Tetap
Berada di Haluan yang Benar
Denis Arifandi Pakih Sati ; Dosen Mahad Ali bin Abi Thalin
Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta
|
HALUAN,
06 Oktober 2014
66 Tahun sudah usia
media kebanggaan masyarakat Minangkabau ini. Yah, Harian Haluan. Tanggal 1
Oktober kemaren adalah hari dimana usianya bertambah. Besar harapan para
pembaca, dengan semakin bertambahnya usia, semakin matang dan semakin
sukseslah perjalanan yang dilaluinya.
Usia 66 tahun, bukanlah
usia yang muda. Jikalau dianalogikan dengan manusia, maka ia ibarat orang
yang sudah merasakan masa-masa kesuksesannya, penuh dengan pengalaman manis
dan pahit. Dan saya rasa, harian haluan pun pernah merasakannya sepanjang
perjalanan penerbitannya. Terutama, pada tahun-tahun 1997-2010 yang kemudian
diambil oleh H. Basrizal Koto.
Sebagai media massa yang
sudah mencapai usia senior, harian haluan harus tetap berada di jalan yang
benar, yaitu jalan yang memperjuang kebenaran. Bukan malah menjadi media
“pelacur” yang menggadaikan kebenaran dan keadilan, hanya demi mendapatkan
sedikit “keuntungan”. Betapa susahnya masyarakat pada saat ini, mendapatkan
media yang adil dan seimbang dalam pemberitaannya, di mana ia mengabarkan
berita yang sebenarnya. Bukan berita pesanan, yang tentunya -mau tidak mau-
akan menginjak-ngijak nilai kebenaran.
Kenapa Harus Tetap di Haluan
yang Benar?
Ada beberapa alasan dan
sebab kenapa saya menyatakan keharusan ini:
Pertama,
logika. Dalam masyarakat Indonesia ini, terutama masyarakat Minangkabau, ada
nilai-nilai yang harus dijaga. Apalagi masyarakat Minang ini mayoritas
beragama Islam. Bahkan, bisa dikatakan semua orang Minang itu adalah Islam.
Jadi, nilai adat di Minang adalah nilai-nilai yang ada dalam Islam itu
sendiri. Cobalah perhatikan bagaimana masyarakat sekarang ini, yang semakin
jauh dari nilai-nilai adatnya dan semakin jauh dari nilai-nilai agama yang
dianut.
Jikalau dahulu orang Minang
itu harus mampu mengaji (membaca Alquran), sekarang bisa diuji; berapa
persen saja di antara mereka yang paham Alquran. Dahulu ada ungkapan,
“Sepreman-premannya orang Minang, ia tetap bisa mengaji.
“Bagaimana tidak, sebab
mereka memang dipaksa dan harus mau mengaji dan tidur di surau. Di sana,
mereka juga belajar adat dan masalah-masalah sosial kemasyarakat lainnya.
Sehingga, di masa berikutnya mereka mampu menjadi pemimpin. Tidak mengherankan,
jikalau dahulu banyak tokoh Minang yang menasional, bahkan menonjol di
tingkat internasional. Surau itu adalah sekolahnya.
Kedua,
realita. Dominasi media pada saat ini tidak dapat dipungkiri. Masih hangat
beritanya tentang arisan seks, atau digrebeknya mahasiswa yang lagi indehoi,
dan sebagainya. Bahkan, tidak jarang ada beberapa mahasiswi yang menempuh
jalan tidak seharusnya, padahal ia meminta izin kepada orangtuanya meninggalkan
kampung halamannya untuk belajar di kota. Ini adalah degradasi moral. Jauh
dari nilai-nilai adat yang dianut dalam masyarakat Minangkabau. Dan inilah
yang harus diberitakan oleh Harian Haluan agar masyarakat
semakin melek dengan keadaan sebenarnya. Kenyataan itu harus disampaikan.
Ibarat orang yang larut dalam lamunan, jikalau tidak ada yang membangunkan,
maka ia akan terus larut dalam lamunannya.
Ketiga,
kemanusiaan. Tidak sedikit penganiayaan dan kasus-kasus kemanusiaan
lainnya yang terjadi tengah-tengah masyarakat. Ada suami yang menjadikan
istrinya layaknya seorang budak, ada juga yang menganiaya anaknya, dan
berbagai masalah lainnya yang sering dimuat dalam berbagai media.
Dengan diangkatnya masalah
ini oleh media, tentu orang-orang yang terbiasa melakukannya, akan berpikir
ulang untuk berbuat sama. Ia akan merasa mawas diri. Dan bagi orang yang
pernah diinjak-injak nilai kemanusiaannya, ia akan menjadi melek tentang apa yang
harus dilakukannya. Ia akan mengetahui apa yang harus dilakukannya ketika
kekerasan menimpanya.
Sebenarnya jikalau berbicara
masalah kemanusiaan, maka kaitannya bukan saja dengan kekerasan dan penganiayaan.
Ada juga dengan orang-orang yang terkena musibah alam, seperti gempa yang
sering menghampiri beberapa kota di Sumatera Barat, atau longsor, dan
sejenisnya. Nah, medilah yang akan memberitahukannya kepada masyarakat agar
mereka mau mengulurkan tangan untuk membantu.
Keempat,
politik. Bagi saya, masalah ini penting bagi media massa. Besar harapan
kepada Harian Haluan untuk tetap berada
di haluan yang benar, yaitu tidak berada dalam haluan politik (pragmatis).
Jangan sampai apa yang dialami beberapa media, yang malah dijauhi para pembacanya
gara-gara terlibat dalam politik praktis dan pemberitaannya selalu condong ke
suatu kelompok politik, dialami pula oleh Harian Haluan.
Tidak bisa dipungkri, setiap orang memang berhak untuk
berpikiran politik, siapapun ia dan apapun kedudukannya. Namun, untuk media,
biarkan ia merdeka menyampaikan hakikat sebenarnya. Tugas media adalah
membuat rakyat melek, bukan malah membodohinya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar