Senin, 28 April 2014

Seandainya

Seandainya

Agus Dermawan T  ;   Pengamat Budaya dan Seni
TEMPO.CO, 28 April 2014
                                                
                                                                                         
                                                             
Ketika seseorang berandai-andai, pada waktu itulah orang tersebut sedang membuat perspektif menuju wilayah yang akan ditujunya. Karena andai atau seandainya adalah kristalisasi dari keinginan, yang bersubstansi pada harapan.

Perupa kontemporer Inggris, Damien Hirst, membuat perandaian perdamaian lewat jajaran ratusan berlian berwarna-warni, sebanyak jumlah suku bangsa di dunia. Seperti para idealis Indonesia berkata: andai setiap pulau diolah semestinya, Nusantara laksana untaian manikam di khatulistiwa. Seandainya adalah kata ajaib bagi manusia yang memiliki spirit kehidupan.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang paling suka berandai-andai. Dari yang berskala remeh-temeh namun luhur nilainya, sampai yang berkadar besar dan dianggap fatamorgana. Sebagian entri aktual dari kitab seandainya itu demikian:

Seandainya Prabowo dan Titiek Soeharto rujuk, bangsa Indonesia akan dihadiahi roman politik sungguh menarik. Bukankah isyarat CLBK (cinta lama bersemi kembali) itu terbaca ketika Titiek dicium mesra oleh Prabowo saat perayaan ulang tahunnya ke-55, pada 20 April lalu?

Seandainya Prabowo dan Jokowi mau berbuka pikiran dan jiwa sehingga keduanya bersekutu di kursi kepresidenan, sungguh mati bangsa Indonesia akan dianugerahi trofi tertinggi demokrasi. Pengharapan ini tentu diberangkatkan dari: seandainya Gerindra dan PDIP mau membuang ego politik dan sayang kepada bangsa yang acap jadi korban....

Seandainya kelak Jokowi dan Prabowo mengambil kebijakan penyederhanaan dan penyerentakan pilkada (pemilihan kepala daerah) di Indonesia sehingga negeri yang punya 17.504 pulau, 34 provinsi, 93 kota besar, 409 kabupaten, 6.519 kecamatan, dan 76.510 kelurahan ini bisa menyelesaikan pesta demokrasi sekali jalan, triliunan rupiah akan bisa dihemat, untuk kemudian didistribusikan bagi pembangunan di berbagai wilayah....

Seandainya rakyat Indonesia di berbagai wilayah dididik memiliki kelenturan untuk berselancar di atas ombak perkembangan pembangunan dengan caranya sendiri. Lewat kearifan lokal yang bertolak dari prinsip "desa mawa cara, negara mawa tata" (desa punya cara, negara cuma menertibkan saja). Dengan begitu, rakyat tidak mudah diruntuhkan oleh guncangan. Negara-negara di dunia telah menyarankan kelenturan berselancar ini lewat lagu yang sama dalam berbagai bahasa: Over the Waves di AS, Sobre las Olas di Spanyol, Uber den Wallen di Jerman....

Penting diingat, Indonesia adalah negeri yang memiliki keragaman budaya terbesar di dunia! Seandainya seluruh masyarakat disadarkan bahwa kebudayaan daerah (yang berkembang) adalah kekayaan dan kebanggaan nir-benda yang tiada terbilang nilainya. Seandainya masyarakat di berbagai daerah memahami bahwa kebanggaan nir-benda itu pada saatnya akan menyejahterakan jiwa dan raga....

Seandainya setiap kepala daerah di Indonesia memiliki banyak ide yang bersumber dari tebaran pikiran masyarakatnya. Menggagas ide memang formulasi dari sikap berandai-andai. Eleanor Roosevelt, mantan First Lady Amerika Serikat, mengungkapkan: hanya mereka yang berpikiran hebat yang berandai dengan ide-ide. Lantaran mereka yang berpikiran tanggung hanya membicarakan peristiwa-peristiwa, dan mereka yang berpikiran sempit cuma membicarakan orang lain....

Seandainya....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar