Pemilu
Diplomasi Indonesia
Hernawan Bagaskoro Abid ;
Diplomat muda RI, Peserta Sekolah Dinas Luar Negeri
(Sekdilu) Angkatan XXXVIII Kementerian Luar Negeri RI
|
REPUBLIKA,
09 April 2014
Hari ini rakyat Indonesia
memilih wakil-wakil mereka yang akan menduduki kursi legislatif baik pusat
maupun daerah. Pileg lalu akan disusul dengan pilpres pada tanggal 9 Juli
2014. Parpol pun berharap-harap cemas menanti siapa yang akan mendapatkan
kursi di parlemen dan siapa yang akan terlempar dari Senayan, siapa yang dapat
menembus ambang batas parlemen dan ambang batas pencalonan presiden, dan
siapa yang tidak.
Pemilu memiliki arti yang
penting bukan hanya bagi politik dalam negeri Indonesia, akan tetapi juga
bagi politik luar negeri (polugri) kita. Pemilu adalah wujud nyata dari
konsep demokrasi kekinian untuk melakukan suksesi kekuasaan negara. Proses
pemilu yang baik dapat dilihat dari segi keamanan, partisipasi, dan
kejujuran.
Keamanan berarti setiap
pemilih, panitia pemilihan, dan semua komponen bangsa yang terlibat dalam
pemilu terjamin keamanannya. Oleh karena itu, kasus bentrokan antar
simpatisan dan bahkan kekerasan bersenjata sebagaimana yang terjadi di Aceh
wajib diminimalkan, kalau bisa dihilangkan. Keamanan yang terjamin
mengindikasikan bahwa aparatus negara dapat menjalankan tugasnya secara baik,
tidak memihak, dan profesional.
Investor dari berbagai
penjuru dunia akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk melakukan
investasi dengan keyakinan bahwa aparatus negara berjalan dengan baik dalam
menciptakan ketertiban nasional. Bagi investor, ketertiban sosial dan
keamanan adalah prasyarat investasi. Tidak ada investor yang mau pabrik yang
mereka bangun dihancurkan oleh aksi anarkistis massa yang, misalnya, mengamuk
karena parpol yang mereka dukung kalah dalam pemilu. Bisa anda bayangkan,
berapa banyak orang yang akan kehilangan pekerjaan karena hal tersebut?
Dalam hal partisipasi,
antusiasme masyarakat adalah cerminan dari proses pemilu yang baik. Pemilu
pertama republik ini pada tahun 1955 dipuji oleh dunia internasional sebagai
pemilu yang sukses karena antusiasme dan partisipasi masyarakat yang tinggi
tanpa disertai paksaan dari rezim untuk berpartisipasi.
Tingkat partisipasi
masyarakat pada saat itu mencapai 87,65 persen. Indonesianis terkemuka,
Herbert Feith, menyebutnya sebagai pemilu yang paling demokratis. Sebagai
negara yang baru saja merdeka, kesuksesan pemilu menjadi buah bibir
negara-negara Barat pada saat itu.
Kejujuran diperlukan bagi
parpol, KPU, caleg, capres, dan semua pihak yang bersaing maupun
penyelenggara pemilu untuk menjauhi kecurangan dalam pemilu. Ketidakjujuran
dari pihak-pihak yang terlibat dalam pemilu dapat menyebabkan hilangnya
kepercayaan yang berujung pada keributan. Sekali saja ada pihak yang curang
dalam pemilu, terutama pihak penyelenggara, maka akan timbul ketidakpercayaan
atas pemilu berikutnya. Efeknya? Orang akan lebih memilih untuk turun ke
jalan daripada menuju bilik suara.
Proses pemilu yang
berjalan baik dengan pelaksanaan ketiga hal di atas akan menunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia sudah memiliki kesadaran politik untuk menyuarakan hak
mereka melalui instrumen demokrasi yang tepat berupa pemilu. Untuk menghukum
mereka yang gagal dan memberi kesempatan kepada mereka yang dianggap mampu melalui
bilik suara. Dunia internasional akan melihat bahwa masyarakat kita sudah
dewasa secara politik (politically
mature).
Kedewasaan politik untuk
menyuarakan pendapat melalui jalur yang konstitusional ada lah barang yang me
wah di negara-negara berkembang. Krisis berkepanjangan di Mesir dan Thailand
adalah contoh hipotesis dari ketidakdewasaan politik masyarakat yang tidak
memiliki iktikad untuk menyelesaikan perbedaan pendapat melalui jalur yang
konstitusional. Selain tidak saling percaya satu sama lain, mereka juga tidak
memercayai instrumen demokrasi berupa pemilu. Di Thailand dan Mesir misalnya,
rezim hasil pemilu dijatuhkan untuk diganti dengan rezim lain yang lalu
dijatuhkan juga, baik melalui pemilu atau tidak. Kelompok satu dengan yang lainnya
bergantian turun ke jalan untuk menjatuhkan rezim yang sedang berkuasa.
Keteladanan demokrasi
Kesuksesan pemilu akan menunjukkan bahwa Indonesia telah dalam tahapan "lepas
landas" dalam konteks demokrasi. Sebagai negara demokrasi terbesar
ketiga di dunia, sekaligus negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia,
Indonesia adalah contoh nyata bahwa demokrasi dan Islam "bukan tidak
kompatibel" (non-incompatible).
Hal ini merupakan antitesis dari simpulan Huntington mengenai "benturan
peradaban".
Efek kesuksesan pemilu
akan berimbas pada banyak hal dalam polugri dan diplomasi Indonesia. Dari
sudut pandang ekonomi, citra yang baik akan memudahkan diplomasi ekonomi kita
dalam usaha menggiring investasi ke Indonesia. Indonesia bisa mengambil
keuntungan dari instabilitas politik di Thailand untuk membujuk para investor
memindahkan investasinya ke negara yang lebih terjamin keamanannya.
Investasi
ekonomi akan menyediakan lapangan pekerjaan yang berlimpah di seluruh penjuru
nusantara, termasuk alih teknologi dan keahlian. Jangan pula melupakan ceruk
pariwisata yang tercipta dari krisis di Negeri Gajah Putih tersebut.
Dalam kacamata geopolitik
regional dan internasional, Indonesia menunjukkan bahwa kita bukan hanya
sukses menjadi penyelenggara forum internasional seperti APEC atau BDF (Bali Democracy Forum), akan tetapi
juga berhasil memberi teladan bagi negara lain di ASEAN, Timur Tengah, bahkan
Eropa dan AS mengenai praktik nyata kehidupan demokrasi di Indonesia dengan
pemilu yang lancar.
Lihatlah, di saat negara
lain seperti Suriah, Mesir, Thailand, hingga Ukraina berkutat dengan konflik
tak berkesudahan, Indonesia menyuguhkan tontonan demokrasi yang ciamik.
Dengan keteladanan demokrasi, suara Indonesia akan lebih didengar dan
dihargai dalam berbagai forum regional dan internasional. Hal ini akan
memudahkan para diplomat kita untuk mendapatkan dukungan dari komunitas
internasional dalam berbagai isu terkait kepentingan nasional kita. Bagaimana
mungkin suatu negara akan berharap untuk dapat didengar suaranya ketika ia
tidak becus dalam menjalankan urusan dalam negerinya, termasuk pemilu?
Mengutip Richard Haas, "Foreign
policy begins at home," politik luar negeri dimulai dari negeri
sendiri.
Dengan menggunakan hak
sebagai warga negara di dalam bilik suara, para pemilih sudah berkontribusi
secara langsung dalam membangun citra positif Indonesia di mata dunia. Dus,
para pemilih secara otomatis telah menjadi duta-duta bangsa karena menjadi bagian
dari diplomasi Indonesia di dunia internasional dengan menunjukkan bahwa
Indonesia adalah negara besar yang beradab, dewasa, dan teladan dalam
berdemokrasi.
Oleh karena itu, Pemilu
2014 yang lancar diharapkan akan dapat memberikan manfaat bagi Indonesia--baik
di dalam maupun di luar negeri.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar