Analisis
Akuisisi BTN
Mutamimah ; Dosen Fakultas
Ekonomi Unissula
|
SUARA
MERDEKA, 29 April 2014
DI
tengah isu politik yang hangat, masyarakat dikejutkan rencana akuisisi PT Bank
BTN Tbk oleh PT Bank Mandiri Tbk. Pihak yang setuju beralasan bahwa akuisisi
itu perlu guna menghadapi persaingan berkait kehadiran Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) 2015. Melalui akuisisi diharapkan kedua bank bisa makin besar
sehingga lebih siap bersaing dengan bank lain, terutama bank asing.
Adapun
pihak yang tak setuju berpendapat akuisisi tidak masuk akal mengingat segmen
dua bank itu berbeda, bahkan bertolak belakang. Bank BTN bergerak dalam
sektor ritel, sementara Bank Mandiri korporasi. Mengapa rencana akuisisi itu
memunculkan pendapat pro dan kontra? Haruskah ada akuisisi bank tersebut?
Akuisisi
merupakan pengambilalihan (take over)
sebuah perusahaan dengan cara membeli saham atau aset perusahaan, namun nama
perusahaan yang dibeli tetap ada. Contoh HM Sampoerna yang diakuisisi Philip
Morris, Kecap Bango yang dibeli Unilever Indonesia, Carrefour Indonesia yang
dibeli Chairul Tanjung, dan klub sepak bola asal Italia, Inter Milan yang
diakuisisi Erick Thohir.
Akusisi
dapat didukung sepanjang bermanfaat untuk semua stakeholder (pemangku kepentingan), yaitu perbankan, pemegang
saham minoritas, karyawan, nasabah, masyarakat, dan tak ada satu pun yang
dirugikan. Bank BTN adalah bank yang mayoritas sahamnya dimiliki rakyat,
diwakili pemerintah yaitu 61,4%, badan usaha asing 25,45%, serta sisanya
milik perorangan, karyawan, reksa dana, dana pensiun, asuransi, dan koperasi.
Sering
terjadi rencana akuisisi bank diikuti penolakan, semisal karyawan atau
nasabah berunjuk rasa. Ada beberapa alasan yang memicu kondisi itu. Pertama; asymmetric information. Dalam
perbankan bisa terjadi ketidakseimbangan informasi, yaitu antara informasi
yang dimiliki eksternal dan internal. Biasanya, internal memiliki lebih
banyak infomasi ketimbang eksternal. Keminiman informasi yang dimiliki
masyarakat dapat menimbulkan prasangka negatif terhadap rencana akusisi.
Kedua;
ada resistensi dari karyawan/manajer dan biasanya terwujud dalam penolakan
rencana akuisisi. Ada kekhawatiran beberapa posisi/jabatan strategis hilang
atau berpindah ke pihak lain. Bahkan sebagian karyawan khawatir di-PHK
mendasarkan alasan demi efektivitas dan efisiensi.
Perlu
beberapa persiapan dan langkah supaya rencana akuisisi bisa diterima semua
pihak. Pertama; rencana itu harus dikomunikasikan secara transparan kepada
semua pemangku kepentingan supaya mereka memahami tujuan akuisisi, termasuk
konsekuensinya. Akuisisi bertujuan meningkatkan aset bank, mengakselerasi
pertumbuhan bisnis, menjadikan harga kredit lebih murah, memperluas jangkauan
pemasaran, dan menurunkan risiko. Walaupun dua bank (dalam kasus ini Mandiri
dan BTN) punya segmen berbeda, akuisisi tak masalah sepanjang keduanya bisa
menyinkronkan visi dan misi.
Perbedaan
segmen pasar dalam satu atap perbankan justru menjadikannya lebih kuat
menghadapi persaingan, bahkan jadi salah satu wujud diversifikasi. Akuisisi
juga wujud sinergitas karena menghasilkan tingkat skala ekonomi sehingga cost
lebih rendah, termasuk biaya penentuan kredit (pricing) kepada nasabah.
Strategi biaya bunga rendah secara otomatis meningkatkan minat
nasabah/kreditur.
Harmonisasi
Kedua;
bank yang diakuisisi mempunyai kemiripan budaya, nilai-nilai, dan falsafah
yang tidak bertolak belakang. Manajer harus bisa mengharmonisasikan semua itu
sehingga operasional bank pascaakuisisi tetap berjalan baik, bahkan lebih
baik. Ke depan, harus ada jaminan tidak bakal terjadi benturan budaya antara
BTN dan Mandiri. Komitmen itu harus dijaga dengan baik sehingga tujuan
akusisi cepat terwujud.
Ketiga;
analisis akuisisi harus dilakukan dengan teliti, tepat, dan mengikuti
prosedur mengingat akuisisi sejatinya strategi yang penuh risiko.
Keberhasilan strategi akuisisi sangat bergantung pada ketepatan analisis dan
kepatuhan terhadap prosedur. Dalam memilih mitra yang mengakuisisi tentu
perlu memiliki bank yang punya rekam jejak baik, terutama berkait strategi
akuisisi.
Jadi,
sejak awal harus diidentifikasi dengan baik segi positif dan negatifnya,
keunggulan dan kelemahannya guna mengantisipasi dampak negatif yang mungkin
terjadi. Selain itu, menyiapkan solusi terbaik (win-win solution) supaya tidak
ada penolakan dari pemangku kepentingan, termasuk resistensi dari
manajer/karyawan bank.
Keempat;
dasar analisis akusisi bukan sekadar sisi keuntungan keuangan semata
melainkan juga perlu memperhitungkan potensi dan prospek bisnis strategis
pada masa mendatang. Selain itu perlu berlandaskan semangat value creation.
Jika hal ini dilakukan maka setelah proses akuisisi, bank tersebut dapat
membukukan keuntungan lebih besar sehingga bisa lebih menyejahterakan
karyawan dan pemangku kepentingan yang lain.
Andai
akuisisi sebuah bank hanya mendasarkan pertimbangan dan motivasi keuangan dan
keuntungan material maka keuntungan yang diperoleh hanya bersifat jangka
pendek, dan berisiko merugikan pemangku kepentingan. Tiap proses akuisisi
seharusnya bisa mentransformasikan tiap nilai tangible yang diperoleh menjadi lebih terukur dan bernilai
sehingga terwujud sebuah keberlangsungan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar