Sikap
Media Massa dalam Pilpres
Toni Sudibyo ;
Peneliti di Lembaga
Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)
|
OKEZONENEWS,
29 April 2014
Media
massa telah menjadi salah satu kekuatan penting abad modern. Revolusi bidang
sains dan tehnologi membuat media massa memiliki spektrum yang demikian luas,
menjangkau seluruh wilayah, lapisan masyarakat dengan intensitas yang masif.
Dalam
konteks politik, media massa merupakan salah satu kekuatan politik penting
yang mempengaruhi proses politik. Karena itu lah keberadaan media massa,
terutama pers bebas dianggap sebagai salah satu pilar dari demokrasi.
Begitu
luar biasanya kekuatan media massa ini digambarkan oleh Malcolm X dengan
pernyataan bahwa “the media’s the most
powerfull entity on earth. They have
the power to make the innocent guilty and to make the guilty innocent, and
that’s power. Because they control the
minds of the masses”.
Media
massa merupakan entitas terkuat di muka bumi karena kemampuannya dalam
membentuk dan mengendalikan kesadaran massa. Dengan kekuatan tersebut, media
massa bahkan mampu menentukan apa yang baik dan apa yang buruk bagi
masyarakat seperti halnya seorang dokter yang mengobati pasiennya.
Persoalannya
kemudian, sejauhmana media massa itu berpegang pada fakta-fakta objektif dan
menghadirkan kebenaran bagi masyarakat? Apakah media massa dapat menjaga
independensinya dari berbagai penetrasi kepentingan? Termasuk dalam konteks
politik, mampukah media massa menjaga posisinya sehingga bersifat
nonpartisan?
Cenderung Partisan?
Pertumbuhan
partai politik dan media massa muncul bersamaan sebagai produk reformasi, dan
keduanya menjadi pilar terpenting dalam demokratisasi di Indonesia. Media massa yang demikian bebas diharapkan
mampu memberikan akses informasi yang beragam bagi kebutuhan masyarakat.
Setiap
saat curahan informasi sedemikian masif, mencoba mengambil alih ruang publik
dan membentuk kesadaran massa. Tak terkecuali informasi politik terkait
kontestasi antar parpol maupun kandidat capres/cawapres yang diusungnya.
Adalah
wajar jika setiap kandidat capres/cawapres berkepentingan untuk berkomunikasi
dengan massa dalam kerangka sosialisasi gagasan maupun membentuk citra guna
menarik dukungan massa. Media massa
karena itu menjadi penting untuk menjembatani kesenjangan intensitas
interaksi secara langsung antara para capres/cawapres dengan konstituennya
yang demikian tersebar dan dalam jumlah yang besar.
Hubungan
kepentingan di antara dua kekuatan ini dalam perkembangannya tidak hanya
melahirkan kontrak-kontrak komersial yang bersifat profesional, seperti
periklanan dalam bisnis biasa. Seringkali, hubungan ini menjadi memiliki
dimensi politis dimana antara capres/cawapres dengan parpol pengusungnya
kemudian memiliki hubungan afiliatif dengan media massa, baik karena tendensi
politik dari media massa itu sendiri maupun konflik status dimana pemilik
media massa juga merangkap kontestan dalam pilpres.
Lihat
saja setidaknya dalam pemberitaan Metro TV dengan Nasdem maupun Viva Group
dengan Aburizal Bakrie dan Golkar semasa Pileg yang lalu. Meski perlu
dibuktikan lebih jauh, namun setidaknya potensi tendensius itu lebih besar
bagi kelompok media tersebut.
Hubungan
afiliatif media massa dengan capres/cawapres maupun parpol pengusungnya
berdampak pada objektifitas informasi, bahkan potensi politisasi pemberitaan
media. Perburuan rating dan keuntungan
tidak lagi menjadi satu-satunya motivasi, tetapi sangat dimungkinkan insentif
politik lain dari pembelaan media massa terhadap kelompok politik tertentu.
Hipotesis
Mutz & Reeves (2005) tentang media massa dan kepentingan politik
setidaknya menjelaskan bahwa penggambaran politik di media massa memiliki
kecenderungan untuk menyederhanakan, kecenderungan untuk menyalahkan pihak
tertentu, menempatkan politik selalu negatif, maupun sebaliknya.
Potensi
sikap partisan media massa dalam politik itulah mendorong munculnya
moratorium pemberitaan dan iklan politik pada pertengahan maret hingga awal
April menjelang Pileg yang baru saja usai.
Langkah
tersebut meski sempat dipersoalkan oleh sejumlah kandidat capres/cawapres
maupun parpol, namun telah mengkonfirmasi sinyalemen sikap partisan media
sekaligus agar masyarakat kritis terhadap informasi politik.
Media
massa menjadi agen pembentuk citra politik, larut dalam skenario pertarungan
opini yang acapkali tendensius dan berpotensi menyemai keresahan massa.
Pertarungan ide dan konsep pembangunan yang seharusnya menjadi arus utama
pemberitaan para capres dan cawapres justru tidak muncul.
Objektif dan Konstruktif
Media
massa harus menyadari perannya sebagai bagian dari pilar demokrasi yang
penting. Kedudukan ini menempatkan
media massa pada posisi tanggungjawab yang besar dalam proses politik,
termasuk Pilpres. Dalam konteks
kontestasi pilpres, netralitas dan objektifitas media massa akan menambilkan
postur media massa sebagai sumber informasi penting bagi publik atas rekam
jejak, visi misi dan program pembangunan yang diusung oleh tiap pasangan
capres/cawapres.
Keberhasilan
pilpres sebagai sarana bagi publik untuk mengartikulasikan pilihan politiknya
dalam memilih pemimpin yang akan menentukan perjalanan negeri ini akan sangat
dipengaruhi oleh sikap media massa. Netralitas, objektif serta berorientasi
pada kepentingan nasional menempatkan media massa sebagai sarana pendidikan
politik yang penting bagi publik. Hal
itu dapat terjadi jika ada kesadaran internal bagi para pelaku industri media
massa untuk melihat kepentingan bangsa yang lebih luas.
Selain
persoalan media massa, seluruh stakeholder
yang terkait dengan kesuksesan pilpres juga harus mengambil peranan. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), KPU,
maupun Bawaslu dapat menjalankan peran pengawasan potensi politisasi media
massa untuk kepentingan tertentu yang dapat mencederai azas free and fair competetion dalam
pilpres.
Begitupula
dengan pasangan capres/cawapres serta parpol pengusung hendaknya dapat
memanfaatkan momentum sesuai dengan aturan perundang-undangan serta bergerak
pada upaya kompetisi yang kualitatif, tidak hanya mengandalkan teknik-teknik
pencitraan, tetapi lebih berbobot pada isu konsep dan program pembangunan
nasional. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar