Selasa, 28 Juni 2016

Poros Baru Mindanao-Aceh

Poros Baru Mindanao-Aceh

Komaruddin Hidayat ;   Ketua Majelis Pendidikan Yayasan Sukma
                                              MEDIA INDONESIA, 20 Juni 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

JAUH di luar nalar, peristiwa tsunami di Aceh (2004) pada urutannya setelah dua belas tahun kemudian mendekatkan poros pendidikan di Aceh dan Mindanao, dua wilayah yang memiliki kemiripan nasib. Dua provinsi yang alamnya kaya raya, tetapi penduduk setempat memandang pemerintah pusat yang menguasai dan menikmati hasilnya, lalu kedua wilayah itu menempuh perlawanan dengan senjata. Di Aceh terdapat GAM (Gerakan Aceh Merdeka), di Mindanao muncul MNLF (Moro National Liberation Front), dan MILF (Moro Islamic Liberation Front)

Tragedi tsunami di Aceh itu seketika membuat ribuan anak menjadi yatim, tak lagi memiliki sandaran membangun masa depan. Karena merasa jiwa mereka terpanggil, beberapa teman di lingkungan Metro TV dan Media Indonesia di bawah kepemimpinan Surya Paloh, mendirikan Yayasan Sukma Bangsa.

Agenda pertama dan utamanya ialah mendirikan tiga sekolah Sukma Bangsa di tiga wilayah, yakni Pidie, Lhokseumawe, dan Bireuen, semuanya berasrama untuk menyantuni anak-anak kurban tsunami.
Modal pertama yang digunakan ialah dana yang terkumpul melalui program sosial Indonesia Menangis.

Generasi baru Aceh

Sebagai salah seorang pengurus Yayasan yang turut membidani lahirnya Sekolah Sukma Bangsa (SSB), saya dan teman-teman merasa bersyukur dan hampir-hampir tak percaya dengan capaian sekolah selama ini, mengingat berbagai rintangan dan tantangan yang kami hadapi cukup berat, terutama pada lima tahun pertama. Bukan saja masalah finansial yang mesti kami atasi untuk membiayai proses pendidikan bagi seluruh siswa, guru, dan karyawan, melainkan juga berbagai fitnah dan ancaman dari beberapa kelompok masyarakat akibat kesalahpahaman mereka terhadap misi dan eksistensi SSB yang dianggap melawan tradisi dan ideologi mereka.

Para siswa tinggal di asrama lazimnya sebuah pesantren, sejak dari tingkat SMP dan SMU. Para guru juga didatangkan dari berbagai provinsi di luar Aceh untuk mempercepat proses penanaman dan pemahaman akan nilai-nilai keindonesiaan. Kami menyeleksi dan melatih guru-guru agar benar-benar siap mental dan pengetahuan untuk mendidik siswa yang kehilangan keluarga serta tempat tinggal. Jadi, mereka bukan sekadar pengajar, melainkan juga pengganti orangtua. Kami menerapkan metode pendidikan dan pengajaran yang berorientasi futuristik, global, dengan tetap memperkukuh nilai keindonesiaan dan keacehan yang kental dengan keislaman.

Banyak tamu dan peneliti asing datang ke SSB, mereka tertarik melakukan penelitian bagaimana membangun pendidikan pascatrauma tsunami, dengan siswa yang menanggung beban psikologis Ketika para tamu datang, baik dari dalam maupun luar negeri, kami persilakan mereka mengamati dan mengikuti kegiatan para guru dan siswa secara langsung agar bisa berdialog dengan mereka secara lugas dan autentik. Apa yang kami lakukan sebagian sudah kami tulis dan terbitkan dalam beberapa judul buku, semoga menjadi kontribusi pemikiran dan pengalaman bagi dunia pendidikan di Indonesia.

Para siswa SSB terlahir dan tumbuh seiring dengan lahirnya generasi milenium di Tanah Air yang terkoneksi dengan kehidupan global melalui jejaring internet. Mereka ialah native netizen, melompat jauh dari lingkaran pergaulan orangtua mereka yang sebagian ialah para combatan GAM, hidup di hutan. Komunitas SSB bagaikan a brand new cultural enclave bagi masyarakat Aceh. Kami berharap mereka terbebas dari warisan konflik antarorangtua mereka, baik konflik antarsesama warga Aceh maupun dengan pemerintah pusat.

Di balik tragedi tsunami, terbuka lebar gerbang perdamaian dan pendidikan baru bagi anak-anak yatim korban tsunami. Di SSB, mereka menemukan keluarga besar dan bersama-sama membangun mimpi serta merintis masa depan yang lebih menjanjikan dengan modal collective memory kejayaan Aceh masa lalu. Integritas, toleransi, cinta ilmu, dan cinta bangsa sangat ditekankan di SSB. Makanya, sempat heboh ketika peserta ujian nasional SMU angkatan pertama yang lulus tak sampai 40%, sementara tawaran kunci jawaban dari pengawas ujian justru ditolak siswa SSB.

SSB-Finlandia University

Untuk menjadikan SSB sebagai salah satu pilihan pendidikan terbaik di Tanah Air, khususnya daerah Aceh, kami menjalin kerja sama dengan Universitas Finlandia, mendidik 30 guru SSB untuk meraih Master di bidang keguruan. Finlandia kami pilih, di samping sejak lama pemerintah Finlandia menaruh kepedulian pada proses perdamaian di Aceh, juga karena pendidikan di sana dianggap paling baik di dunia.

Ketika saya berkunjung ke Tampere University, misalnya disebutkan bahwa fakultas keguruan menerima peminat tertinggi calon mahasiswa.
Artinya, putra-putri terbaik di Finlandia memilih profesi sebagai guru. Guru memiliki posisi yang terhormat dan tepercaya serta gaji yang cukup. Guru memperoleh kepercayaan dari pemerintah dan masyaraka sehingga sekolah berhak mengubah kurikulum tanpa intervensi Kementerian Pendidikan.

Di Finlandia, semua sekolah berafiliasi dengan fakultas pendidikan sehingga jajaran guru besarnya ikut bertanggung melakukan evaluasi dan peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan. Dengan demikian, menteri pendidikan di sana cukup membuat kebijakan umum untuk menjaga kualitas pendidikan.

Tentu saja, Finlandia dengan penduduk sekitar lima juta tidak fair jika dibandingkan dengan Indonesia yang penduduknya di atas 230 juta. Namun, pengalaman dan inovasi mereka menarik untuk dipelajari. Dengan program 30 Master, diharapkan akan mempercepat peningkatan mutu SSB ke depan dan lebih memungkinkan SSB untuk membuka cabang di luar Aceh.

Ada apa dengan Mindanao?

Sejak lima tahun lalu, Direktur Akademik Yayasan Sukma, Ahmad Baedowi dkk, sudah menjalin kontak kerja sama untuk membantu memajukan pendidikan dengan pemerintah dan aktivis pendidikan di Mindanao. Kami berempati dengan nasib pendidikan di sana dengan melihat dari dekat situasi pendidikan di Aceh selama masa konflik. Makanya, ketika muncul berita terjadi penyanderaan terhadap 10 awak kapal Indonesia, Surya Paloh meminta Ahmad Baedowi dkk untuk ikut serta melakukan lobi dalam rangka pelepasan sandera.

Dengan bantuan beberapa relasi di Mindanao dan pejabat ARMM (Autonomous Region in Muslim Mindanao), misi kemanusiaan Yayasan Sukma Bangsa punya andil besar dalam pelepasan sandera. Yayasan menawarkan 30 beasiswa bagi anak-anak miskin Mindanao untuk studi di SMP dan SMU Sukma Bangsa di Aceh sampai tamat. Pada Jumat 17 Juni lalu telah dilakukan penandatanganan MoA (Memorandum of Agreement) antara Yayasan Sukma dan ARMM bertempat di kantor KBRI Manila, tentang realisasi bantuan pendidikan tersebut. Saya hadir dan memberi sambutan atas nama Yayasan Sukma, didahului sambutan dari Dubes RI di Manila, Letjen (Purn) Johny Lumintang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar