Keterdidikan
Olahraga
Agus Kristiyanto ; Guru Besar Analisis Kebijakan Pembangunan Keolahragaan UNS
Surakarta, anggota Komisi Nasional Penjas dan Olahraga
|
SUARA
MERDEKA, 24 April 2014
WAWASAN karakter dan daya
saing bangsa dalam semesta olahraga, sebenarnya bukan barang baru Gerakan
Olimpiade modern yang dilestarikan oleh bangsa seantero jagad dengan menganut
filosofi universal Citius, Altius, dan Fortius. Jargon itu pun bukan hanya
slogan melainkan bermakna sangat implementatif tentang nilai kompetisi yang
diterima masyarakat dunia. Citius berarti lebih cepat, Altius berarti lebih
tinggi, dan Fortius lebih kuat, menggambarkan betapa semuanya berkonotasi
nilai-nilai karakter unggul dan berdaya saing.
Semangat tersebut bukan
hanya berlaku dalam event pertandingan dan perlombaan olahraga formal
melainkan harus tertransfer ke seluruh ranah kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa. Persoalan besar yang hingga detik ini masih menjadi pekerjaan
rumah kita adalah mencari strategi bagaimana supaya semangat olympism
tersebut mengejawantah dalam seluruh tataran kehidupan. Tidak ada cara lain
kecuali dengan mewujudkan masyarakat yang terdidik (melek) olahraga atau sport literacy.
Keterdidikan dalam
olahraga (melek olahraga) sebenarnya dapat dipahami secara sederhana sebagai
kondisi dengan masyarakatnya yang telah ìbebas buta akan nilai-nilai
olahragaî. Hal itu merupakan persoalan tersendiri mengingat selama ini kurang
mendapat perhatian. Kecilnya perhatian itu menjadikan nilai-nilai olahraga
tak memiliki resonansi kuat dan kurang mengembang luas sebagai instrumen
penting pembentukan karakter dan daya saing peserta didik, masyarakat, dan
bangsa.
Dalam era setelah
kelahiran UU Sistem Keolahragaan Nasional (UUSKN), keterdidikan dalam
olahraga seharusnya menjadi sesuatu yang lebih terbangun di masyarakat dan
menjadi bagian tak terpisahkan menuju bangsa yang berdaya saing. Daya saing
bangsa menjadi persoalan inti karena hasil berbagai riset terakhir Human Development Report 2010
menempatkan Indonesia pada peringkat ke-110.
Dibanding beberapa negara
tetangga, Indonesia kalah unggul. Singapura peringkat ke-27, Malaysia (57),
Thailand (92), dan Filipina (99). Survei Indeks Pertumbuhan Daya Saing Global
(Global Growth Competitiveness Index)
2011 menempatkan Indonesia pada peringkat ke-46, Singapura (2), Malaysia
(21), dan Brunei (28). Survei mencakup inovasi, telematika, dan transfer
teknologi. Kedua hasil itu mengindikasikan Indonesia kalah unggul, daya saing,
dan kesejahteraan sosial. Indikator keterdidikan dalam olahraga dapat
dikembangkan berdasarkan formulasi awal yang dirintis Physical Education Outcomes Committee of The National Association of
Physical Education and Sport (NASPE).
Keterdidikan tersebut
memiliki ciri-ciri masyarakat telah memiliki berbagai keterampilan dasar yang
diperlukan untuk melakukan berbagai aktivitas jasmani, bugar secara
jasmaniah, berpartisipasi dalam aktivitas jasmani, mengetahui implikasi dan
manfaat aktivitas jasmani, dan menghargai aktivitas jasmani dan sumbangannya
kepada gaya hidup sehat.
Konkret
Mewujudkan
Dengan demikian bisa
dipahami bahwa menuju keterdidikan olahraga hakikatnya mengupayakan
terbentuknya lima indikator tersebut dengan isi program sebagai berikut.
Pertama; menguasai keterampilan jasmani lengkap bukan sekadar membentuk
kompetensi secara jasmaniah melainkan memiliki konotasi melengkapi kematangan
karakter individu yang lebih percaya diri, terbuka, dan siap menerima
tantangan baru.
Kedua; masyarakat terfasilitasi
mendapatkan pengalaman edukatif terkait usaha mewujudkan kepemilikan status
kebugaran yang baik. Masyarakat terdidik dalam olahraga, tidak sekadar tahu
bagaimana cara mengembangkan kebugaran tapi benar-benar mewujudkannya dalam
diri masing-masing. Ketiga; penekanan isi indikator ini adalah mengarah pada
proses pembelajaran di masyarakat agar komposisi anggota masyarakat yang
berpartisipasi dalam kegiatan jasmani meningkat.
Keempat; mengarahkan
masyarakat memiliki pengetahuan memadai dan implikasi dari keterlibatan dalam
aktivitas jasmani yang dipilih. Kualitas keterdidikan bergantung pada
kualitas pengetahuannya menopang motif-motif dalam memilih bentuk aktivitas
jasmani. Opsi atas sebuah aktivitas lebih dipertimbangkan berdasarkan
kepemilikan pengetahuan yang memadai, termasuk pemahaman lengkap tentang
manfaat kegiatan olahraga yang dipilih.
Kelima; mengarahkan
masyarakat memiliki apresiasi tinggi tentang aktivitas jasmani dalam menopang
gaya hidup sehat (life style).
Olahraga adalah gaya hidup sehat yang merelasikan dengan gaya hidup sehat
lainnya, seperti menjauhkan diri dari kebiasaan merokok, menghindari narkoba,
vandalisme, holiganisme, dan lain-lain.
Gaya hidup sehat lainnya
juga terkait dengan persoalan ketertiban, kebersihan, kedisiplinan, dan sportivitas.
Apresiasi juga berkaitan dengan gaya hidup sehat perorangan dan perilaku
masyarakat, meliputi usaha-usaha preventif menjauhkan dari kemungkinan
terjangkiti penyakit secara fisik, moral, dan sosial. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar