Poros Baru Mindanao-Aceh
Komaruddin Hidayat ;
Ketua Majelis Pendidikan
Yayasan Sukma
|
MEDIA INDONESIA,
20 Juni 2016
JAUH di luar nalar,
peristiwa tsunami di Aceh (2004) pada urutannya setelah dua belas tahun
kemudian mendekatkan poros pendidikan di Aceh dan Mindanao, dua wilayah yang
memiliki kemiripan nasib. Dua provinsi yang alamnya kaya raya, tetapi
penduduk setempat memandang pemerintah pusat yang menguasai dan menikmati
hasilnya, lalu kedua wilayah itu menempuh perlawanan dengan senjata. Di Aceh
terdapat GAM (Gerakan Aceh Merdeka), di Mindanao muncul MNLF (Moro National
Liberation Front), dan MILF (Moro Islamic Liberation Front)
Tragedi tsunami di
Aceh itu seketika membuat ribuan anak menjadi yatim, tak lagi memiliki
sandaran membangun masa depan. Karena merasa jiwa mereka terpanggil, beberapa
teman di lingkungan Metro TV dan Media Indonesia di bawah kepemimpinan
Surya Paloh, mendirikan Yayasan Sukma Bangsa.
Agenda pertama dan
utamanya ialah mendirikan tiga sekolah Sukma Bangsa di tiga wilayah, yakni
Pidie, Lhokseumawe, dan Bireuen, semuanya berasrama untuk menyantuni
anak-anak kurban tsunami.
Modal pertama yang
digunakan ialah dana yang terkumpul melalui program sosial Indonesia
Menangis.
Generasi baru Aceh
Sebagai salah seorang pengurus
Yayasan yang turut membidani lahirnya Sekolah Sukma Bangsa (SSB), saya dan
teman-teman merasa bersyukur dan hampir-hampir tak percaya dengan capaian
sekolah selama ini, mengingat berbagai rintangan dan tantangan yang kami
hadapi cukup berat, terutama pada lima tahun pertama. Bukan saja masalah
finansial yang mesti kami atasi untuk membiayai proses pendidikan bagi
seluruh siswa, guru, dan karyawan, melainkan juga berbagai fitnah dan ancaman
dari beberapa kelompok masyarakat akibat kesalahpahaman mereka terhadap misi
dan eksistensi SSB yang dianggap melawan tradisi dan ideologi mereka.
Para siswa tinggal di
asrama lazimnya sebuah pesantren, sejak dari tingkat SMP dan SMU. Para guru
juga didatangkan dari berbagai provinsi di luar Aceh untuk mempercepat proses
penanaman dan pemahaman akan nilai-nilai keindonesiaan. Kami menyeleksi dan
melatih guru-guru agar benar-benar siap mental dan pengetahuan untuk mendidik
siswa yang kehilangan keluarga serta tempat tinggal. Jadi, mereka bukan
sekadar pengajar, melainkan juga pengganti orangtua. Kami menerapkan metode
pendidikan dan pengajaran yang berorientasi futuristik, global, dengan tetap
memperkukuh nilai keindonesiaan dan keacehan yang kental dengan keislaman.
Banyak tamu dan
peneliti asing datang ke SSB, mereka tertarik melakukan penelitian bagaimana
membangun pendidikan pascatrauma tsunami, dengan siswa yang menanggung beban
psikologis Ketika para tamu datang, baik dari dalam maupun luar negeri, kami
persilakan mereka mengamati dan mengikuti kegiatan para guru dan siswa secara
langsung agar bisa berdialog dengan mereka secara lugas dan autentik. Apa
yang kami lakukan sebagian sudah kami tulis dan terbitkan dalam beberapa
judul buku, semoga menjadi kontribusi pemikiran dan pengalaman bagi dunia
pendidikan di Indonesia.
Para siswa SSB
terlahir dan tumbuh seiring dengan lahirnya generasi milenium di Tanah Air
yang terkoneksi dengan kehidupan global melalui jejaring internet. Mereka
ialah native netizen, melompat jauh
dari lingkaran pergaulan orangtua mereka yang sebagian ialah para combatan
GAM, hidup di hutan. Komunitas SSB bagaikan a brand new cultural enclave bagi masyarakat Aceh. Kami berharap
mereka terbebas dari warisan konflik antarorangtua mereka, baik konflik
antarsesama warga Aceh maupun dengan pemerintah pusat.
Di balik tragedi
tsunami, terbuka lebar gerbang perdamaian dan pendidikan baru bagi anak-anak
yatim korban tsunami. Di SSB, mereka menemukan keluarga besar dan
bersama-sama membangun mimpi serta merintis masa depan yang lebih menjanjikan
dengan modal collective memory kejayaan Aceh masa lalu. Integritas,
toleransi, cinta ilmu, dan cinta bangsa sangat ditekankan di SSB. Makanya,
sempat heboh ketika peserta ujian nasional SMU angkatan pertama yang lulus
tak sampai 40%, sementara tawaran kunci jawaban dari pengawas ujian justru
ditolak siswa SSB.
SSB-Finlandia University
Untuk menjadikan SSB
sebagai salah satu pilihan pendidikan terbaik di Tanah Air, khususnya daerah
Aceh, kami menjalin kerja sama dengan Universitas Finlandia, mendidik 30 guru
SSB untuk meraih Master di bidang keguruan. Finlandia kami pilih, di samping
sejak lama pemerintah Finlandia menaruh kepedulian pada proses perdamaian di
Aceh, juga karena pendidikan di sana dianggap paling baik di dunia.
Ketika saya berkunjung
ke Tampere University, misalnya disebutkan bahwa fakultas keguruan menerima
peminat tertinggi calon mahasiswa.
Artinya, putra-putri
terbaik di Finlandia memilih profesi sebagai guru. Guru memiliki posisi yang
terhormat dan tepercaya serta gaji yang cukup. Guru memperoleh kepercayaan
dari pemerintah dan masyaraka sehingga sekolah berhak mengubah kurikulum
tanpa intervensi Kementerian Pendidikan.
Di Finlandia, semua
sekolah berafiliasi dengan fakultas pendidikan sehingga jajaran guru besarnya
ikut bertanggung melakukan evaluasi dan peningkatan mutu pendidikan secara
berkelanjutan. Dengan demikian, menteri pendidikan di sana cukup membuat
kebijakan umum untuk menjaga kualitas pendidikan.
Tentu saja, Finlandia
dengan penduduk sekitar lima juta tidak fair jika dibandingkan dengan
Indonesia yang penduduknya di atas 230 juta. Namun, pengalaman dan inovasi
mereka menarik untuk dipelajari. Dengan program 30 Master, diharapkan akan
mempercepat peningkatan mutu SSB ke depan dan lebih memungkinkan SSB untuk
membuka cabang di luar Aceh.
Ada apa dengan Mindanao?
Sejak lima tahun lalu,
Direktur Akademik Yayasan Sukma, Ahmad Baedowi dkk, sudah menjalin kontak
kerja sama untuk membantu memajukan pendidikan dengan pemerintah dan aktivis
pendidikan di Mindanao. Kami berempati dengan nasib pendidikan di sana dengan
melihat dari dekat situasi pendidikan di Aceh selama masa konflik. Makanya,
ketika muncul berita terjadi penyanderaan terhadap 10 awak kapal Indonesia,
Surya Paloh meminta Ahmad Baedowi dkk untuk ikut serta melakukan lobi dalam
rangka pelepasan sandera.
Dengan bantuan
beberapa relasi di Mindanao dan pejabat ARMM (Autonomous Region in Muslim Mindanao), misi kemanusiaan Yayasan
Sukma Bangsa punya andil besar dalam pelepasan sandera. Yayasan menawarkan 30
beasiswa bagi anak-anak miskin Mindanao untuk studi di SMP dan SMU Sukma
Bangsa di Aceh sampai tamat. Pada Jumat 17 Juni lalu telah dilakukan
penandatanganan MoA (Memorandum of
Agreement) antara Yayasan Sukma dan ARMM bertempat di kantor KBRI Manila,
tentang realisasi bantuan pendidikan tersebut. Saya hadir dan memberi
sambutan atas nama Yayasan Sukma, didahului sambutan dari Dubes RI di Manila,
Letjen (Purn) Johny Lumintang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar