Presiden
yang Bernilai 9-10
L Murbandono Hs ; Peminat peradaban, Tinggal di Ambarawa Kabupaten
Semarang
|
SUARA
MERDEKA, 28 April 2014
TAHUN ini, bila semua lancar kita akan mempunyai presiden baru.
Sekadar baru itu tidak baik dan tidak ada gunanya bagi bangsa dan negara,
apalagi jika sekadar baru itu masih berbau unsur-unsur lama, pasti jelek.
Pasalnya, yang dibutuhkan negara kita adalah presiden bukan sekadar baru tapi
sungguh-sungguh baru dan bernilai 9-10. Maksudnya, ia harus punya nilai lebih
unggul dari semua presiden yang pernah kita miliki, yaitu Soekarno (9),
Soeharto (1), Habibie (5), Gus Dur (7), Megawati (4), dan SBY (4).
Dalam kurung adalah nilai para presiden berdasar pikiran merdeka
sebagai salah satu cara membuka kebutaan mata nurani yang rusak parah akibat
pembodohan Orbaisme selama 32 tahun sehingga baik-buruk dan benar-salah
campur aduk jadi kebusukan yang meracuni nalar. Nilai 1 s.d 10 ini berdasar cara Sekolah Rakyat zaman
saya, di mana makin tinggi angka makin baik, makin benar, dan makin berguna.
Belum ada yang bernilai 10 mengingat
semua presiden kita bermasalah dengan kadar beraneka ragam tergantung
nilai angka mereka.
Mengingat capres-capres definitif sampai sekarang masih dalam
proses, kita berharap semua pihak yang bewewenang memproses keterlahiran para
capres mempunyai kehendak baik sehingga dimungkinkan muncul capres yang
memenuhi kriteria sungguh-sungguh baru.
Andai tidak ada kehendak baik mengingat mayoritas legislator
tidak beres nuraninya sehingga capres-capres yang dilahirkan jelek semua, itu
konsekuensi logis belaka. Kita syukuri saja sebagai providentia divina alias
ìpenyelenggaraan Ilahiî. Itu bukan berarti kita lalu harus putus asa melainkan
justru harus bekerja dan berpikir lebih keras agar bisa memilih capres yang
paling minim kejahatannya (bernilai 9-10). Ini sangat mudah sebab rumus
objektifnya banyak sekali. Berikut, sepuluh rumus terpenting.
Pertama; presiden bernilai 9-10 adalah reformis pelenyap
Orbaisme sampai tuntas sebab ia masih bernalar sehat sehingga mampu berpikir
bahwa reformasi berarti melawan Orbaisme yang jahat. Kejahatan Orbaisme
memuat banyak unsur faham hidup tidak beradab yang ditandai banyak perilaku
negatif.
Silakan bandingkan saat kita merdeka pada 17 Agustus 1945. Ini adalah revolusi
(baca: reformasi) terhadap penjajah Belanda. Maka penjajah diusir. Reformasi
tanpa pelenyapan Orbaisme adalah omong kosong.
Kedua; ia 100% jujur membela rakyat sehingga amat prihatin
menyaksikan semua tersangka KKN dan terduga pelanggar HAM berat yang begitu
mencolok indikasinya masih bisa tertawa-tawa penuh percaya diri,
berkobar-kobar patriotik, dan mempermainkan hukum. Maka ia bertekad menghukum
penjahat tersebut sesuai dengan kejahatannya. Bila perlu dengan dekrit
presiden dan kewenangan hak prerogatif namun dengan prinsip tanpa perlu
melanggar HAM dan merusak martabat individu.
Ketiga; ia manusia dengan taraf insani amat tinggi sehingga
altruisme cinta kasih menyatu dalam
dirinya. Dengan itu ia bijak menghadapi perkara, tak sudi menggunakan
kekerasan alat-alat perang (seperti
Hitler, Stalin, Soeharto, Nero, Ken Arok dan semua kaisar barbar zaman purba)
tapi dengan kemampuan dialog mengerahkan kekuatan akal budi sebagai sumber
keinsanan terpenting yang membedakan manusia dari hewan.
Membela Persamaan
Keempat; terkait butir ketiga dalam tataran lebih praktis,
presiden bernilai 9-10 mampu membedakan perang dari damai. Ia menata tentara
menjadi suci bersih dari politik, dan berprinsip bela negara ketahanan
nasional adalah hak kewajiban semua warga bangsa (wajib militer di masa
damai) di bawah komando penguasa sipil yang didukung tentara sebagai
pelaksana (pada masa perang) yang memang profesional dalam urusan perang.
Kelima; ia aktivis pembela persamaan total sederajat semua
agama, ras, dan suku bangsa di Indonesia sehingga akan melenyapkan semua
produk hukum yang rasialis dan diskriminatif pada semua sektor kehidupan
mengingat Bhinneka Tunggal Ika sudah jadi bagian jiwa dan raganya. Maka ia
amat sedih, marah, dan tidak bisa mengerti mengapa pada abad XXI saat informasi tentang apa saja tersedia dengan mudah, masih ada
orang atau grup yang getol, tega dan tidak tahu malu mengipasi SARA,
khususnya mempertajam perbedaan agama.
Keenam; kekayaan presiden bernilai 9-10 selaras dengan sejarah karier profesinya,
pangkatnya, kedudukannya, dan sejarah juangnya dalam bidang ekonomi secara
jujur (pilihlah orang ini).
Posisi-posisi resmi sipil dan militer di negara kita, bahkan sampai
tingkat paling puncak pun, apabila diemban dengan kejujuran sesuai asasnya,
tidak memungkinkan seseorang mempunyai kekayaan setaraf para saudagar besar
(jangan pilih orang ini).
Ketujuh; ia bukan bagian kaum status quo nasional sipil-militer
dan saudagar karbitan dalam negeri bersama semua individu dan grup karbitan
ikutannya. Kedelapan; ia bukan bagian klik-klik sirkuit sindikat kapitalis
luar negeri, semisal Bank Dunia, IMF dan sejenisnya sebagai penjajah dalam
globalisasi perdagangan bebas.
Kesembilan; ia bukan bagian iblis-iblis yang dianggap reformis
oleh kebodohan. Kesepuluh; ia bukan bagian sirkuit mantan aktivis reformasi
yang kebingungan lalu menjadi jongos klik persekongkolan status quo dan berkhianat terhadap cita-cita semula. Intinya, presiden bernilai 9-10 adalah presiden rakyat, yang
jujur, dan berkehendak baik, terus berjuang mencari kemuliaan bangsa dan
negara dengan dasar kebaikan dan kebenaran. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar