Mencuri
pada Anak
Agustine Dwiputri ; Penulis kolom
“Konsultasi Psikologi” Kompas
|
KOMPAS,
13 April 2014
Saya ibu rumah tangga dari dua anak, punya masalah
dengan si sulung, 9 tahun laki-laki. Sudah tiga kali ini saya curigai ia
mengambil uang dari tas saya. Saya memang tak pernah menghitung secara pasti
jumlah uang saya yang hilang, tapi yang terakhir saya yakin ada selembar
seratus ribu saya tak ada. Di rumah, kami tak punya pembantu dan tak ada
orang lain selain kami berempat.
Ketika saya bicarakan dengan ayahnya, sikap ayah
sangat keras sampai memukul anak untuk memaksanya mengakui perbuatan mencuri
itu. Anak akhirnya memang mengaku karena pengin beli mainan seperti temannya.
Saya masih khawatir dia akan mengulangi lagi, bagaimana saran Ibu menghadapi
anak sulung kami ini? Terima kasih.
T di Semarang
Penyebab
Ibu T
yang baik.
Pertama-tama
kita perlu memahami dahulu penyebab anak mengambil uang orangtua secara
diam-diam. Anak-anak memang lebih mungkin mencuri apabila orangtua ceroboh
dengan uang mereka, misalnya dengan meninggalkan uang kertas dan koin di
sembarang tempat sehingga mudah dijangkau siapa pun.
Beberapa
anak usia sekolah mulai mencuri karena pengaruh buruk teman sebaya. Mereka
mungkin terlibat dengan anak-anak yang juga telah mencuri dari orangtua
mereka. Karena mencuri acap kali sulit terdeteksi, ada kemungkinan hal itu
terjadi berulang kali dan tidak tertangkap. Mencuri sering menjadi masalah
pada anak-anak yang menghabiskan banyak waktu tanpa pengawasan orangtua.
Mencuri
secara menetap juga bisa menjadi tanda dari masalah keluarga yang serius.
Beberapa anak berasal dari keluarga dengan salah satu atau kedua orangtua
memiliki masalah penyalahgunaan narkoba, punya masalah dengan pelanggaran
hukum atau telah terjadi kekerasan dalam rumah.
Waktu
terbaik untuk berurusan dengan mencuri adalah ketika terjadi pertama kali.
Jika seorang anak telah berhasil menjadi pencuri selama beberapa tahun, ia
cenderung mahir melakukan dan mencoba berkelit. Berbeda apabila baru mulai
mencuri, dia tidak terlalu terampil dan masih cukup mudah untuk menangkapnya.
Cara mengatasi
Secara
umum, menurut Matthew Sanders, PhD (1997), kunci untuk mengatasi pencurian
pada anak adalah dengan mengurangi kesempatan untuk melakukannya lagi,
mengawasi kegiatan anak secara lebih ketat, dan menyepakati kontrak ”perilaku
tidak-mencuri” bersama anak, dengan segala denda atau hukuman apabila
melanggarnya. Berikut adalah beberapa cara yang lebih terperinci.
- Hitung
uang Anda. Pastikan Anda tahu persis banyak uang yang ada di dalam rumah.
Hitung catatan dan perubahan keuangan sebelum anak Anda pergi ke tempat tidur
setiap malam. Lakukan tugas melelahkan ini setiap hari selama paling sedikit
satu bulan.
- Simpan
uang Anda di tempat yang aman. Jangan meninggalkan uang di dapur atau ruang
keluarga yang dapat merupakan godaan.
-
Periksa kamar anak Anda. Secara teratur lakukan hal ini dua kali seminggu
ketika dia keluar dan waspadailah setiap barang atau uang yang tak jelas asal
ia memperolehnya.
-
Pastikan Anda tahu keberadaan anak Anda setiap saat. Minimalkan jumlah waktu
yang dihabiskan anak tanpa pengawasan Anda, baik di dalam maupun di luar
rumah. Hal ini terutama penting jika ternyata anak Anda telah mencuri dari
toko. Pantau secara saksama dengan siapa saja anak Anda menghabiskan
waktunya. Orangtua harus selalu tahu di mana anak mereka dan apa yang dia
lakukan.
-
Memberlakukan sistem tunjangan. Selain uang saku rutin, berikan anak Anda
uang tambahan yang dapat dia peroleh jika ia melakukan pekerjaan yang bukan
tugasnya, misalnya mencuci mobil ayah. Ini akan memastikan bahwa beberapa hal
yang dia inginkan bisa dibeli dengan uang tambahan hasil bekerja, tidak
dengan mencuri.
- Jika
ditemukan anak Anda mencuri lagi, bersiap dan bertindaklah berdasarkan
kecurigaan yang didapat dan jangan menunggu bukti pasti. Konfrontasi anak
dengan fakta-fakta. Misalnya, ”Dua jam yang lalu mama punya Rp 300.000 di
dompet dan sekarang tinggal Rp 200.000. Dari tadi hanya kita berdua di rumah
ini dan mama baru selesai mandi.”
-
Mintalah anak mengembalikan uang yang telah hilang. Banyak anak akan
menyerahkan apa yang diambil jika masih mereka miliki saat diminta.
- Jangan
mensyaratkan pengakuan bersalah pada anak. Banyak anak-anak yang mencuri juga
berbohong tentang hal itu. Apalagi sampai harus dipukul, jarang ada
manfaatnya, justru menimbulkan dendam pada anak. Meminta pengakuan sering
hanya memberi anak kesempatan untuk berbohong dan menutupi jejaknya.
-
Mengenakan hukuman yang sesuai dengan kontrak yang telah disepakati
sebelumnya.
Jika
anak mengakui mengambil uang itu dan mengembalikannya, secara tegas dan
terbuka jatuhkan denda yang telah disepakati dalam kontrak. Jangan menggurui,
mengomel, atau berteriak-teriak: cukup nyatakan persoalan dan akibatnya bagi
anak.
-
Abaikan protes dari anak. Jika dia mengklaim tidak bersalah, abaikan saja dan
tetap jalankan hukuman. Meskipun hal ini mungkin tampak agak kasar, misalnya
jika anak tersebut berbohong dan mengingkari diri, katakan sebagai berikut,
”Mama tidak bilang kamu melakukannya. Mama tidak tahu pasti, tapi Mama sangat
curiga bahwa itu adalah perbuatanmu dan kamu harus menanggung akibatnya. Jika
mama salah, mohon maaf, tapi apa yang telah mama katakan harus terjadi. Ini
kesepakatan kita sebelumnya, bukan?”
- Uji
kejujuran anak. Setelah anak Anda berhenti mencuri, mulailah menguji
kejujurannya. Hal ini dapat dilakukan cukup dengan meninggalkan sejumlah uang
di mana Anda tahu anak Anda akan menemukannya. Jangan biarkan dia tahu bahwa
Anda berencana untuk melakukan hal ini. Jika anak Anda menolak godaan atau
mengembalikan uang kepada Anda, berterima kasih dan pujilah anak dengan
antusias. Jika uang itu hilang lagi, secara segera dan tegas selesaikan
masalah tersebut dan kenai lagi denda sesuai kontrak.
Selamat mencoba. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar