Negara,
Pendidikan dan Politik
Asep Saefuddin ; Rektor Universitas Trilogi/Profesor Statistika FMIPA IPB
|
MEDIA
INDONESIA, 26 April 2014
MEMPERBAIKI persoalan bangsa
dari hulu atau akar masalah jarang diminati para politikus. Hal itu wajar
karena politik bermain di arena kekinian dan jangka pendek, sedangkan solusi
berbasis akar masalah itu lama, perlu ketekunan, dan tidak bisa digarap
secara sporadis. Di situlah pentingnya negara, bukan sekadar pemerintahan.
Jadi, sebenarnya politik harus tunduk pada negara, bukan sebaliknya, dan
negara harus masuk ke halhal mendasar dan berjangka panjang.
Negara kita terjebak pada
kekuasaan, ekonomi, uang, kekayaan, dan politik, sehingga pengelolaan
pemerintahan dicampuradukkan dengan partai politik dari eselon yang paling
bawah sekalipun. Bahkan ada anekdot, sampai ke tukang sapu pun harus ikut
partai menteri. Keadaan itu sangat tidak menguntungkan negara karena semua
program menjadi proyek yang sporadis, tidak mengakar, dan sering menjadi
bancakan partai dan aliansinya. Alhasil, sering terjadi penghamburan anggaran
pemerintah yang outputnya tidak jelas.
Negara modern adalah negara yang
menjaga benar-benar agar hiruk pikuk politik itu hanya di level atas, yakni
pada tataran penentuan presiden, gubernur, atau bupati saja. Di tingkat
pengelolaan pemerintahan dibuat sedemikian rupa stabil, dikerjakan secara
profesional oleh orang-orang yang tidak ber aliansi partai. Artinya, dari
mana pun partainya, yang bersangkutan tetap dihargai secara profesional
dengan kejelasan indikator kinerja.
Semuanya dibuat serba mendekati
pasti. Para staf pemerintahan mendapat kepastian dalam pemenuhan kebutuhan
pokok; primer bahkan sekunder. Begitu juga pendidikan, kesehatan, kejelasan
karier, dan ketenangan kerja sama sekali tidak ditentukan oleh partai
pimpinan (menteri). Dus, birokrasi pemerintahan dapat berjalan lancar, tidak
dipengaruhi partai yang berkuasa. Hal itu terjadi di seluruh lapisan
pemerintahan dari eselon paling bawah sampai eselon paling atas. Wajar bila
kestabilan pengelolaan pemerintahan terjamin dan birokrasi berjalan lancar.
Alhasil, program-program yang
bersifat mendasar, berjangka panjang, dan berefek signifi kan terhadap masyarakat
seperti pendidikan dan kesehatan dapat berjalan stabil dan konsisten selama
lamanya. Semua siswa TK sampai pendidikan prauniver sitas dilayani sama tanpa
harus mem bayar biaya pendidikan dan tidak ada perbedaan status sosial. Semua
biaya pendidikan diambil dari pajak masyarakat. Untuk kesehatan, memang ada
asuransi, tetapi untuk kesehatan dasar peranan pajak juga sangat dominan.
Negara dan pendidikan
Pendidikan bagi sebuah negara
ialah harga mati yang tidak boleh dipermainkan oleh dunia politik.
Kepentingan politik yang berdurasi pendek harus tunduk pada hakikat
pendidikan yang jauh lebih panjang. Artinya, negara menjaga agar pendi dikan
ini tidak ter ombang-ambing oleh kepentingan politik yang relatif fluktuatif.
Persoalannya, negara kita
terlalu kuat dengan politik sehingga pengerjaan pendidikan pun cenderung
mengikuti irama politik. Akibatnya, sering terjadi ganti menteri ganti
kebijakan da sar. Keadaan tak stabil ini bisa saja menguntungkan beberapa
gelintir orang, seperti pengusaha dan pemburu rente.
Akan tetapi, secara keseluruhan
situasi ini sangat merugikan negara. Yang menjadi korban langsung ialah
rakyat, terutama anak didik. Padahal, mereka itu generasi penerus bangsa. Apa
jadinya negara kita di masa depan bila mereka sejak awal sudah terbiasa
dengan kekacauan, serbasemu, sporadis, kompetisi sikutsikutan, dan emosional?
Jawaban singkatnya ialah akan terus begini; korupsi tetap marak, lalu lintas
semrawut, kejahatan makin masif, pencurian, perampokan, pembunuhan, perburuan
rente dan segala hal yang jelek-jelek semakin dahsyat, karena akar masalahnya
tidak pernah dibereskan. Persoalan itu pun terus-menerus menjadi dagangan
partai politik dari pemilu ke pemilu, hanya untuk mendulang suara. Setelah
kelompok itu berkuasa, persoalan ini tetap muncul, karena pendidikan yang
menjadi akar masalah tidak pernah dibenahi.
Kalaupun ada beberapa sekolah
yang bebenah, misalnya melalui pendidikan karakter, sejauh sistem kenegaraan
dan politik ini tidak dibenahi, hasil besarnya tidak akan berubah.
Lulusan sekolah itu bak berenang
di laut, tidak mungkin badannya tidak asin. Ada di antara mereka yang
akhirnya malahan terpaksa dan lalu terbiasa menelan atau bahkan meminum air
laut. Artinya, persoalan besarnya tetap ada, terus melingkar tanpa henti.
Memang peran masyarakat melalui
swasta itu diperlukan, tetapi pendidikan karakter bangsa tidak boleh lepas
dari peran negara, dan itu tidak boleh dijadikan komoditas atau dipengaruhi
oleh partai berkuasa. Menyerahkan masalah pendidikan kepada masyarakat, sama
dengan mempersilakan kompetisi sempurna. Hukum pasar akan berlaku dan
antarsekolah bisa terjadi persaingan macam-macam yang cenderung kurang sehat.
Salah satu dampaknya ialah
perkelahian antarsekolah yang selalu ada. Intervensi pemerintah melalui
akreditasi dan ujian nasional sama sekali bukan solusi. Bahkan, faktor itu
bisa memperkeruh dunia pendidikan, yakni menghalalkan berbagai cara (termasuk
yang haram) untuk memperoleh akreditasi A dan lulus UN 100%.
Begitu juga pola sertifikasi guru
yang memicu para pendidik menjadi mata duitan. Semua ini bisa menjadi racun
yang justru merusak hakikat pendidikan itu sendiri. Akhirul kalam, marilah
kita berpikir bersama untuk membenahi masalah negara ini dari akarnya. Bukan
lewat politik dan ekonomi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar