasional, capres Jokowi mengatakan bahwa salah satu visi yang akan diimplementasi ke depan adalah revolusi mental nasional. Menurut dia, revolusi mental nasional menjadi dasar untuk membangun negeri ini, mengingat Indonesia memiliki kekayaan luar biasa berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, dan bahkan bonus demografi ke depan.

Menarik ide revolusi mental ini. Ia dapat dijadikan modal memperbaiki tata kelola pertambangan batubara ke depan.  Hal yang sama, untuk mengelola sumber daya energi (batubara) diperlukan visi panjang. Dan, perbaikan radikal yang ditawarkan KPK harus menjadi langkah secepatnya tanpa harus menunggu pemerintahan baru.  

Untuk memperbaiki tata kelola pertambangan batubara harus diawali kemauan politik pemerintah pusat, khususnya komunikasi dengan pemerintah daerah. Mengubah mental cara pandang terhadap sumber daya batubara harus jadi dasar dan pilihan. Kebanggaan sebagai eksportir terbesar dunia harus segera dihapus.

Harus disadari, kebutuhan batubara di dalam negeri enam tahun mendatang baru sebatas separuh dari produksi tahun ini.  Besarnya ekspor yang hampir 80 persen dari produksi nasional harus terus diperkecil. Sebaliknya,  pemanfaatan batubara di dalam negeri harus terus diperbesar.  Batubara harus dimanfaatkan untuk menggerakkan ekonomi nasional melalui percepatan pembangunan PLTU batubara berbagai skala dan penggunaan batubara di berbagi industri, melalui teknologi yang telah ada.

Melihat kenyataan yang terjadi dalam industri pertambangan batubara, khususnya untuk menjawab kritik KPK terhadap tata pengelolaan industri pertambangan batubara, langkah konsolidasi nasional yang  jadi pekerjaan rumah pemerintah, antara lain, sebagai berikut.

Pertama, pengendalian produksi dan ekspor harus jadi tangga pertama dalam memperbaiki tata kelola pertambangan batubara. Dalam renegosiasi kontrak serta tuntutan UU Minerba, rencana produksi jangka panjang sampai berakhirnya kontrak harus diserahkan kepada pemerintah (ESDM).  Menjadi pertanyaan, apakah pengendaliaan produksi atas dasar data tersebut berujung di Kementeriaan ESDM ataukah Dewan Energi Nasional (DEN) yang berwenang dalam membuat blue print  pengelolaan energi nasional?

Dalam kenyataan, DEN sama sekali tidak dilibatkan dalam  renegosiasi yang terkait dengan perencanaan produksi batubara nasional.  Sebaliknya, Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang dibuat DEN dan telah disetujui DPR dengan tegas menyatakan sumber daya energi tidak dijadikan komoditas ekspor semata, tetapi sebagai modal pembangunan nasional. Mengingat Menteri ESDM sebagai ketua harian DEN, semestinya masalah ini dapat dengan cepat terjawab.

Kedua, pemerintah, setelah berkonsultasi dengan DPR, berwenang mengendalikan jumlah produksi dan ekspor batubara per tahun di setiap provinsi. Atas tuntutan UU Minerba tersebut, seharusnya pemerintah (ESDM) segera melakukan penataan IUP dengan berkoordinasi langsung dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

Bagaimanapun, kritik KPK harus dijawab melalui kemauan keras pemerintah dalam melakukan konsolidasi untuk mengembalikan batubara sebagai sumber daya energi nasional demi membangun kesejahteraan rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar