Menemukan Kewarasan Kasus Sumber Waras
Hery Firmansyah ;
Dosen Pidana, Fakultas Hukum
Tarumanagara
|
KORAN SINDO, 17 Juni
2016
Pemanggilan Komisi III
DPR berapa hari yang lalu terkait tentang penanganan kasus Sumber Waras oleh
KPK sudah mendapatkan jawaban. KPK menyatakan bahwa tidak ditemukannya bukti
bahwa adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut, intinya tidak
ada perbuatan melawan hukum terkait kasus pembelian lahan Sumber Waras. Kasus
ini memang tidak dapat dilepaskan dari Ahok selaku kapasitasnya sebagai
kepanjangtanganan pemerintah yang menjalankan fungsinya sebagai kepala daerah
DKI Jakarta.
Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) menyebut tidak ada perbuatan melawan hukum terkait pembelian
lahan RS Sumber Waras. Kasus ini berawal dari adanya hasil audit Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) yang di dalam laporannya menyatakan bahwa laporan
keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 2014 mendapatkan opini Wajar dengan
Pengecualian (WDP).
Adapun catatan
tersebut diperoleh dari pengadaan lahan RS Sumber Waras yang tidak melewati
proses pengadaan memadai, dan menyebabkan dari hasil kegiatan pembelian lahan
tersebut merugikan keuangan negara Rp191 miliar. Senjata yang digunakan KPK
mendasarkan pada catatan kaki bahwa laporan BPK tersebut perlu dikoreksi
bahwa pembelian lahan tersebut karena didasarkan dengan nilai jual objek
pajak (NJOP) 2013.
Sedangkan masih
menurut penuturan pihak KPK, pembelian lahan dilakukan oleh Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta pada 2014. Adapun dokumen pelepasan hak lahan dari
Yayasan Kesehatan Sumber Waras telah ditandatangani pada 17 Desember 2014.
Jika kita urutkan akar permasalahannya yang kemudian mencuat ke publik,
adalah persoalan audit pembelian lahan RS Sumber Waras yang kemudian
seakanakan menghadapkan BPK dengan Ahok di pihak yang saling berlawanan.
Sikap KPK sungguh
mengejutkan publik yang tengah menantikan gebrakan KPK. Lembaga antirasuah
ini sejauh ini masih diberikan kepercayaan oleh publik dalam penuntasan
sejumlah kasus korupsi di negeri ini.
Sepak terjang KPK
seakan menasbihkan bahwa dalam setiap pertempuran terhadap perang korupsi
lembaga antirasuah ini selalu tampil terdepan, layak dengan segala bentuk
atribut yang disandangnya, seperti melakukan penyadapan dan sejumlah
keistimewaan lain yang diperoleh.
Namun untuk kasus ini,
entah kenapa KPK seakan kehilangan daya dobrak serta daya magisnya yang
sempat memukau banyak orang saat pertama kali lembaga ini didirikan zaman
pemerintahan mantan Presiden Megawati Soekarno Putri pada 2002.
Mengenai laporan BPK
yang ditentang mati-matian oleh Ahok, mungkin perlu kita lihat dari
perspektif lahirnya BPK dan juga kaitannya dengan undang-undang BPK yang
menjadikan landasan hukum bagi arah gerak BPK. BPK diatur di dalam
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Secara filsafat, dapat
dengan mudah kita temukan dalam Penjelasan Umum di dalam UU tersebut adalah
bahwa pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab pemerintah tentang keuangan
negara merupakan kewajiban yang berat, sehingga perlu dibentuk suatu Badan
Pemeriksa Keuangan yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah.
Tuntutan reformasi
telah menghendaki ter-wujudnya penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas
dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) menuju tata pemerintahan yang baik
hal tersebut sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945. Kerja BPK dalam hal
mendapatkan temuan terjadinya penyimpangan terhadap penggunaan anggaran
negara, tidaklah dilakukan dengan serampangan.
BPK harus berdasar
kepada objek yang diperiksa dengan terlebih dahulu disesuaikan dengan standar
pemeriksaan keuangan negara, setidaknya hal tersebut berpedoman pada pasal 6
tentang tugas BPK yang termaktub dalam UU Nomor 15 Tahun 2006.
Lebih jauh dalam pasal
selanjutnya, yaitu Pasal 8 ayat 3 dan ayat 4 disebutkan bahwa apabila dalam
pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada
instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan
paling lama satu bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut. Dan,
laporan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijadikan dasar penyidikan
oleh pejabat penyidik yang berwenang sesuai dengan peraturan
perundangundangan.
Tentunya laporan BPK
tersebut sudah dapat menjadi pintu masuk awal untuk dilakukan penyelidikan
kemudian dilanjutkan kepada tahap penyidikan. Maka kemudian apa yang telah
dilakukan BPK tidak melebihi dari tugas dan fungsinya sebagai lembaga negara.
Sekarang tentu tinggal langkah lanjutan yang diperlukan oleh aparat penegak
hukum dalam hal ini penyidik untuk dapat menemukan atau mencari lebih jauh
tentang fakta hukum suatu peristiwa tersebut.
Kalau saja lupa,
mungkin kita perlu sama-sama mengingatkan bahwa KPK pernah menjadikan dasar
laporan BPK ini untuk dapat menjerat pelanggar hukum yang kemudian merugikan
keuangan negara sebut saja Kasus Wisma Atlet Hambalang yang kemudian menyeret
nama Andi Mallarangeng, serta kompatriotnya di Demokrat, Jero Wacik, serta
kasus yang kemudian membuat nama Suryadharma Ali menjadi tersangka kasus
korupsi penyelenggaraan haji di Kemenag tahun 2011-2013.
Masalah ini merupakan
kerisauan kita semua, untuk perkara yang hampir mirip tapi pola pendekatan
yang dilakukan aparat penegak hukum kita bisa berbeda. Ambiguitas ini tentu
menjadikan lagi-lagi masyarakat korban dari kebutaannya akan hukum. Bukan
persoalan siapa yang berkasus.
Namun, yang harus
diselamatkan dari itu semua adalah semangat pemberantasan korupsi yang tak
boleh dibiarkan mati oleh agenda di luar penegakan hukum yang bermartabat.
Jika pola yang sama dilakukan untuk memberangus sebuah tindakan pelanggaran
hukum, logis dan etis hal itu juga digunakan sebagai pedoman yang sama dalam
melakukan konteks penegakan hukum yang tidak akhirnya menjadi seakan tebang
pilih.
Kita tentu mencintai
siapa pun yang berada di garis komando yang menciptakan kondisi pemerintahan
yang zero tollerance terhadap korupsi, siapa pun dia dan dari mana pun dia
berasal. Entahlah siapa yang sebenarnya waras dalam kasus Sumber Waras ini?
Mungkin akhirnya nanti sejarah saja yang kemudian cukup mencatatnya, atau
bahkan hal ini tetap akan menjadi misteri tanpa akhir. Kita tunggu saja.. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar