Elite
Politik, Pemilu, dan Ketahanan Lansia
Lilis Heri Mis Cicih ; Kandidat
Doktor pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
|
KORAN
SINDO, 29 April 2014
Era pesta
politik tahun ini diwarnai dengan semua elite politik berlomba-lomba mencari
peminat untuk menjadi pendukungnya. Dari calon anggota legislatif sampai
calon presiden. Berbagai iming-iming program ditawarkan mulai pendidikan
sampai kesehatan untuk kesejahteraan rakyat. Semua demi memenangkan pemilu.
Namun, tak satu pun yang bicara mengenai penduduk lansia (lanjut usia), untuk
mendulang suara dari penduduk lansia. Padahal, kelompok usia ini dapat
menjanjikan dukungan politik yang menggiurkan.
Di tahun
2015 ini penduduk lansia telah berjumlah 21,7 juta, yang merupakan 11,7% dari
seluruh penduduk usia 15 tahun ke atas. Suatu persentase yang besar, dan
menggiurkan untuk ditangkap. Apalagi, bersama para lansia tadi adalah
generasi muda yang mempunyai perhatian pada para lansia. Generasi muda ini
pasti akan berminat dengan program lansia. Lebih lanjut, jumlah dan
persentase penduduk lansia akan terus meningkat menjadi 27,1 juta tahun 2020
dan 41 juta tahun 2030. Ini adalah pangsa ”suara” yang besar sekali.
Namun,
ketidakpedulian elite politik memang dapat dimaklumi. Pemahaman yang ada
masih sebatas pemahaman negatif, menganggap bahwa penduduk lansia merupakan
beban bagi penduduk usia lainnya. Bahwa tidak ada lagi yang dapat dilakukan
para lansia, selain menunggu saat-saat dipanggil Tuhan. Kenyataannya tidak
demikian. Masih banyak di antaranya yang masih aktif bekerja, berkarya,
bahkan masih menghidupi keperluan hidup keluarga anak-anaknya. Banyak elite
politik, bahkan yang masuk bursa capres dan cawapres, juga lansia.
Program
apa yang dapat dijual para elite politik? Mumpung belum banyak yang bicara
mengenai program lansia, elite politik dapat menyiapkan program yang mengubah
pandangan negatif terhadap lansia tadi. Menawarkan program yang membuat
penduduk lansia menjadi aset bangsa. Sebenarnya persoalannya tidak berhenti
pada kelompok usia tua, melainkan sangat kompleks dan mencakup semua kelompok
umur. Justru hal penting yang perlu dilakukan adalah bagaimana supaya
seseorang dipersiapkan sejak dalam kandungan untuk menjadi lansia yang sehat,
aktif, dan produktif di masa depan.
Menjadi
lansia yang demikian memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap berbagai
ancaman, tantangan, gangguan, dan risiko kehidupan, dan tumbuh menjadi lansia
yang tangguh. Tentunya hal ini memerlukan upaya yang komprehensif dari
berbagai aspek kehidupan, sehingga menjadikan penduduknya tahan. Para elite
politik dapat menawarkan program ketahanan lansia, membentuk penduduk lansia
yang tetap sehat, aktif, dan produktif. Penduduk lansia yang dapat menjadi
keuntungan komparatif suatu perekonomian, karena jumlahnya yang besar.
Selanjutnya,
ketahanan lansia yang tinggi akan sangat menunjang ketahanan nasional suatu
bangsa. Sebagai contoh, jika penduduk lansia mempunyai ketahanan yang tinggi
maka dampaknya sangat baik bagi perekonomian, karena pengeluaran untuk biaya
pengobatan menjadi berkurang. Seandainya ketahanan penduduk lansia rendah,
mereka sakit-sakitan, dan terserang berbagai penyakit degeneratif, sudah
dapat dibayangkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan.
Program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pun tidak akan dapat membiayai ledakan
jumlah orang yang sakit-sakitan ini. Para elite politik dapat menawarkan
program mengalihkan pandangan negatif mengenai penduduk lansia. Ciptakan program
yang meningkatkan kerja sama, saling membantu, antara penduduk lansia dan
yang lebih muda. Ciptakan program sehingga makin aktifnya penduduk lansia di
pasar kerja akan menguntungkan generasi muda, terkurangi beban dan dapat
bekerja lebih baik.
Pemikiran
mengenai ketahanan lansia ini seharusnya sudah dikembangkan dari sekarang,
mulai dari mereka yang masihmuda. Kaum muda diberikan motivasi dan wawasan
bahwa mereka menjadi generasi muda yang produktif, bukan saja untuk kehidupan
saat muda, melainkan pada saat lansia. Jika demikian, mereka tidak perlu
takut tersaingi dalam hal meraih kesempatan kerja yang ada, tapi bisa bahu
membahu antar generasi dalam mewujudkan pembangunan bangsa.
Untuk
yang sudah lansia, elite politik perlu mempersiapkan penduduk lansia supaya
masih mampu bekerja, menyumbangkan pikiran dan tenaga untuk pembangunan.
Berbagai program untuk mempersiapkan kualitas sumber daya manusia perlu
dilakukan secara komprehensif, dan berwawasan kelanjutusiaan. Bayi yang berat
badan lahir rendah (BBLR), jika tidak ditangani dengan baik, akan tumbuh
menjadi balita yang kurang gizi atau gizi buruk, dan kondisi ini akan
berpengaruh pada saat masuk usia sekolah, remaja, bahkan sampai usia
produktif.
Seharusnya
usia produktif ini dilalui setiap orang dengan menghasilkan produktivitas
yang optimal, sehingga dapat menabung untuk persiapan hari tua. Namun,
kondisi kesehatan yang buruk justru dapat menjadikan mereka beban dalam
perekonomian. Ketika mereka menjadi lansia, kondisi mereka akan makin parah, dan
menjadi beban yang lebih besar untuk perekonomian. Itu sebabnya, hal yang
tidak menguntungkan ini harus diubah, melalui program seawal mungkin, bahkan sejak
dalam kandungan.
Para
elite politik sudah selayaknya mempunyai wawasan bahwa masa tua merupakan
hasil dari investasi masa muda. Investasi perlu dilakukan tidak hanya dari
kesehatan dan gizi, tetapi juga persiapan tabungan masa tua. Agar tabungan
berguna untuk masa depan, pemerintah perlu menekan agar inflasi menjadi lebih
rendah daripada 3 persen, dan bunga tabungan lebih tinggi dari angka inflasi.
Inflasi yang tinggi dan bunga tabungan yang rendah, justru menyebabkan
tabungan menjadi sia-sia.
Dengan
kata lain, para elite perlu segara memberi perhatian pada ketahanan penduduk
lansia. Dengan penangan yang tepat, para elite dapat menciptakan ketahanan
lansia, yang selanjutnya meningkatkan ketahanan nasional Indonesia. Kalau
gagal memberi perhatian pada penduduk lansia, peledakan jumlah dan
persentasenya akan berubah menjadi bencana bagi ketahanan nasional. Ancaman
tersebut menjadi lebih terasa, karena jumlah dan persentase penduduk lansia
Indonesia akan terus meningkat dengan lebih cepat.
Para
elite politik juga perlu sadar bahwa sesungguhnya sekarang ini isu mengenai
ketahanan lansia ini sudah mulai dibicarakan. Kalau mereka tidak ikut, mereka
akan tertinggal. Isu ini berawal dari kajian penulis mengenai ketahanan
penduduk lansia dari perspektif penuaan sehat, aktif, dan produktif.
Akhirnya, siapa capres dan cawapres yang berani paling awal mendulang suara
dengan menawarkan program ketahanan lansia? Bravo lansia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar