Marah,
Emosi, Negatifkah?
Sawitri Supardi Sadarjoen ;
Penulis Rubrik Konsultasi Psikologi Harian Kompas, Dekan
Fakultas Psikologi Universitas YARSI
|
KOMPAS,
27 April 2014
Marah
adalah sesuatu yang menyangkut penghayatan emosi. Kemarahan selalu punya
alasan dan marah juga selalu menyangkut minat dan perhatian kita. Kita
memiliki hak untuk merasakan dan menghayati segala macam jenis emosi. Jadi
dengan kata lain, kita berhak untuk marah.
Banyak
pertanyaan yang terkait dengan pemahaman kita tentang rasa marah, tetapi
pertanyaan-pertanyaan tersebut akan lebih bermanfaat jika kita tujukan kepada
diri kita sendiri. Pertanyaan sebagai berikut.
•
Apa sebenarnya yang membuat kita marah?
•
Masalah apa yang kita hadapi dan masalah tersebut sebenarnya masalah siapa?
•
Bagaimana situasi yang sebenarnya dan kenapa justru kita yang mengambil
tanggung jawab?
•
Bagaimana saya bisa memilah dengan tepat siapa sebenarnya yang bertanggung
jawab terhadap masalah itu? Bagaimana saya bisa belajar untuk mampu
mengekspresikan kemarahan saya tanpa harus merasa tak berdaya dan berkuasa?
•
Apabila saya marah, bagaimana saya bisa mengomunikasikan sesuatu dengan jelas
posisi saya tanpa menjadi bersikap defensif atau justru menyerang?
•
Risiko apa yang akan saya hadapi atau adakah peluang kehilangan sesuatu jika
sikap saya lebih jelas dan asertif?
•
Apabila dengan marah saya tidak mendapatkan apa pun yang saya inginkan, sikap
lain apa yang harus saya lakukan?
Jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan membuat diri kita akhirnya
menemukan cara yang tepat untuk mengungkap kejelasan sikap kita pada
lingkungan sehingga akhirnya kita mendapatkan cara yang lebih tepat dalam
bereaksi saat kita menghadapi masalah yang memicu kemarahan. Walaupun reaksi
emosi marah dikelompokkan dalam kelompok reaksi emosi negatif, dorongan
agresi yang melandasi perilaku marah, menurut psikoanalisa Sigmund Freud,
merupakan dorongan instingtif yang penting perannya bagi manusia untuk dapat
bertahan hidup.
Memanfaatkan kemarahan
Guna
peningkatan kemampuan, kita memanfaatkan kemarahan sebagai alat dalam relasi
dengan lingkungan secara efektif, kita belajar untuk mengembangkan dan
mempertajam keterampilan kita dalam empat bidang berikut ini.
1.
Kita pelajari penghayatan emosi pribadi kita sehingga kita mampu memperjelas
posisi diri kita dalam kebersamaan dengan lingkungan. Dengan demikian kita
akan tahu apa yang harus kita ubah dalam diri kita dan apa yang sebenarnya
kita inginkan dalam hidup ini. Kondisi tersebut akan menghindarkan diri dari
kemungkinan terjebak dalam situasi emosi yang kompleks dan sulit, seperti
halnya saling menyalahkan, pertengkaran berlanjut tanpa batas akhir.
Jadi,
apabila kita tidak segera memanfaatkan kemarahan kita bagi upaya memperjelas
posisi, pikiran kita, perasaan kita, prioritas kita, dan pilihan-pilihan
kita, energi marah tersebut hendaknya tidak ditujukan pada upaya mengubah
orang lain. Karena hal itu justru akan menghasilkan peluang besar bagi
pertengkaran berlanjut, saling menyalahkan tanpa tujuan yang jelas. Jadi
mengelola energi kemarahan dengan yang efektif dapat dilakukan dengan cara
memanfaatkan energi marah untuk mengembangkan tingkat kejelasan siapa ”aku”,
di mana posisiku, apa mauku sehingga kita menjadi ahli akan ”aku” kita.
2.
Kita dapat mempelajari keterampilan komunikasi. Melalui keterampilan ini kita
akan mampu mendengar dengan baik, memahami perbedaan, dan mampu melakukan
negosiasi. Hal yang kita perlu simak adalah bahwa dengan mempertahankan
posisi yang jelas dan tidak bersikap mengadili orang lain, melainkan tenang
serta sabar, menjadi sangat penting bagi peluang perubahan sikap lingkungan.
3.
Kita dapat mempelajari teknik observasi dan teknik interupsi. Untuk itu,
seyogianya kita meningkatkan responsibilitas personal dalam setiap relasi
yang kita ciptakan. Kemampuan tersebut akan menghasilkan cara komunikasi yang
baru. Seperti halnya dalam mempelajari cara dansa baru, maka langkah baru
yang kita lakukan akan dengan sendirinya mengubah langkah pasangan dansa kita
secara berlanjut sehingga setelah beberapa saat akan langkah tersebut menjadi
sesuai dengan pola langkah dansa yang sudah kita rencanakan sebelumnya.
4.
Kita dapat belajar mengantisipasi dan menyetujui perubahan sikap orang lain,
yang ternyata berlawanan arah dengan yang kita inginkan. Jika hal ini
terjadi, peningkatan kejelasan posisi, cara berpikir kita akan diikuti oleh
proses adaptasi terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan tempat kita
berada.
Nah,
ternyata energi marah, yang biasanya menyebabkan kehancuran dan peledakan
pertengkaran berlanjut, dapat dimanfaatkan sebagai alat pengenalan diri yang
efektif bagi perubahan-perubahan yang kita inginkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar