Ramadhan dan Perilaku Harga Pangan
A Prasetyantoko ;
Ekonom di Unika Atma Jaya
|
KOMPAS, 06 Juni 2016
Sejarah
selalu berulang, begitu pun soal harga pangan. Setiap kali menjelang Ramadhan
dan Lebaran, harga bahan pangan pokok selalu naik. Tahun ini, tiga komoditas
naik tajam, yaitu gula, bawang merah, dan daging sapi. Harga bawang merah
yang biasanya Rp 28.000 per kg kini mencapai Rp 45.000 per kg dan masih
cenderung naik hingga Lebaran. Sementara daging sapi masih berada di kisaran
harga Rp 120.000 per kg, bahkan di beberapa kota di luar Pulau Jawa menembus
Rp 170.000 per kg.
Menanggapi
kecenderungan kenaikan harga pangan, Presiden Joko Widodo menginstruksikan
agar segera diturunkan. Harga daging sapi diminta turun pada kisaran Rp
80.000 per kg. Tentu saja, harga pasar tak bisa serta-merta ”diperintah”
turun meski pemerintah memiliki perangkat ”intervensi”.
Apa
saja perangkat intervensi jangka pendek tersebut? Apakah itu akan memadai
dalam jangka menengah?
Menindaklanjuti
perintah Presiden, Menteri Perdagangan bergerak cepat dengan menambah impor
agar pasokan di pasar domestik terjaga. Berbagai upaya operasi pasar juga
dilakukan agar kelangkaan di sejumlah daerah segera diatasi. Pemerintah
bukannya tak berhasil. Harga beras yang selalu dipantau terbukti tak naik
menjelang Ramadhan kali ini. Dengan kata lain, melalui mitigasi konsisten,
harga bisa dikendalikan.
Mengapa
perilaku harga bahan pokok begitu rentan terhadap siklus harga menjelang
Ramadhan? Pertama, tentu karena permintaan naik. Sebab kedua, tak ada
pengelolaan pasokan. Proyeksi produksi dalam negeri tak dilakukan secara
akurat sehingga data pasokan tak realistis. Akibatnya, terjadi kerentanan
dalam keseimbangan produksi.
Selain
soal penawaran dan permintaan sebagai faktor fundamental, ada pula faktor
kelembagaan serta perilaku di mana keduanya saling berhubungan. Tatanan
kelembagaan yang buruk biasanya memicu perilaku konsumen tak terkendali.
Implikasinya, untuk mengendalikan perilaku, kelembagaan harus dibenahi.
Soal kelembagaan
Kelembagaan
menyangkut dua aspek besar, yaitu kelembagaan fisik dan sistemik. Dalam
konteks pasokan pangan, ada faktor logistik serta tata niaga. Keduanya
membentuk sistem rantai nilai pasokan dan produksi. Dalam sistem yang terbuka
ini, mengandalkan rantai pasokan nilai di dalam negeri tak selalu
menguntungkan. Namun, merancang mata rantai pasokan dengan mempertimbangkan
impor bukan berarti harus mengorbankan produsen domestik, apalagi kedaulatan
domestik. Semuanya hanya perlu dikelola dengan perencanaan.
Forum
Ekonomi Dunia mendefinisikan empat variabel penentu kualitas pasokan pada
sebuah mata rantai global, yaitu akses pasar, sistem administrasi, dukungan
sistem teknologi informasi, serta lingkungan bisnis.
Akses
pasar sangat terkait dengan infrastruktur, sedangkan sistem administrasi dan
lingkungan bisnis mencakup masalah cukup luas. Pertama, sistem pencatatan dan
manajemen data yang memadai. Kedua, persoalan koordinasi lintas kementerian.
Jika data pasokan bahan pangan yang dicatat Kementerian Pertanian memadai,
dengan cepat bisa segera diambil solusinya oleh Kementerian Perdagangan agar
ada kepastian pasokan.
Sistem
teknologi informasi sebenarnya bisa sangat membantu. Jika perangkat digital
dimaksimalkan, perilaku pasokan mata rantai distribusi bisa dipetakan.
Artinya, pemain besar (kartel) tak kuasa menahan dan mempermainkan harga.
Kuncinya, pemerintah harus memegang otoritas pengelolaan dan pengendalian
mata rantai pasokan.
Kecenderungan
kenaikan harga dimulai sejak Mei lalu, dengan inflasi bulanan 0,24 persen
setelah empat bulan deflasi. Angka inflasi tahunan hingga Mei tergolong
rendah, yakni 3,33 persen. Namun, jika tak dikelola dengan baik, kenaikan
harga sepanjang Ramadhan hingga Lebaran yang bersamaan dengan musim liburan
akan mendongkrak inflasi secara signifikan. Risiko inflasi tahunan melebihi
target 4 persen tetap ada.
Jangan
sampai momentum inflasi rendah dirusak oleh koordinasi buruk pemerintah serta
perilaku pemburuan rente pelaku besar yang pasti akan segera diikuti
kepanikan konsumen. Pemerintah perlu merapatkan barisan agar inflasi serta
ketersediaan pasokan pangan menjelang Ramadhan dan Lebaran bisa dikelola.
Menata
regulasi, administrasi dan koordinasi adalah satu hal. Hal lainnya adalah
mengelola mata rantai pasokan industri agar lebih efisien. Di sini, selain
isu logistik dan tata niaga, juga soal pemanfaatan sistem informasi. Tak ada
cara mudah. Namun, dengan mitigasi konsisten, niscaya akan tercipta harga
sewajarnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar