Kejahatan Luar Biasa di Bidang Kesehatan
Wimpie Pangkahila ;
Guru Besar Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
|
KOMPAS, 28 Juni 2016
Berita peredaran
vaksin palsu ikut mengguncang negeri yang sedang dalam kondisi darurat ini.
Lebih mengerikan lagi, vaksin palsu telah beredar sejak 2003.
Sungguh aneh dan sulit
dipercaya, sekian lama para penjahat pengedar vaksin palsu merajalela dengan
aman. Di sisi lain, entah sudah berapa banyak anak menjadi korban akibat
jatuh sakit karena menggunakan vaksin palsu yang tak bermanfaat pencegahan.
Sungguh ironis karena pemberian vaksin hanya dapat dilakukan di fasilitas
kesehatan. Ini berarti vaksin palsu telah digunakan di rumah sakit, klinik,
ataupun tempat praktik pribadi dokter dan bidan.
Lalu dari mana mereka
membeli vaksin palsu itu? Dari distributor resmikah? Atau dari penjahat
penjual vaksin palsu? Ini menjadi tugas penegak hukum untuk membongkar dan
menjatuhkan hukum seberat-beratnya kepada para penjahat itu.
Kejahatan tersembunyi
Berbeda dengan
kejahatan yang dilakukan oleh teroris atau ekstremis, yang dengan jelas
langsung membunuh korbannya, tidak demikian kejahatan di bidang kesehatan.
Perlahan tetapi pasti,
korban berjatuhan akibat kejahatan di bidang kesehatan. Korban memang tidak
harus langsung mati seperti tertimpa bom teroris atau tercemar racun sianida.
Akan tetapi, korban menderita karena penyakit yang muncul sekian lama
kemudian. Mereka seperti pembunuh berdarah dingin.
Peredaran vaksin palsu
hanyalah salah satu dari sekian banyak kejahatan yang tersembunyi di bidang
kesehatan. Kejahatan lain sudah lama terjadi, tetapi berlangsung terus.
Mengapa? Boleh jadi karena hukuman yang dijatuhkan kepada para penjahat di
bidang kesehatan tidak berarti. Di pihak lain, korban mungkin tidak menyadari
apa yang dialami merupakan akibat kejahatan itu.
Sudah lama terjadi dan
berulang terus, makanan yang dicampur bahan pengawet dan pewarna berbahaya.
Sebut saja, tahu dicampur formalin, kerupuk dengan bumbu boraks, sirup
mengandung pewarna kain, kosmetik mengandung merkuri, jamu mengandung bahan
kimia berbahaya, dan mungkin masih banyak yang lain. Belum lagi bahan
berbahaya yang terkandung di dalam makanan atau minuman, yang selama ini
tidak diungkap kepada masyarakat luas.
Pada 2014, Badan
Pengawasan Obat dan Makanan menarik 17 merek kosmetik berbahaya dari
peredaran. Sebelumnya, pada 2013, sebanyak 59 merek obat tradisional ditarik
dari peredaran karena ternyata mengandung bahan kimia obat, dan pada 2012 ada
48 merek kosmetik yang ditarik dari peredaran.
Selama 2015, sejumlah
51 produk jamu yang diiklankan untuk disfungsi ereksi telah ditarik dari
peredaran, di antaranya ada Tricajus, yang selama ini dikenal sebagai
minuman. Penipuan ini mengingatkan kita pada 2011 ketika BPOM menarik 22
merek kopi instan karena mengandung bahan obat untuk disfungsi ereksi.
Meski demikian, bagai
pepatah lama "hilang satu tumbuh seribu". Setiap tahun, sekian
banyak produk jamu abal-abal ditarik dari peredaran, tetapi sekian banyak
pula produk baru diizinkan beredar oleh BPOM. Pertanyaan yang muncul, mengapa
BPOM selalu tertipu oleh cara bodoh yang sama?
Kalau saja BPOM benar
memanfaatkan tenaga ahli di bidangnya, cara bodoh tipuan seperti itu tidak
akan terulang. Dengan istilah gaul, tipuan seperti itu merupakan "cara
kuno". Bagaimana mungkin lembaga negara terus tertipu oleh cara kuno
seperti itu? Lalu siapa yang harus bertanggung jawab melindungi masyarakat
dari bahaya ini?
Hukum harus ditegakkan
Selain itu, obat palsu
juga terus beredar di depan mata aparat penegak hukum. Di Jakarta, semua
orang tahu di mana tempat penjualan obat palsu atau obat ilegal. Lebih
celaka, tidak sedikit apotek juga menjual obat ilegal. Orang yang tidak
berkompeten bahkan memberikan pengobatan menggunakan bahan obat keras.
Bukankah ini kejahatan luar biasa di bidang kesehatan?
Mungkin masih ada
orang yang membela para penjahat itu dengan dalih "mana buktinya kalau
merugikan masyarakat?" Seperti diuraikan di atas, korban akibat
kejahatan di bidang kesehatan tidak selalu langsung pada saat itu juga. Hanya
sedikit yang langsung merasakan akibatnya.
Akan tetapi, data
menunjukkan kecenderungan munculnya banyak penyakit yang terkait dengan bahan
berbahaya. Sebut saja semakin banyak kanker yang muncul pada usia muda,
banyak penderita penyakit hati dan ginjal, banyak anak mengalami kegemukan
dan gangguan perkembangan seksual, dan mungkin banyak lagi yang belum
terungkap.
Terus berulangnya
kejahatan di bidang kesehatan, bahkan dengan modus baru menggunakan vaksin
palsu, semestinya tidak ditoleransi lagi. Hukuman terberat harus
dijatuhkan.
Berbagai cara yang
dilakukan oleh para penjahat itu mestinya juga dilarang. Sebut saja melalui
iklan di media massa, apalagi media elektronik. Kita sering merasa muak
menyaksikan banyak tayangan iklan bohong di bidang kesehatan, khususnya di
televisi tidak bermutu. Sekian lama masyarakat dibodohi, sementara aparat
tidak bertindak. Boleh jadi karena aparat juga memang tidak mengerti.
Saatnya sudah tiba,
harus ada tindakan hukum yang tegas dan berat bagi para penjahat di bidang
kesehatan itu. Atau kita biarkan saja sambil menunggu semakin banyak anak
bangsa menjadi korban para pembunuh berdarah dingin itu? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar