Tumbuh 7% dari Pinggiran
Arif Budimanta ;
Wakil Ketua Komite Ekonomi dan
Industri Nasional (KEIN)
|
KORAN SINDO, 13 Juni
2016
Pemerintahan yang
dipimpin Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam jangka
menengah menargetkan pertumbuhan ekonomi bisa menyentuh angka 7%. Tentu bukan
harapan yang terlalu muluk walaupun tak sedikit hambatan yang harus dilalui
seperti ruang fiskal yang begitu sempit sehingga menekan kemampuan belanja
pemerintah. Semuanya sangat bergantung pada strategi yang diterapkan. Dus,
disertai dengan fokus dan komitmen yang diarahkan pada target tersebut,
mengingat tantangan yang dihadapi juga tidak mudah.
Hingga menjelang
tengah semester tahun ini misalnya penerimaan pajak baru sekitar Rp364,1
triliun atau 26,8% dari target sepanjang tahun ini. Tentu pemerintah
harap-harap cemas dalam memburu pencapaian hingga akhir tahun, mengingat
penerimaan pajak merupakan modal penting untuk merealisasikan rencana
pembangunan yang telah ditetapkan pemerintah.
Namun, melihat gejala
penerimaan pajak tersebut, tentu sulit berharap pemerintah memiliki anggaran
yang memadai untuk membangun infrastruktur demi mendorong pertumbuhan.
Apalagi, pemerintah telah terikat dengan ketentuan bahwa maksimum defisit
anggaran sebesar 3% dari produk domestik bruto (PDB) sehingga sangat sulit
untuk bergantung pada pinjaman.
Jika terasa pahit
untuk berharap belanja pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi secara
langsung, bukan berarti tidak ada harapan. Masih ada investasi yang trennya
cenderung meningkat. Jika pada kuartal 1-2015 kontribusinya sebesar 32,85%,
kuartal pertama tahun ini sudah menjadi 33,16%.
Dalam konteks pembangunan
oleh pemerintah dan sebaran penanaman modal, sejatinya pemerintah memberikan
pertimbangan serius terhadap sebaran wilayah. Pasalnya, dalam empat dekade
terakhir, konsentrasi pembangunan relatif tidak mengalami perubahan. Sejak
1970-an hingga saat ini distribusi PDRB masih didominasi Pulau Jawa.
Kontribusinya terhadap struktur ekonomi nasional bahkan cenderung terus
meningkat, yaitu sudah di atas 58%.
Sementara selama lima
tahun terakhir, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa
pertumbuhan ekonomi di masing-masing pulau sangat beragam dengan rata-rata
pertumbuhan ekonomi kisaran 4- 8%. Rata-rata pertumbuhan paling besar terjadi
di Pulau Sulawesi mencapai 8,07% dan daerah yang memiliki pertumbuhan paling
rendah adalah Kalimantan yaitu sebesar 4,14%.
Adapun di Jawa dan
Sumatera bersifat moderat yaitu sekitar 6 dan 5%. Berkaca dari pengalaman dan
tren pertumbuhan yang terjadi, kita dapat melihat bahwa daerah yang memiliki
sumber daya alam melimpah, pertumbuhan ekonominya masih sangat rendah. Karena
itulah, dengan perencanaan dan penargetan pertumbuhan ekonomi yang matang,
pertumbuhan 7% bukan hal yang mustahil.
Komite Ekonomi dan
Industri Nasional(KEIN) pernah melakukan simulasi sederhana tentang mendorong
pertumbuhan ekonomi berdasarkan sebaran wilayah dengan kontributor utama
datang dari investasi, ekspor, dan pengendalian impor. Dengan asumsi bahwa
pemerintah mampu menjaga supaya perekonomian di Jawa berjalan seperti biasa
dengan pertumbuhan seperti sekarang, pertumbuhan ekonomi di luar Jawa
masing-masing harus didorong menjadi: Sumatera 6,97%, Bali dan Nusa Tenggara
9,99%, Kalimantan 6,91%, Sulawesi 9,20%, serta Maluku dan Papua 6,46%.
Tentu angka-angka
pertumbuhan yang ditargetkan pada simulasi tersebut bukanlah hal yang
mengada-ngada. Secara empiris, masing-masing pulau pernah mencapai angka
pertumbuhan tersebut. Karena itulah, dengan skenario tersebut, pertumbuhan 7%
bukanlah suatu keniscayaan. Dengan fokus dan komitmen pada pertumbuhan di
luar Jawa, berarti pemerintah harus berani mencurahkan kemampuan untuk
meningkatkan pembangunan infrastruktur di wilayah-wilayah tersebut.
Pembangunan
infrastruktur ini menciptakan konektivitas antarwilayah sehingga sangat
mendukung kegiatan perekonomian yang mampu merangsang pertumbuhan. Pola pembangunan
seperti ini juga telah dilakukan Filipina.
Negara tersebut telah
berhasil menikmati pertumbuhan ekonomi 7%, setelah memfokuskan belanja
anggarannya untuk membangun infrastruktur demi membuka konektivitas
antarwilayah demi menggerakkan perekonomian. Pemerintah Indonesia sebenarnya
sudah berada di jalur yang sama dengan gencarnya pemerintah membangun
infrastruktur jalan.
Secara teoritis,
melalui kebijakan pembangunan yang fokus di luar Jawa, akan terjadi
konvergensi (catch-up effect) dalam
ekonomi. Wilayah yang selama ini memiliki pertumbuhan ekonomi lebih rendah
akan tumbuh lebih cepat sehingga akan memberikan kontribusi besar terhadap
pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Melalui kebijakan
pembangunan yang focus pada sebaran wilayah tersebut, akan sangat membantu
pemerintah dalam mewujudkan pembangunan yang berkualitas. Yakni, pertumbuhan
ekonomi tinggi yang mampu menurunkan tingkat kemiskinan serta mempersempit
jarak ketimpangan, baik antarwilayah maupun antarpenduduk.
Karena itulah,
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas bukanlah harapan yang terlalu
muluk. Namun, menjadi sia-sia sekiranya tidak direncanakan dengan baik, tanpa
fokus, serta tidak ada komitmen tinggi.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar