Wajah
Baru di Senayan
Iman Sugema ; Ekonom
|
REPUBLIKA,
07 April 2014
Berdasarkan hasil dari berbagai survei, hampir
bisa dipastikan bahwa 70 persen kursi di DPR akan diisi oleh wajah-wajah
baru. Itu karena akan ada partai yang perolehan suaranya jauh di atas
perolehan pada pemilu sebelumnya dan ada pula partai yang menciut secara drastis
perolehannya. Itu merupakan sebuah siklus politik yang wajar dalam sebuah
sistem demokrasi multipartai yang kita anut.
Akan ada artis dangdut, pemain sinetron,
wartawan, pelawak, profesor, dan anak muda di sana. Ada pula tokoh lokal yang
sebelumnya tidak pernah menginjakkan kaki di Jakarta sama sekali. Hari ini,
kita harus berdoa semoga wakil-wakil rakyat yang baru tersebut akan membawa
angin segar di Senayan.
Adalah salah kalau kita secara naif
mengasumsikan bahwa kualitas wakil baru akan lebih jelek dibandingkan wakil
lama. Kita sudah menyaksikan cukup banyak "tokoh baru" hasil Pemilu
2009 lalu yang berkualitas baik maupun yang korup. Itu sangat bergantung pada
kualitas individu yang bersangkutan dan bagaimana partai mendidik mereka
supaya menjadi wakil yang
baik. Tentu ada partai yang sudah memiliki sistem pendidikan kader yang mapan
dan ada pula yang sama sekali tidak punya.
Perubahan perimbangan politik yang akan terjadi di Senayan tentunya
tidak terlepas dari keinginan rakyat yang menginginkan perubahan. Keinginan
itu kemudian harus diterjemahkan secara baik oleh para anggota DPR, terutama
dari partai yang akan memegang tampuk pemerintahan. Kita sudah hampir bisa
menduga partai mana yang akan menjadi poros utama pemerintahan. Itu pun kalau
Anda percaya hasil survei.
Di bidang ekonomi, beberapa perubahan mendasar harus segera dilakukan
supaya landasan perekonomian menjadi lebih kokoh dalam jangka panjang.
Perubahan tersebut menyangkut tiga pilar utama, yakni keuangan negara,
energi, dan pangan. Hanya akan mengulas satu isu terpenting dari tiap-tiap
pilar tersebut.
Dengan berlaku efektifnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mulai
tahun ini, negara harus segera memupuk kemampuan untuk menabung. Kesalahan
terbesar negara-negara Eropa yang terjebak krisis utang sekarang ini, yaitu
membiayai jaminan sosial dengan berutang. Bibit-bibit ke arah itu sudah
melekat pada negara kita. Sejak zaman Soeharto sampai sekarang, setiap tahunnya
kita selalu memupuk utang. Cara ini harus kita ubah 180 derajat. Negara harus
menjadi entitas yang memupuk kekayaan, bukan yang justru memupuk kewajiban.
Tentu hal tersebut tidak bisa terjadi dalam semalam. Setidaknya,
langkah-langkah ke arah itu harus sudah mulai dirintis dalam lima tahun mendatang.
Sektor energi merupakan sektor yang sebetulnya
cara pemecahannya sudah sangat jelas, tapi sampai saat ini pemerintah tak
kunjung melakukan langkah nyata. Masalahnya sederhana. Kita lebih banyak
menggunakan minyak bumi yang saat ini cadangannya semakin tipis. Sumber daya
energi yang melimpah, seperti gas, panas bumi, cahaya matahari, angin, dan
gelombang lautan, justru tidak digunakan secara optimal.
Kalau saja dalam sepuluh tahun mendatang kita bisa mengubah pola
konsumsi energi ke arah penggunaan gas dan panas bumi yang lebih banyak,
mulai saat itu kita tidak akan pernah ribut-ribut lagi mengenai subsidi bahan
bakar minyak (BBM). Intinya memang ada di konversi energi. Dengan itu, kita
bisa sekaligus memecahkan masalah subsidi BBM yang semakin membebani anggaran
negara.
Di sektor pangan, mimpinya harus lebih besar karena kita merupakan
negara besar. Sudah menjadi pola umum jika negara besar tidak pernah lagi
meributkan masalah ketahanan atau kedaulatan di bidang pangan. Negara besar
justru menjadi pengekspor pangan utama dunia. Lihat Amerika, Cina, dan
Brasil.
Kalau kita bermimpi untuk menjadi negara besar
maka kita harus mulai merintis ke arah itu. Kita harus sudah mulai merancang
bahwa dalam 25 tahun mendatang, Indonesia akan menjadi pengekspor pangan
utama dunia.
Modalnya apa?
Kita memiliki lahan yang jauh lebih subur dibandingkan Amerika dan
Cina. Kita juga sebagai negara tropis mendapatkan cahaya matahari sepanjang
tahun. Negara-negara subtropis hanya bisa bercocok tanam sekali setahun, kita
bisa dua sampai tiga kali setahun. Teknologi pertanian tropis juga sudah
betul-betul kita kuasai dengan baik. Terus apa yang kita tidak punya? Kebijakan
yang tepat disertai political will yang
kuat. Dua hal itulah yang harus segera kita benahi.
Semoga saja wakil-wakil rakyat kita nantinya
lebih banyak memikirkan arah pembangunan bangsa ini dalam jangka panjang. Selamat
datang di Senayan para wajah baru. Ataukah, Anda akan menjadi hantu yang
menakutkan di Senayan? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar