Politik
“Orang Baik”
Munawir Aziz ; Alumnus Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS),
Sekolah Pascasarjana UGM
|
SUARA
MERDEKA, 26 April 2014
INDONESIA
membutuhkan orang-orang baik untuk kembali menghiasi kursi parlemen dan
tampuk kepemimpinan presiden. Pemilu 2014 menjadi pertaruhan politik bagi
warga negara. Ajang pemilu tahun ini, tak saja merombak peta kekuatan politik
antarparpol, tapi juga menentukan arah kebijakan nasional. Gerbong politik di
DPR mengalami perombakan dengan hasil akhir dari pertarungan politik anggota
legislatif dalam pemilihan umum.
Nakhoda
kepemimpinan mengalami dinamika dengan kompetisi calon presiden yang bersiap
maju pada 2014. Joko Widodo, Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie dan beberapa
tokoh lain mengisi bursa calon presiden, bersiap menata koalisi dan mencari
pendamping dalam paket kepemimpinan.
Tentu
hal ini menjadi perbicangan penting dalam sketsa politik. Di jajaran
nasional, visi politik pemimpin bangsa menentukan masa depan pendidikan,
ekonomi, dan budaya bangsa. Siapa presidennya berdampak pada visi dan kinerja
yang menggerakkan roda politik. Pertarungan para politikus mencari posisi dan
kursi pada Pemilu 2014 merupakan kontestasi untuk menghiasi wajah Senayan 5
tahun ke depan.
Di
level legislasi, pada ranah nasional dan daerah, akan akan berdampak pada
penyusunan kebijakan yang menentukan nasib sumber daya alam di pelbagai
daerah. Silang-sengkarut polemik tambang menjadi salah satu pembahasan
berkait kepentingan anggota DPR/DPRD.
Lima
belas tahun reformasi telah mengubah wajah politik negeri ini. Pada awal
reformasi, ketika politik negeri ini mencari arah, terjadi gesekan di
panggung politik: perebutan kekuasaan dan beredarnya kasus korupsi. Lebih
dari 200 kepala daerah tersandung kasus korupsi. Data media pada 2011, 138
bupati/wali kota dan 17 gubernur terjerat kasus korupsi. sedangkan, tahun
2013 meningkat drastis.
Data
Kemendagri pada Februari 2013, 290 kepala daerah berstatus tersangka,
terdakwa, dan terpidana. Dari jumlah tersebut, 251 kepala daerah atau sekitar
86,2% terjerat kasus korupsi. Data ini menjadi catatan penting mengingat visi
politik negeri ini untuk memerangi korupsi.
Di
tengah cermin kusam tentang pemimpin, muncul sosok-sosok inspiratif yang
membawa perubahan dalam lanskap politik. Jokowi dan Ahok terbukti membawa
perubahan bagi DKI Jakarta, selama sekitar satu setengah tahun kepemimpinan.
Kemudian, Jokowi maju sebagai capres dari PDIP, meskipun banyak kalangan ingin
dirinya menyelesaikan problem masyarakat urban Ibu Kota.
Selanjutnya,
Tri Rismaharini (Wali Kota Surabaya), Ganjar Pranowo (Gubernur Jateng), dan
Ridwan Kamil (Wali Kota Bandung) menghadirkan semangat baru dalam ranah
politik. Jika melihat rekam jejak kepemimpinan, kehadiran figur-figur
inspiratif tersebut membawa perubahan dalam gaya politik tiap daerah.
Politik Transformatif
Ganjar
di Jawa Tengah mendobrak model komunikasi politik dengan menggandeng petani,
dan mendorong desa/kampung mandiri. Di Surabaya, Tri Rismaharini berhasil
menjadikan wajah kota yang segar dan penuh taman. Aspek keamanan dan
kebersihan menjadi prioritas untuk menata Surabaya, sebagai ikon Jawa Timur.
Di Bandung, Ridwan Kamil menggebrak dengan beberapa program prioritas: pembenahan
transportasi, kebersihan kota, serta komunikasi antarawarga dan kantor dinas.
Visi
kepemimpinan merupakan kekuatan dari kehadiran pemimpin inspiratif.
Kepemimpinan yang inspiratif dan transformatif berdampak pada harapan baru
yang menjalar menjadi keberpihakan media, antusiasme media, dan semangat pada
jajaran birokrasi. Inilah model kepemimpinan politik yang berorientasi masa
depan.
Belajar
dari sejarah, warga Indonesia sudah mulai bergerak mencari pemimpin
inspiratif dan transformatif. Pemimpin inspiratif mampu mencipta inovasi,
menghadirkan ide dan membawa semangat dalam visi politiknya. Adapun pemimpin
transformatif, mampu menggerakkan ide dan inovasinya dalam kebijakan yang
mampu diaplikasikan oleh jajaran birokrasi. Pemimpin tak hanya inspiratif
tapi juga transformatif: inilah masa depan dari karakter figur
pemimpin-pemimpin negeri ini.
Ketajaman
menganalisis persoalan daerah, kepemimpinan yang komunikatif, visi yang kokoh
dan keberpihakan pada kepentingan rakyat menjadikan pemimpin mampu
menyelesaikan problem daerahnya. Analisis terhadap permasalahan daerah dapat
dirasakan dengan terjun langsung melihat kondisi riil warga. Komunikasi
intensif menjadi jembatan ide-ide pemimpin dengan media massa dan warga.
Kekokohan visi akan menjadi tameng dari kompromi politik yang hanya
menguntungkan parpol atau golongan.
Selain
Ganjar, Ahok, dan Ridwan, tentu masih banyak kepala daerah yang visioner.
Dari 34 provinsi dan 511 kabupaten/kota, ada banyak tokoh yang siap membenahi
daerahnya dengan visi politik yang berpihak pada kepentingan rakyat. Hanya
perlu menyambung garis komunikasi yang kuat agar gubernur-kepala daerah yang
visioner dapat saling berkomunikasi dengan berpijak pada visi, bukan
kepentingan partai.
Rakyat
membutuhkan pemimpin yang inspiratif-transformatif. Melalui Pemilu 2014,
saatnya negeri ini dipimpin mereka yang visioner dan mampu
mengimplementasikan ide-ide kreatifnya. Pileg 9 April sudah berlalu, mereka
yang menjadi wakil rakyat siap mengeksekusi ide dan program kerjanya. Akankah
presiden-wakil presiden, hasil Pilpres 9 Juli nanti, mampu membawa Indonesia
yang lebih baik? Sejarah yang akan membuktikan, dan kita wajib mengawal. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar