Pemilu,
Diplomasi Rakyat Indonesia
Hernawan Bagaskoro Abid ; Diplomat RI
|
MEDIA
INDONESIA, 10 April 2014
Artikel ini telah dimuat di REPUBLIKA 09 April 2014
http://budisansblog.blogspot.com/2014/04/pemilu-diplomasi-indonesia.html
Artikel ini telah dimuat di REPUBLIKA 09 April 2014
http://budisansblog.blogspot.com/2014/04/pemilu-diplomasi-indonesia.html
PEMILU sudah dilak sanakan
kemarin, 9 April 2014. Rakyat Indonesia memilih wakil-wakil mereka yang akan
menduduki kursi legislatif baik pusat maupun daerah. Pemilu presiden digelar
9 Juli 2014. Parpol pun berharap-harap cemas menanti siapa yang akan
mendapatkan kursi di parlemen dan siapa yang akan terlempar dari Senayan,
siapa yang dapat menembus ambang batas parlemen dan ambang batas pencalonan
presiden, dan siapa yang tidak. Pemilu memiliki arti yang penting tidak hanya
bagi politik dalam negeri Indonesia, tetapi juga bagi politik luar negeri
(polugri) kita. Pemilu adalah wujud nyata dari konsep demokrasi kekinian
untuk melakukan suksesi kekuasaan negara. Proses pemilu yang baik dapat
dilihat dari segi keamanan, partisipasi, dan kejujuran.
Keamanan berarti setiap pemilih,
panitia pemilihan, dan semua komponen bangsa yang terlibat dalam pemilu
terjamin keamanannya. Oleh karena itu, kasus bentrokan antarsimpatisan dan
bahkan kekerasan bersenjata wajib diminimalisasi, kalau bisa, dihilangkan.
Keamanan yang terjamin mengindikasikan bahwa aparatur negara dapat
menjalankan tugasnya secara baik, tidak memihak dan profesional.
Investor dari berbagai penjuru
dunia akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk melakukan investasi
dengan keyakinan bahwa aparatur negara berjalan dengan baik dalam menciptakan
ketertiban nasional. Bagi investor, ketertiban sosial dan keamanan ialah
prasyarat investasi. Tidak ada investor yang mau pabrik yang mereka bangun
dihancurkan oleh aksi anarkistis massa, yang misalnya, mengamuk karena parpol
yang mereka dukung kalah dalam pemilu. Bisa Anda bayangkan berapa banyak
orang yang akan kehilangan pekerjaan karena hal tersebut?
Dalam hal partisipasi,
antusiasme masyarakat merupakan cerminan dari proses pemilu yang baik. Pemilu
pertama Republik ini pada 1955 dipuji oleh dunia internasional sebagai pemilu
yang sukses karena antusiasme dan partisipasi masyarakat yang tinggi tanpa
disertai paksaan dari rezim untuk berpartisipasi.
Tingkat partisipasi
masyarakat pada saat itu mencapai 87,65%. In donesianis terkemuka, Herbert
Feith, menyebutnya sebagai pemilu yang paling demokratis.
Kejujuran diperlukan bagi
parpol, KPU, caleg, capres, dan semua pihak yang bersaing ataupun
penyelenggara pemilu untuk menjauhi kecurangan dalam pemilu. Ketidakjujuran
dari pihak-pihak yang terlibat dalam pemilu dapat menyebabkan hilangnya
kepercayaan yang berujung pada keributan. Sekali saja ada pihak yang curang
dalam pemilu, terutama pihak penyelenggara, maka akan timbul ketidakpercayaan
atas pemilu berikutnya. Efeknya? Orang akan lebih memilih untuk turun ke
jalan daripada menuju bilik suara.
Proses pemilu yang berjalan baik
dengan pelaksanaan ketiga hal di atas akan menunjukkan bahwa masyarakat
Indonesia sudah memiliki kesadaran politik untuk menyuarakan hak mereka
melalui instrumen demokrasi yang tepat berupa pemilu, untuk menghukum mereka
yang ga gal, dan memberi kesempatan kepada mereka yang dianggap mampu melalui
bilik suara. Dunia internasional akan melihat bahwa masyarakat kita sudah
dewasa secara politik.
Kedewasaan politik untuk
menyuarakan pendapat melalui jalur yang konstitusional ialah barang yang
mewah di negara-negara berkembang. Krisis berkepanjangan di Mesir dan
Thailand merupakan contoh hipotesis dari ketidakdewasaan politik masyarakat
yang tidak memiliki iktikad untuk menyelesaikan perbedaan pendapat melalui
jalur yang konstitusional.
Selain tidak saling percaya satu
sama lain, mereka juga tidak memercayai instrumen demokrasi berupa pemilu. Di
Thailand dan Mesir, misalnya, rezim hasil pemilu dijatuhkan untuk diganti
dengan rezim lain yang lalu dijatuhkan juga, baik melalui pemilu atau tidak. Kelompok
satu dengan yang lainnya bergantian turun ke jalan untuk menjatuhkan rezim
yang sedang berkuasa.
Keteladanan demokrasi
Kesuksesan pemilu akan
menunjukkan bahwa Indonesia telah dalam tahapan “lepas landas” dalam konteks
demokrasi. Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, sekaligus
negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia ialah contoh nyata
bahwa demokrasi dan Islam ”bukan tidak kompatibel” (non-incompatible). Hal itu merupakan antitesis dari simpulan
Huntington mengenai “benturan peradaban”.
Efek kesuksesan pemilu akan
berimbas pada banyak hal dalam polugri dan diplomasi Indonesia. Dari sudut
pandang ekonomi, citra yang baik akan memudahkan diplomasi ekonomi kita dalam
usaha menggiring investasi ke Indonesia. Indonesia bisa mengambil keuntungan
dari instabilitas politik di Thailand untuk membujuk para investor
memindahkan investasinya ke negara yang lebih terjamin keamanannya.
Investasi
ekonomi akan menyediakan lapangan pekerjaan yang berlimpah di seluruh penjuru
Nusantara, termasuk alih teknologi dan keahlian. Jangan pula melupakan ceruk
pariwisata yang tercipta dari krisis di “Negeri Gajah Putih” tersebut.
Dalam kacamata geopolitik
regional dan internasional, Indonesia menunjukkan bahwa kita bukan hanya
sukses menjadi penyelenggara forum internasional seperti APEC atau BDF (Bali Democracy Forum), melainkan juga
berhasil memberi teladan bagi negara lain di ASEAN, Timur Tengah, bahkan
Eropa dan AS mengenai praktik nyata kehidupan demokrasi di Indonesia dengan
pemilu yang lancar. Lihatlah, di saat negara lain seperti Suriah, Mesir,
Thailand, hingga Ukraina berkutat dengan konflik tak berkesudahan, Indonesia
menyuguhkan tontonan demokrasi yang ciamik. Dengan keteladanan demokrasi,
suara Indonesia akan lebih didengar dan dihargai dalam berbagai forum
regional dan internasional.
Hal ini akan memudahkan para
diplomat kita untuk mendapatkan dukungan dari komunitas internasional dalam
berbagai isu terkait dengan kepentingan nasional kita. Bagaimana mungkin
suatu negara akan berharap untuk dapat didengar suaranya ketika ia tidak
becus dalam menjalankan urusan dalam negerinya, termasuk pemilu? Mengutip
Richard Haas, foreign policy begins at
home (politik luar negeri dimulai
dari negeri sendiri).
Dengan menggunakan hak sebagai
warga negara di dalam bilik suara, para pemilih sudah berkontribusi secara
langsung dalam membangun citra positif Indonesia di mata dunia. Dus, para
pemilih secara otomatis telah menjadi duta-duta bangsa karena menjadi bagian dari
diplomasi Indonesia di dunia internasional dengan menunjukkan bahwa Indonesia
adalah negara besar yang beradab, dewasa, dan teladan dalam berdemokrasi.
Oleh karena itu, Pemilu 2014
yang lancar diharapkan akan dapat memberikan
manfaat bagi Indonesia, baik di
dalam maupun luar negeri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar