Kamis, 10 April 2014

Membaca Hasil Hitung Cepat

Membaca Hasil Hitung Cepat

Shubhi M Harimurti  ;   Pemerhati politik,
Alumnus Prodi Agama Lintas Budaya Kajian Timteng SPs UGM
JAWA POS, 10 April 2014
                                      
                                                                                         
                                                             
SEJUMLAH lembaga penghitungan cepat (quick count) akhirnya mengumumkan hasil kerja mereka pada hari H pemilu kemarin, meski pengumuman itu sempat ditentang KPU (Jawa Pos, 5/4/2014, halaman 1). Beberapa lembaga penghitungan cepat tersebut bekerja sama dengan stasiun televisi untuk publikasi. Setidaknya ada tiga stasiun televisi yang dijadikan rujukan dalam analisis hasil penghitungan cepat itu. Yakni, RCTI, Metro TV, dan TV One.

Ketiganya dijadikan rujukan bukan karena kebetulan atau acak. Sebagaimana telah diketahui khalayak, RCTI identik dengan Partai Hanura. Metro TV dekat dengan Partai Nasdem. TV One sangat intim dengan Partai Golkar. Melihat latar belakang afiliasi tiga stasiun televisi tersebut, tentu bisa dijadikan bahan patokan apakah hasil penghitungan cepat mereka subjektif atau malah sebaliknya, objektif. Pembandingan hasil penghitungan cepat dari tiga stasiun televisi tersebut juga bisa melihat tingkat akurasi sesungguhnya.

Faktor kedekatan dan afiliasi masing-masing stasiun televisi tersebut ternyata tidak sepenuhnya berpengaruh pada objektivitas hasil penghitungan cepat. Semua rata-rata menyajikan hasil quick count yang sama. Hal itu menunjukkan bahwa penghitungan cepat memang betul-betul akurat dan objektif, berbeda dengan survei sebelum hari H pemilu yang cenderung memanjakan pihak yang mendanai.

Jika dirata-rata, dari hasil penghitungan cepat tiga stasiun televisi itu, PDIP keluar sebagai jawara Pemilu 2014 ini dengan 19,31 persen suara. Posisi runner-up diduduki Partai Golkar yang mendulang 14,67 persen suara, disusul Partai Gerindra (11,96 persen); Partai Demokrat (9,57); PKB (9,39); PAN (7,48); PPP (6,7); PKS (6,57); Partai Nasdem (6,56); Partai Hanura (5,4); PBB (1,41); dan PKPI yang menjadi juru kunci dengan 0,98 persen suara.

Keunggulan PDIP memang sudah diprediksi. Selain faktor mental juara karena pernah menang pada Pemilu 1999, pencitraan Jokowi sebagai figur yang bersih dinilai sukses mengantarkan partai berlambang banteng moncong putih tersebut menduduki singgasana puncak. TV One beserta Lingkaran Survei Indonesia (LSI) cukup jujur dan objektif dalam melaksanakan penghitungan cepat. Artinya, tidak serta-merta memenangkan Partai Golkar di quick count, meski stasiun televisi yang identik dengan warna merah tersebut adalah milik Aburizal Bakrie (ARB). Faktor pemberitaan ARB beserta Partai Golkar di TV One serta Antv dinilai cukup ampuh dalam menggiring opini masyarakat sehingga kendaraan politik berlambang pohon beringin itu bertengger di posisi kedua.

Iklan yang sangat masif oleh Prabowo Subianto sukses mengatrol Partai Gerindra ke tangga nomor 3. Padahal, pada Pemilu 2009, partai yang didirikan pada 2008 tersebut hanya mendulang 4 persen suara. Badai korupsi yang menerpa Partai Demokrat serta absennya figur Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada pemilihan presiden (pilpres) mendatang ditengarai menjadi penyebab utama melorotnya peringkat kendaraan politik berlambang Mercy tersebut.

Pengumuman pemenang konvensi calon presiden Partai Demokrat yang harus menunggu hasil pemilihan legislatif (pileg) merupakan hal yang disayangkan karena terlalu membuang waktu. Padahal, jika dipublikasikan sebelum pileg, mungkin suara Partai Demokrat bisa lebih baik. Sebab, mereka mempunyai beberapa peserta konvensi yang cukup mumpuni dalam mendongkrak suara partai seperti Dahlan Iskan (DI).

Masuknya Rusdi Kirana, pemilik Lion Air, ke tubuh PKB terbukti sukses mendongkrak ke posisi kelima. Padahal, pada Pemilu 2009, PKB terlempar dari big five. Sikap penolakan pemasangan foto Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada atribut PKB sehari sebelum hari pencoblosan (Jawa Pos, 9/4/2014, halaman 2) sama sekali tidak berpengaruh. Posisi PAN jika dibandingkan dengan Pemilu 2009 tentu menunjukkan grafik yang tidak bagus. Sebelumnya partai berlambang matahari terbit tersebut berada di peringkat ke-5, namun pada Pemilu 2014 ini melorot satu setrip. Tetapi, iklan di media massa yang cukup kreatif mampu menaikkan persentase suara PAN dari sebelumnya yang hanya 6 persen menjadi 7,48 persen.

Kekurangan vitamin. Itulah kira-kira kata yang pas untuk menilai kinerja PPP sekarang. Bila dibandingkan dengan Pemilu 2009, secara peringkat maupun persentase, tidak ada yang menggembirakan bagi partai yang mengklaim dirinya sebagai rumah besar umat Islam tersebut.

Kasus korupsi yang menyeret mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) sangat berpengaruh pada perolehan suara kendaraan politik yang identik dengan warna putih tersebut. Pada Pemilu 2009, PKS sanggup berada di posisi keempat dengan 8 persen suara. Namun, sekarang hanya dengan 6,57 persen di peringkat ke-8.

Pendatang baru Partai Nasdem harus puas di posisi ke-9 dengan 6,56 persen suara. Ada yang menarik pada hasil penghitungan cepat beberapa waktu lalu. TV One dan RCTI menempatkan Partai Nasdem di tangga nomor 9. Tetapi, Metro TV justru mendudukkan kendaraan politik yang diketuai Surya Paloh tersebut di peringkat ke-7. Beda cerita dengan RCTI yang bekerja sama dengan Indonesia Research Centre (IRC). Meski stasiun televisi tersebut dimiliki Hary Tanoesoedibjo (HT), kejujuran dan keobjektifan masih dipegang teguh, meski hanya memperoleh 5,4 persen suara dan duduk di posisi ke-10 sesuai dengan nomor urutnya.

Ketokohan Yusril Ihza Mahendra serta klaim sebagai genealogi Masyumi ternyata tidak ampuh untuk mengangkat PBB. Kendaraan politik yang berlambang sama dengan nama partainya itu berada di posisi ke-11 dengan 1,41 persen dan terancam tidak lolos electoral threshold (ET). Setali tiga uang dengan PBB, PKPI tidak bisa memaksimalkan figur Sutiyoso yang merupakan mantan gubernur DKI Jakarta dua periode berturut-turut. Partai yang lolos Pemilu 2014 setelah mengajukan gugatan ke Bawaslu tersebut hanya menjadi pupuk bawang dalam pergelaran pesta demokrasi tahun ini.

Melihat hasil penghitungan cepat ini, sangat mungkin presiden Republik Indonesia (RI) periode 2014-2019 tidak jauh dari nama-nama seperti Jokowi, ARB, Prabowo Subianto, dan Dahlan Iskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar