Arti Penting Al Baghdadi bagi Survival ISIS
Ibnu Burdah ;
Pemerhati Timur Tengah
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
|
JAWA POS, 20 Juni
2016
SEJUMLAH media mengabarkan tewasnya Khalifah
ISIS Abu Bakar Al Baghdadi dalam serangan udara sekutu terhadap kelompok itu
di Kota Raqqa, Syria. Itu terjadi tak lama setelah Presiden Amerika Serikat
(AS) Barack Obama mengancam ISIS setelah tragedi penembakan klub gay di
Orlando yang membuat harga diri Negeri Paman Sam tercoreng.
Namun, hingga artikel ini ditulis pada Minggu
(19/6), belum ada sumber meyakinkan yang menyatakan kebenaran dugaan
tersebut. Beberapa kantor berita Timur Tengah yang biasanya terdepan dalam
pemberitaan tentang ISIS juga belum mengonfirmasi.
Tapi, jika berita tersebut benar, itu adalah
pukulan telak terhadap upaya keras kelompok teroris tersebut untuk
mempertahankan diri di tengah-tengah serangan gencar kekuatan nasional Iraq,
kawasan, dan internasional. Apalagi, dikabarkan sejumlah petinggi kelompok
tersebut juga telah tewas. Seperti Abu Muslim Al-Turkmani (wakil khalifah),
John Jihadi, dan sejumlah "menteri".
Sang Khalifah
Bagi ISIS, Al Baghdadi adalah tokoh yang
memiliki peran begitu sentral. Dia adalah pusat kekuasaan. Pusat otoritas.
Bukan hanya masalah "duniawi", tapi juga keagamaan. Dia adalah
simbol "kejayaan" dan harapan kelompok brutal itu. Dia adalah
"khalifah" sekaligus panglima perang tertinggi. Dia adalah
"ideolog" sekaligus ahli strategi.
Karena itu, pengaruh kematian tokoh tersebut,
andaikata berita itu benar, akanlah sangat besar terhadap keberlangsungan
kelompok tersebut. Pengaruh kematian Baghdadi bagi ISIS melampaui kematian
Osama bin Laden di tangan tentara AS beberapa tahun lalu bagi Tanzim Al
Qaeda. Karisma dan kepemimpinan Baghdadi jauh lebih kuat daripada kepemimpinan
Osama di Al Qaeda.
Pasca kematian Bin Laden, Al Qaeda segera
memperoleh pemimpin baru yang relatif sepadan, yakni Ayman Al Zawahiri.
Bahkan, dari sisi wibawa dan kemampuan keagamaan, Zawahiri jauh lebih kuat
ketimbang Osama yang berlatar belakang "hanya" seorang tajir. Osama
semasa hidupnya memang memegang komando kepemimpinan. Namun, dia tak berada
di medan tempur.
Baghdadi sama sekali berbeda. Dia dikenal
sebagai ahli strategi yang aktif di tengah-tengah medan perang bersama anak
buahnya. Dia juga seseorang yang alim di bidang ilmu agama Islam sekaligus
dai dan khatib yang begitu meyakinkan.
Menyaksikan tayangan video khotbah pertamanya,
saya sebagai guru bahasa Arab bisa mengerti kekuatan "hipnotis"
kata-kata Baghdadi. Dalam khotbah itu, dia berbicara kepada umat sedunia tak
ubahnya Abu Bakar As Siddiq atau Umar bin Khattab yang dikenal sebagai
penerus Rasul yang mendapat petunjuk (al-khulafa' al-Rasyidun) dan memperoleh
amanah begitu besar dari umat.
Secara psikologis, kematian Baghdadi, sekali
lagi jika itu benar, akan menjadi guncangan hebat bagi kelompok yang
mengandalkan militansi buta para pengikutnya tersebut. Apalagi, saat ini
kelompok itu sedang menghadapi tekanan luar biasa besar. Baik di Iraq maupun
Syria. Mereka sedang menjalani pertempuran yang menentukan bagi survival
mereka di banyak titik pertempuran. Termasuk di Fallujah, Mosul, dan Raqqa.
Nasib negara (khilafah) yang sedang dibangun
kelompok itu bersama sang pemimpin besarnya sudah menjelang runtuh. Padahal,
negara tersebut baru dua tahun diproklamasikan. Apalagi jika
serangan-serangan udara sekutu sekarang sudah menyasar berbagai tempat paling
strategis di Mosul dan Raqqa.
Sangat mungkin kelompok itu akan menggunakan
penduduk Kota Mosul dan Raqqa yang padat sebagai perisai hidup. Mereka
dipastikan sudah tak bisa "memerintah" daerah-daerah di luar
konsentrasi kekuatan mereka di Mosul dan Raqqa.
Tidak Mati
Namun, kalaupun ISIS runtuh, pikiran dan
ajaran Al Baghdadi dipastikan tak segera mati. Keberanian dan kenekatan tokoh
tersebut dan kelompoknya telah menjadi inspirasi orang-orang yang memiliki
pikiran radikal di dunia. Sebagaimana Al Qaeda, kelompok itu dipastikan
memiliki pengikut setia di banyak negara di dunia Islam, bahkan di
negara-negara Barat.
Orang-orang yang terus loyal terhadap pusat
komando kelompok tersebut diyakini masih sangat besar. Mereka adalah
kelompok-kelompok di "provinsi" ISIS yang menguasai sebagian
teritori di berbagai negara di luar Iraq dan Syria. Misalnya Libya, Yaman,
Sinai (Mesir), Afghanistan, dan seterusnya.
Ada kemungkinan wilayah-wilayah itu akan
menjadi ibu kota baru bagi ISIS jika ibu kota Mosul dan Raqqa tumbang. Mereka
juga masih memiliki sel-sel yang tersebar di hampir semua negara di dunia.
Keterdesakan mereka di Iraq dan Syria serta
kematian Baghdadi mungkin akan melecutkan semangat sel-sel ini untuk
melakukan aksi teror di berbagai negara. Aksi teror itu setidaknya
dimaksudkan untuk mengirim pesan bahwa mereka masih ada.
Ada kemungkinan pula kelompok tersebut tak
lagi melakukan aktivitas secara terkonsentrasi di wilayah tertentu
sebagaimana selama dua tahun ini. Mereka berpeluang kembali mengikuti
perjalanan sejarah organisasi induknya menjadi jaringan teroris internasional
yang beroperasi di banyak negara. Dengan agenda utama anti-Barat dan
anti-Syiah, tanpa penguasaan teritorial tertentu. Wallahu a'lam. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar