Sabtu, 04 Oktober 2014

Matematika : Proses dan Hasil

Matematika : Proses dan Hasil

L Wilardjo  ;   Fisikawan
KOMPAS,  02 Oktober 2014

                                                                                                                       


BERMULA dari soal aritmetika yang diberikan guru kelas II SDN No 06 Kota Bambu, Jakarta Barat, kepada murid-muridnya, terjadilah perdebatan di media sosial. Kasus itu akhirnya diberitakan di Kompas, Rabu 24 September 2014.
 4 = 24. Itu sesuai dengan model-model soal perkalian dalam buku tematik II Kurikulum 2013.Soal itu begini: 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 kalau digarap dengan perkalian bagaimana dan berapa hasil-kalinya? Murid yang menjawab 4 x 6 = 24 disalahkan. Yang benar, menurut guru itu, ialah 6 x

x ...”x 2, maka 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = ... Menurut Guru Besar Matematika ITB yang menjadi Atase Kebudayaan di Kedubes RI di New Delhi, Iwan Pranoto, kalau pemahaman murid terhadap perkalian yang hendak diuji oleh guru soalnya seharusnya diubah menjadi: ”jika 2 + 2 + 2 = 3

Saran Iwan Pranoto itu bagus. Apa yang dituntut guru menjadi lebih jelas. Murid dituntun untuk menarik analogi berdasarkan pengenalan kemiripan soal dan kesamaan pola penyelesaian.

Kita juga setuju dengan Kepala SDN 04 Kota Bambu, Suwati bahwa ”guru harus memberikan penghargaan kepada murid atas proses yang telah mereka lalui menuju jawaban yang dia tulis”.

Guru Matematika kami di SMA dulu memberikan bonus nilai 100 kepada murid yang di dalam ulangan tidak saja berhasil mengerjakan soal-soal dengan benar, tetapi cara menggarapnya anggun, artinya ringkas, bernas, dan jelas. Jadi murid itu beliau beri nilai 110. Guru kami menghargai proses berpikir yang efisien, efektif, dan anggun.

Waktu masih di SD, Blaise Pascal menyelesaikan soal-soal binomium dengan cepat sekali. Bahkan, lebih cepat daripada gurunya. Ternyata ia mengerjakan soal secara sistematis. Suku-suku hasil memangkatkan jumlah dua bilangan itu disusunnya menurut menurunnya pangkat bilangan yang pertama dan menaiknya pangkat bilangan yang kedua, lalu ia dengan jeli melihat pola koefisien dari setiap suku itu, yang ternyata setangkup (simetris). Cara itu kemudiain dikenal sebagai Segitiga Pascal.

Misalnya, (a + b)0 = 1, (a + b)1 = (a + b), (a + b)2 = a2 + 2ab + b2, (a + b)3 = a3 + 3a2b + 3ab2 + b3, dst. Segitiga Pascalnya:
1
1 1
1 2 1
1 3 3 1

Rumus ini tidak akan muncul jika guru sekolah Pascal terpaku pada model dalam buku panduan, dan guru itu otoriter!

 6. Hasil-kalinya sama-sama 24. Perkalian itu komutatif; mau dibolak-balik urutan faktor-faktornya, hasilnya sama. Lagipula matematika ialah ilmu formal; asal bentuknya sahih, konsisten dengan kaidah yang telah dibuktikan dan diterima sebagai ”benar”, Matematika itu, ya, benar. 4 itu sama saja dengan 4 xSaya tidak tahu bagaimana secara pendidikan. Tetapi secara logika dan matematika (yang juga pasti logis), 6 x

Untuk anak yang perkembangan kognitifnya belum mencapai tahap formal, latihan soal matematika perlu dibuat konkret. Kalau kebetulan ada murid kelas II SD yang sudah mengalami proses pemikiran formal, ia justru harus diapresiasi.

Alkisah, Johann Bernoulli (matematikawan Swiss) membuat sayembara, yakni menentukan lintasan yang ditempuh dengan waktu terpendek antara titik A dan titik B. Kedua titik materi ini terletak di bidang vertikal (yakni melalui pusat Bumi), dan letak titik A lebih tinggi daripada titik B, pada arah radial yang berbeda. Gerak perjalanan dari A ke B hanya akibat gravitasi.

Soal itu dinamakan Brachistochrone (brachistos = tersingkat;chronos = waktu). Bernoulli membicarakan sayembara itu tahun 1696. Sekitar 6 bulan kemudian, Gottfried Wilhelm Leibniz (ilmuwan Jerman) minta agar diberi waktu tambahan agar lebih banyak lagi ilmuwan yang ikut.

Isaac Newton (ilmuwan Inggris) yang baru saja mendengar sayembara tersebut, keesokan harinya langsung menjawab. Jawaban itu anonim dan benar, tetapi Bernoulli tahu bahwa pengirimnya adalah Newton. Gumamnya: ”Singa dikenal dari cakarannya”.

Jawabannya adalah lintasan itu berupa sikloida (yakni tempat kedudukan/lokus titik-titik yang dilalui ”sebintik” titik di sebuah lingkaran bila lingkaran itu berguling tanpa tergelincir di garis lurus). Newton menemukan jawabannya secara intuitif. Penyelesaian yang sistematis baru ditemukan antara lain oleh Joseph Louis Lagrange (matematikawan Perancis) kemudian.

Dalam soal matematika, yang benar atau salah itu jawabannya. Proses menuju jawaban yang benar bisa bermacam-macam. Banyak jalan menuju ke Roma. Semua jalan itu bisa saja sama-sama benar. Yang dapat dinilai keanggunannya: yang paling ringkas, bernas, jelas, dan memukau!

Bandingkan bagaimana orang Jawa dan orang Amerika mengupas mangga. Biasanya orang Jawa mengupas mangga dari belakang ke depan, sedangkan orang Amerika dari depan ke belakang. Cara mana yang benar? Ya kedua-duanya. Itu hanya soal kebiasaan.

 3 = 5? Kita lazimnya mengatakan: ”Delapan dikurangi tiga sama dengan lima”. Orang Amerika akan membacanya: ”Tiga dikurangkan dari delapan sama dengan lima.” (Bagaimana cara membaca 8 -Three subtracted from eight is equal to five), atau ”Tiga dikurangkan dari delapan memberikan lima.” Kedua cara berpikir itu berbeda, tetapi sama-sama benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar