Jurus
Tekan Harga Beras
Damin Hartono R ; Kepala
Perum Bulog Divre Jawa Tengah,
Pemerhati Masalah Pangan dan Pertanian
|
SUARA
MERDEKA, 06 Maret 2015
BEBERAPA tahun terakhir ini harga pokok pembelian (HPP)
beras mengacu Inpres Nomor 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan
Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah. Regulasi itu menentukan HPP
Rp 6.600/kg. seiring dengan kenaikan inflasi selama 4 tahun di Indonesia,
patokan harga tersebut sudah tidak sesuai, karena kini beras di pasaran bisa
mencapai Rp 10.000, bahkan Rp 13.000.
Jika harga beras naik hingga 30% seperti belakangan ini
maka hukum supply and demand pun berlaku.
Ada beberapa faktor penyebab kenaikan harga beras. Pertama; tidak ada
penyaluran raskin pada November dan Desember 2014 mengingat sudah diberikan
pada Februari-Maret 2014. Kedua; penyaluran raskin alokasi Januari 2015 pun
menunggu keputusan pemerintah terkait wacana menggantinya dengan E-money.
Ketiga; musim paceklik lebih panjang. Biasanya Januari
sudah mulai panen padi hingga panen raya pada Maret. Tahun ini panen padi
baru dimulai Februari dan panen raya diperkirakan pada April hingga Maret.
Masa panen raya juga mundur karena pengaruh cuaca terkait El Nino tahun lalu.
Keempat; produksi padi turun (tidak sesuai sasaran). Tahun
2014, menurut BPS produksi padi nasional turun 0,63% dibanding sebelumnya.
Penurunan produksi gabah tahun lalu disebabkan iklim kemarau basah yang tidak
cocok untuk padi sehingga luas panen padi menurun 0,30% atau 41.600 ha, dan
produktivitas menurun 0,17 kuintal/ha.
Produksi padi 2014 hanya 70,83 juta ton gabah kering
giling (GKG) atau berkurang 440.000 ton dibanding tahun sebelumnya: 71,27
juta ton. Di Jateng luas panen padi 2014 turun 2,42%, dari 1.840.000 ha tahun
2013 menjadi 1.800.000. Produktivitas juga menurun 4,65% dari 56,06
kuintal/ha menjadi 53,57 kuintal. Produksi padi di Jateng 2014 hanya
9.650.000 ton GKG atau turun 6,73% dibanding tahun sebelumnya: 11.636.965
ton.
Penyebab siginifikan kenaikan harga beras juga karena
tidak adanya penyaluran raskin selama tiga bulan. Tiap bulan Bulog
menggelontorkan 232 ribu ton raskin, dan untuk Jawa 37.233 ton. Kita bisa
membayangkan bila tidak ada penyaluran raskin 3 bulan, padahal kebutuhan
makan tidak bisa ditunda. Untuk mencukupi kebutuhan makan, orang yang
biasanya menerima raskin ikut membeli beras di pasar.
Sekarang ini masa paceklik juga cukup panjang, mulai
Agustus 2014 hingga Februari 2015, padahal
biasanya hanya sampai Januari. Untuk itu, perlu mencari jurus ampuh
guna menekan harga beras melalui percepatan penyaluran raskin dan operasi
pasar (OP). Setelah pemerintah memastikan program raskin tahun 2015
dilanjutkan, Bulog Divisi Regional Jawa Tengah melakukan percepatan
penyalurannya.
Mengisi Stok
Penyaluran untuk alokasi Januari dilakukan mulai minggu I
Februari. Untuk jatah Februari, dilakukan minggu II dan III bulan itu. Adapun
untuk Maret diberikan pada minggu I dan III bulan itu. Hasil strategi
percepatan raskin, cukup mengembirakan karena harga beras premium mendekati
normal, semula Rp 13.000/kg turun jadi Rp 9.500-Rp 10.500. Beras medium
setara beras raskin yang awalnya Rp 11.000 jadi Rp 7.300-Rp 8.000.
Upaya lain meredam harga beras adalah lewat OP dengan
menjual beras eceran ke pasaran umum, langsung ke konsumen atau ke pedagang
beras guna mengisi kekosongan stok di pasar. Namun berdasarkan Permendag No
04/M-Dag/ Per/1/2012, OP masih terkendala beberapa hal, salah satunya
mekanisme/prosedur yang tidak sederhana.
Artinya, lebih dulu ada kajian tim pemkab/pemkot yang menyatakan
terjadi kenaikan harga beras 10% selama sepekan dibanding rata-rata harga
tiga bulan. Berdasarkan kajian itu, bupati/wali kota membuat usulan ke
gubernur, yang selanjutnya meneruskan ke Mendag dengan tembusan ke Mentan
selaku Dewan Ketahanan Pangan Nasional. Mendaglah yang memutuskan perlunya OP
dengan memerintahkan Bulog.
Ke depan, perlu menyederhanakan birokrasi itu supaya bisa
memberikan ruang bagi Bulog untuk cepat berinisiatif melakukan OP. Hal itu
butuh regulasi yang bisa langsung mengamanatkan Bulog mengambil tindakan guna
menekan harga. Selain itu, pemerintah harus menganggarkan cadangan beras
pemerintah (CBP) melalui APBN. Upaya itu supaya ada stok beras yang
sewaktu-waktu bisa digunakan.
Setelah kita bisa menekan harga beras, ke depan perlu
mengupayakan peningkatan kualitas.
Saat ini produksi beras tidak perlu diragukan, namun kualitas kadang tidak
sesuai dengan harapan. Hal ini karena sarana produksi padi dan peralatan/
mesin-mesin penggilingan yang dipakai belum memenuhi standar sehingga terjadi
susut pascapanen hingga 23%.
Masyarakat masih mengandalkan sistem geplokan untuk
merontokkan padi dari tangkainya. Hal itu perlu perbaikan melalui mekanisasi
alat mesin pertanian (alsintan) supaya bisa menimalisasi susut pascapanen
sekaligus mendukung percepatan swasembada beras. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar