Koalisi
untuk Mengembalikan Khitah Politik
Willy Aditya ; Wakil Sekjen
Bidang Organisasi dan Keanggotaan Partai NasDem
|
MEDIA
INDONESIA, 29 April 2014
ADAM, ini bukan soal Sjahrir,
Tan Malaka, Hatta, atau Soekarno. Ini persoalan Republik. Ini persoalan
geopolitik dan geostrategi menyelamatkan kemerdekaan Indonesia. Kita harus
mampu mendayung dengan selamat dari hempasan ombak di antara kedua buah karang
Blok Timur dan Blok Barat, dari pihak Sekutu pemenang Perang Dunia II. Ingat
yang mendapatkan wewenang Sekutu untuk melucuti bala tentara Jepang di
Indonesia ini adalah Blok Barat, dan itu adalah Amerika Serikat yang
diwakilkan kepada Inggris. Ingat itu!”
Jawaban itu diberikan oleh Bung
Karno ketika Adam Malik mempertanyakan keputusannya mengangkat Sutan Sjahrir
untuk menjabat kembali sebagai perdana menteri (PM). Dalam pandangan pemuda
‘geng’ Menteng Raya 31 itu, Sjahrir sudah tidak dipercayai lagi oleh rakyat.
Tan Malaka, dalam pandangannya, lebih tepat untuk menjabat sebagai PM.
Peristiwa itu terjadi pada 14 November 1945, yang menandai jatuh bangunnya
kabinet masa setelah kemerdekaan.
Apa yang dilakukan Bung Karno
bukan saja cermin dari kuatnya kepemimpinan yang dia miliki, melainkan juga
contoh kebajikan (virtue) politik. Politik
yang mengedepankan kepentingan yang lebih besar ketimbang kepentingan yang
sempit. Praktik semacam ini semakin langka dalam dialektika kehidupan politik
kita dari waktu ke waktu. Terlebih saat bangsa ini mengalami euforia
kebebasan ‘98, setelah sebelumnya terjerembap dalam suatu masa
keterkungkungan oleh rezim Orde Baru.
Namun, ada secercah harapan
seusai Pemilu April 2014 ini. Kebajikan politik seperti yang dipraktikkan Presiden
pertama RI tadi juga tengah dirintis oleh Partai NasDem dan PDI Perjuangan.
Kebajikan politik itu kita dapati kembali dari wujud kerja sama politik
(koalisi) di antara kedua partai tersebut. Setidaknya ini terlihat dari tiga
hal yang ingin dibangun oleh keduanya.
Politik beradab dan beretika
Saat capres PDI Perjuangan Joko
Widodo bertemu dengan Surya Paloh di Gondangdia, Jakarta, tidak ada
pembicaraan soal bagi-bagi kursi menteri. Bahkan, NasDem tidak memberikan
portofolio apa pun kepada Jokowi. Prinsipnya ialah kepercayaan dan prinsip
demi kepentingan bangsa dan negara.
Dasar kerja sama dari keduanya
ialah kesamaan ideologi, visi, dan kesediaan untuk bekerja sama memperbaiki
kondisi bangsa dan negara. Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial,
bukan parlementer. Sudah semestinya kerja sama politik tidak didasarkan pada
perolehan kursi.
Bangunan koalisi yang dirancang
keduanya juga tidak akan besar. NasDem mengapresiasi statement Jokowi saat
bertemu dengan Forum Pemred beberapa waktu lalu di Jakarta. Dia menandaskan,
jika pun hanya dengan NasDem kerja sama politik dibangun, itu tidak masalah.
Toh yang ingin dibangunnya jika terpilih sebagai presiden ialah kabinet
kerja, bukan kabinet koaliasi.
Kenyataan ini tentu memberikan
harapan di tengah praktik politik Indonesia yang tidak elok (banal) dan penuh
dengan basa-basi dan kepura-puraan. Praktik politik semacam ini ialah tradisi
baru yang bisa mengembalikan khitah politik yang berisi keadaban dan etik
yang luhur.
Memilih kepentingan negara dan partai
Satu hal yang disadari oleh
NasDem dan PDI Perjuangan ialah pentingnya untuk menguatkan kembali sistem
presidensial yang dianut oleh negara Indonesia. Apa yang dirintis oleh
keduanya tadi merupakan antitesis dari praktik politik yang selama ini terjadi.
Praktik rangkap jabatan yang mempertontonkan tidak adanya pemisahan antara
ranah publik dan ranah golongan atau partai akan dikoreksi.
Sistem presidensial adalah
sistem yang menggarisbawahi bahwa presiden, wakil presiden, menteri, dan
pejabat negara (pejabat politik) lainnya tidak boleh rangkap jabatan di
partai. Karena seperti yang disebut oleh Miftah Thoha, Guru Besar Ilmu
Administrasi Publik UGM, rangkap jabatan dilihat dari perspektif apa
pun-¬etika, manajemen, sosial, politik, ekonimi, apalagi agama¬adalah kurang
patut (Kompas, 17 April 2014).
NasDem dan PDI Perjuangan
melalui kerja sama politik berkomitmen untuk menata kembali tata pemerintahan
hasil Pemilu 2014 menjadi peme rintahan demokratis yang etis. Pemerintahan
yang benar-benar diabdikan kepada negara, bukan kepada kepentingan politik
partai. Kasus presiden, menteri, dan kepala daerah yang menjabat sebagai
ketua partai harus diakhiri.
Politik gagasan dan konsistensi
Bertemunya Partai NasDem dan PDI
Perjuangan tidak bisa dilepaskan dari kedua ketua umum masing-masing. Selain kedekatan
emosional, ada kedekatan ideologis di antara keduanya. Bahkan, Surya Paloh sering
disebut sebagai anak ideologis Soekarno. Keduanya sudah pasti sering bertemu,
baik dalam konteks emosional maupun ideologis. Namun, sepertinya baru Pemilu
2014 inilah yang benar-benar mempertemukan Surya Paloh dan Megawati
Soekarnoputri baik secara emosional maupun ideologis.
Dulu keduanya mungkin sempat
bertemu dalam dua konteks tersebut. Akan tetapi, posisi Surya Paloh yang hanya
Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar saat itu tidak bisa membuat keputusan
penuh atas keinginan kerja sama di antara kedua partai. Blok yang diharapkan
pun tidak terbangun secara optimal. Oleh karena itu, melalui Partai NasDem-lah
kemudian ini bisa terwujud. Sebuah kerja sama yang tidak hanya emosional,
tetapi juga ideologis.
Kerja sama ini memungkinkan
terbangunnya blok ideologis yang bisa memanifestasikan kebangkitan gerakan
nasionalisme baru Indonesia. Setidaknya hal itu bisa dilihat dari dua hal; politik
gagasan yang diusung oleh Partai NasDem dan konsistensi yang ditunjukkan oleh
PDI Perjuangan selama ini. Politik gagasan yang diusung oleh NasDem selama
ini ialah Restorasi Indonesia; sebuah gagasan tentang gerakan perubahan yang
bertujuan untuk memulihkan, mengembalikan, serta memajukan fungsi
pemerintahan Indonesia kepada cita-cita Proklamasi 1945, yakni melindungi
segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan berbangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Aktualisasi dari gagasan
tersebut direpresentasikan dengan empat kata kerja yang sekaligus menjadi
`kata kunci' perjuangan Partai NasDem, yaitu Memperbaiki, Mengembalikan, Memulihkan, dan Mencerahkan. Semoga
apa yang tengah digagas oleh kedua partai ini menjadi awal bagi terbangunnya
negara yang kuat, bangsa yang bermartabat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar